tag:blogger.com,1999:blog-91078609232072365442024-03-12T15:47:02.733-07:00TjapSonthogSastra, Tentang Sastra & BudayaDwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.comBlogger33125tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-67970532246052256012019-06-09T20:41:00.001-07:002019-06-09T20:41:55.379-07:00Selayang Pandang: Dari Nusa Barong ke Jember<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dwi Pranoto<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masyarakat Jember masa
lalu tak dapat dibayangkan sebagai suatu masyarakat yang sepenuhnya
terintegrasi ke dalam suatu sistem kebudayaan yang padu. Gelombang migrasi
dengan latar sosial dan kebudayaan yang beragam yang disertai kekuasaan politik
sebagai faktor penentu utama dalam penggorganisasian sosial membuat pembauran
sosial dan budaya tak dapat sepenuhnya terjadi – bahkan jejaknya sampai hari
ini masih kita saksikan seperti pengelompokan besar etnis Madura di sebelah
Utara dan etnis Jawa di sebelah selatan, pun pada produk-produk budaya yang
terpisah sampai hari ini, walaupun juga berkembang dialek Jawa-Jemberan di
antara bahasa Jawa dan Madura yang masih terus dipraktikan di tengah masyarakat
hari ini – . Pola migrasi yang mengikuti mobilisasi untuk kepentingan ekonomi
dan penempatan-penempatannya pada kantong-kantong ekologi perkebunan yang
teradministrasi tampaknya membuat rintangan atau batasan interaksi sosial yang
terus menerus antar kelompok masyarakat.</span></div>
<a name='more'></a> <o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Faktor utama pembentuk masyarakat Jember pada dasarnya
adalah kekuasaan politik yang mengorganisir kepentingan-kepentingan ekonomi
yang telah sejak masa kolonial menempatkan masyarakat sebagai entitas yang
teradministrasi. Tentu saja, proses pembentukan masyarakat Jember bukan
berlangsung satu arah, tapi bersifat timbal-balik. Namun demikian, modal
sosio-kultural yang sejak awal dilemahkan dengan menyekatnya dalam ruang-ruang
ekologi dan administrasi membuat kekuataan oposisional yang merupakan respon
terhadap kekuatan politik dominan lebih banyak bersifat laten dan non-frontal
serta menyebar. Karakter resistensi semacam ini tampaknya sebagian besarnya
terus berlanjut sampai hari ini.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-V66coLpuDzE/XP3Pi_mae2I/AAAAAAAAAo8/rNJU5XLJ124ZwGkmXrkMpV4LrLK9vbfYACLcBGAs/s1600/peta%2Btata%2Bruang%2Bjember.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="682" data-original-width="966" height="449" src="https://1.bp.blogspot.com/-V66coLpuDzE/XP3Pi_mae2I/AAAAAAAAAo8/rNJU5XLJ124ZwGkmXrkMpV4LrLK9vbfYACLcBGAs/s640/peta%2Btata%2Bruang%2Bjember.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Diambil dari Lampiran Perda RTRW Kab. Jember No.1 Tahun 2015</td></tr>
</tbody></table>
</o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebelum berdirinya perusahaan
perkebunan pada abad 19 wilayah Jember hampir-hampir tidak diketahui. Informasi
mengenai Jember hanyalah serpihan-serpihan kecil yang berserak dalam kajian
tentang Blambangan. Sementara, kajian tentang Blambangan terlalu sedikit jika
dibandingkan dengan wilayahnya yang pernah membentang dari Probolinggo sampai
Banyuwangi dan dari Pantai Utara sampai Pantai Selatan, yang keberadaannya
dikabarkan dalam kronik-kronik lokal lebih kurang seumur dengan Majapahit. Hal
ini, tentu saja, menjadi suatu kesulitan untuk menggali lebih jauh mengenai
masa lalu masyarakat Jember sebagai suatu “kesatuan” sosial di mana sistem
kebudayaan yang dihayati memberikan arah untuk tindakan-tindakan ekonomi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Nusa
Barong 1772 – 1777, barangkali sedikit dapat memberikan gambaran bagaimana suatu
kelompok masyarakat menyelenggarakan kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Upaya memahami Nusa Barong pada masa tersebut,
bagaimanapun, tidak dapat dilepaskan dari peristiwa-peristiwa sebelumnya yang
mempengaruhi keberdaannya. Pecahnya Perang Bayu 1771 -1773 telah mengganggu,
menghancurkan, dan kemudian mengubah sistem perdagangan regional yang bertumpu
di Pelabuhan Pangpang. Para pedagang diaspora; Mandar, Bugis, Bali, Cina, dll;
yang sebelum pecah perang merupakan pelaku-pelaku ekonomi yang menjadi tulang
punggung Pelabuhan Pangpang terancam dengan sistem monopoli VOC. Perdagangan
relatif bebas, dengan hanya intervensi yang minim dari kekuasaan politik –
negara/kerajaan –, yang terselenggara di Pangpang berantakan dengan serbuan
VOC. Para pedagang yang terancam kepentingannya, secara langsung maupun tidak
bergabung dengan kekuatan Bayu untuk melawan VOC. Berakhirnya Perang Bayu,
jatuhnya Blambangan dan diikuti dengan berlakunya sistem monopoli di
Blambangan, terutama di Pelabuhan Pangpang, mendorong para pedagang untuk
keluar dari Blambangan. Nusa Barong dipilih sebagai pelabuhan bebas baru
menggantikan Pangpang, salah satunya karena keuntungan alamnya – letaknya
relatif terpencil dan pantainya yang berbukit-bukit terjal membuat akses menuju
dan ke dalam pulau menjadi sulit –. Lebih kurang selama delapan tahun Nusa
Barong menjadi pelabuhan bebas yang mewadahi para pedagang dari berbagai etnis
dengan komoditas seperti bahan pangan, senjata, candu, kain, sarang burung dan
lilin. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Dalam kurun lebih kurang delapan tahun, Nusa Barong
paling tidak mengalami empat kali pergantian kepemimpinan – dari Sindukapa ke
Sindubromo ke Juragan Jani ke Nakhoda Sabak –, hal ini menggambarkan tingginya
dinamika sistem ekonomi politik “bebas” di Nusa Barong. Konflik yang berujung
pada pembunuhan (perang) dan pelarian diri menjadi mekanisme internal untuk
mencapai ekuilibrium sistemik. Jika kita asumsikan Nusa Barong sebagai suatu
unit politik dan unit ekonomi, hubungan antara ekonomi dan kekuasaan politik <i style="mso-bidi-font-style: normal;">sui generis</i> dalam bentuk negara di Nusa
Barong boleh dikatakan tak terpisahkan. Hal ini berbeda dengan di Blambangan,
di mana unit ekonomi dengan kekuasaan politik terpisah dan hubungan keduanya
diantarai oleh pajak dan upeti. Pengusasa Nusa Barong selain sebagai penguasa
ekonomi juga sekaligus penguasa politik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Penaklukan Nusa Barong tahun 1777, setahun kemudian
dibumi hanguskan (18 Agustus 1778), boleh dikatakan merupakan keberhasilan VOC
(Belanda) menstandarisasi sistem ekonomi, khususnya di seluruh Pulau Jawa. Hal
ini menjadi semacam prakondisi untuk datangnya sapuan transformasi lebih besar
pada abad 19: liberalisasi ekonomi. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bercokolnya VOC mengubah sistem ekonomi yang telah
berlaku berabad-abad; hubungan perdagangan yang relatif bebas dari kekuasaan
politik membuat arus perdagangan bergerak bebas tanpa secara ketat mengindahkan
batas-batas kedaulatan yang melahirkan beragam sistem perdagangan lokal pada
akhirnya terseragamkan sebagai sistem ekonomi kolonial yang monopolistik. VOC
yang berperan laksana negara tidak hanya mengatur penyerahan upeti atau pajak,
namun sekaligus memberlakukan peraturan monopolistik di mana orientasi
perdagangan luar negerinya mendesakan ketersediaan komoditas-komoditas ekspor
dari tanah jajahan. Penghancuran total Nusa Barong pada tahun 1778, disamping
karena pulau yang mereka sebut pulau miskin tersebut menjadi sarang para pengganggu
keamanan kegiatan perdagangan juga karena hasil sarang burung dan lilin yang
bernilai sebagai komoditas ekspor tidak memenuhi kuota ekonomis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pengambilalihan VOC oleh pemerintah Belanda, yang berarti
pengelolaan Hindia Belanda berada langsung di bawah pemerintahan Belanda,
hampir tak mengubah sistem ekonomi yang diinstal oleh VOC, bahkan
mengintensifkan dan memperluasnya. Kebijakan tanam paksa pada masa pemerintahan
konservatif dan disusul gelombang privatisasi berlandas UU Agraria 1870 pada
masa pemerintahan liberal, bagaimanapun, dapat dibaca sebagai semakin gencarnya
penggalakan orientasi ekspor. Kebijakan tanam paksa dan kemudian disusul dengan
privitasasi dalam bentuk beroperasinya perusahaan-perusahaan perkebunan swasta
mengubah pola tanam dari yang lebih berorientasi subsisten ke pola tanam
komersial, mengubah sistem penguasaan atas tanah, dan mengubah hubungan
produksi dalam masyarakat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Membuka </span></i></b><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jember<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Perang Bayu tampaknya
menjadi faktor penting dalam pembentukan Jember. Salah satu perang paling
brutal dan kejam di Nusantara pada abad 18 itu tak hanya mendampakan jatuhnya
Blambangan, tapi juga merosotnya jumlah penduduk sampai hanya tersisa kurang lebih
10% karena mati dalam perang, wabah penyakit, kelaparan, dan migrasi ke luar
wilayah. Pasca perang Bayu juga dilakukan reorganisasi administratif yang
memisahkan Blambangan menjadi Blambangan Timur dan Blambangan Barat. Blambangan
Barat terbagi menjadi empat distrik: Sentong (sekarang Bondowoso), Jember,
Prajekan, dan Sabrang. Reorganisasi administrasi ini penting artinya bagi VOC
untuk menciptakan keteraturan dan ketentraman sebagai suatu kondisi yang
dibutuhkan untuk memaksimalkan nilai ekonomi suatu wilayah. Pemisahan
Blambangan Barat sebagai unit administratif tersendiri dilandasi oleh karakter
kultural penduduknya – menurut Pieter Luzac penduduk Blambangan Barat yang
telah banyak memeluk Islam tidak memiliki karakter liar sehingga relatif mudah
ditertibkan –, dan potensi komoditasnya. Berbeda dengan wilayah Blambangan
Timur yang selama beberapa tahun tidak dikenakan pembayaran pajak dan upeti,
Blambangan Barat, melalui mantri-mantri yang mengepalai distrik setiap tahun
diwajibkan membayar upeti dengan total mengirim 3 koyan beras (kira-kira 30
pikul atau lebih kurang 6 ton beras), 1½ pikul lilin (lebih kurang 1 kwintal),
1 pikul merica (lebih kurang 67 kg), dan ½ pikul kapas (lebih kurang 33 kg) ke
benteng VOC di Adiraga, Panarukan, dan Lumajang. Kewajiban membayar upeti
sebesar itu, dengan jumlah penduduk 400 jiwa (terdiri dari orang tua laki-laki
dan perempuan serta anak-anak) dan tanpa tekhnologi pertanian yang memadai,
tentu sangat memberatkan. Belum lagi harus mengirim ke benteng VOC dengan akses
jalan yang sebagian besarnya tak dapat dilalui pedati. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Awal
abad 19 ditandai dengan berbagai gejolak di dunia Internasional yang
mempengaruhi kebijakan kolonial di Indonesia. Likuidasi VOC yag disertai dengan
penyerahan wilayah kolonial ke Pemerintah Belanda dibayang-bayangi oleh kecamuk
perang di berbagai wilayah Eropa dan semangat liberalisme yang dihembuskan oleh
keberhasilan Revolusi Prancis. Pada saat yang sama Belanda yang diduduki
Prancis berperang melawan Inggris. Perdebatan antara kaum liberal dengan kaum
konservatif mengenai bagaimana Belanda mengelola tanah jajahan berlangsung
seru. Kaum liberal menghendaki politik di tanah jajahan yang berlandas
kebebasan dan kesejahteraan umum dengan menerapkan sistem pajak menghadapi
tentangan dari kaum konservatif yang cenderung mempertahankan politik dagang VOC
dengan sistem tanam wajib atau penyerahan wajib (upeti). Meskipun kaum
konservatif menguasai pemerintahan Belanda, namun kebijakan pemerintahan tanah
jajahan di Hindia Belanda boleh dikatakan cenderung liberal dengan upaya
menginstal sistem birokrasi modern. Namun demikian liberalisme yang hendak
diterapkan Gubernur Jendral Daendles (1808 – 1811), yang dibayang-bayangi oleh
ancaman Inggris dan bangkrutnya kas negara, memaksanya tetap menerapkan
penyerahan wajib seraya melakukan eksperimen menjual banyak lahan kepada orang-orang
Cina. Pada masa pengganti Daendles, saat Belanda dikuasai Inggris, Raffles
(1811 – 1816) yang juga liberal membeli kembali lahan-lahan yang telah dijual
Daendles kepada orang-orang Cina karena memicu banyak kerusuhan yang disebabkan
oleh penghisapan dan penindasan. Raffles juga mengganti kebijakan penyerahan
wajib dengan sistem pajak tanah (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">landrent
system</i>). Jika Daendles mengekspresikan liberalisme dengan menekankan pada
pembentukan sistem birokrasi yang hirarkis untuk memangkas otoritas feodal guna
efisiensi pemerintahan, Raffles bergerak lebih dalam dengan menekankan hak
perorangan melalui privatisasi atau mengakui hak atas tanah misalnya. Namun
demikian, keduanya tidak dapat menyelamatkan krisis finansial yang kemudian
semakin amblas setelah Perang Jawa (Diponegoro) 1825 -1830 dan perang dengan
Belgia. Naiknya Van den Bosch yang menghabisi hampir seluruh gagasan
liberalisme dengan kembali menerapkan merkantilisme VOC, bahkan lebih luas dan
dalam, melalui kebijakan tanam paksa dan menghidupkan kembali “birokrasi”
feodal, tidak hanya berhasil menyelamatkan krisis finansial, bahkan memakmurkan
kerajaan Belanda melalui penghisapan tanah jajahan yang memiskinkan masyarakat
pribumi. Max Havelaar, of de koffi-vellingen der Nederlandsche Handel-Maatschappy
(1860), novel karya Multatuli (Eduard Douwes Dekker), dapat menjadi gambaran
umum bagaimana sistem tanam paksa van den Bosch memeras tenaga rakyat melalui
tangan aristokrasi lokal yang kejam. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Apa
yang perlu diperhatikan dari pemaparan singkat satu abad di atas, sekitar paruh
abad 18 sampai paruh abad 19, adalah lenyapnya perdagangan bebas yang secara
relatif berlangsung tanpa sekat-sekat otoritas politik. Hancurnya Nusa Barong
sebagai basis perdagangan bebas dan elan egalitarian menjadi semacam monumen
simbolik tibanya periode sistem tuan-kawula, sistem majikan-buruh dalam
kehidupan ekonomi yang hampir-hampir tanpa alternatif jalan keluar. Setelah
padamnya perlawanan Nusa Barong era ketentraman menggenang di Blambangan Barat
yang tak lain merupakan upaya pelestarian <i style="mso-bidi-font-style: normal;">status
quo</i> yang menjadi syarat bagi pertumbuhan ekonomi corak kapitalistik.
Tercatat hanya ada satu gangguan keamanan serius di wilayah yang sekarang
menjadi Kabupaten Jember sepanjang satu abad, yakni pemberontakan Aria Gladak
(1815) dari desa Keting yang tampaknya membasis pada gagasan kosmologis Ratu
Adil. Tapi pemberontakan Aria Gladak hanya berumur “semalam”, jauh jika
dibandingkan dengan perlawanan Nusa Barong yang berlangsung bertahun-tahun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pemisahan Blambangan Barat sebagai unit administrasi
tersendiri, saya kira, menjadi faktor penting untuk menjaga ketentraman sebagai
syarat untuk menggerakan roda ekonomi kolonial. Hindia Belanda, di mana
Blambangan Barat atau kurang lebih wilayah Jember saat ini berada di dalamnya,
beserta masyarakat penghuninya, bagaimanapun dipandang sebagai modal besar bagi
negeri penjajah untuk bersaing dalam perlombaan merkantilitis bangsa-bangsa
Eropa yang semakin sengit pada masa senjakalanya yang dengan susah payah
menahan sapuan liberalisme yang rekah fajarnya ditandai oleh Revolusi Prancis
dan Revolusi Industri. Berakhirnya tanam paksa atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cultuurstelsel</i> atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cultivation
system</i> yang menyengsarakan menyusul kemenangan kaum liberal di Belanda pada
pertengahan abad 19 menjadi babak baru dalam pengelolaan tanah jajahan di mana
peran negara yang semula menjadi regulator dan operator ekonomi berubah belaka
menjadi regulator yang memastikan berjalannya sistem ekonomi liberal melalui
perusahaan-perusahaan swasta sebagai operatornya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Liberalisasi di Jember tidak hanya ditandai dengan
berdirinya perusahaan perkebunan partikelir, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">NV Landbouw Maatschappij Oud-Djember</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">(LMOD)</i>, tahun 1859, tapi juga pembukaan ruas-ruas jalan dan jalur rel
kereta api, pembuatan irigasi, pembangunan fasilitas layanan kesehatan, penataan
sistem birokrasi, penataan relasi produksi, dan semakin meningkatnya peran lembaga-lembaga
keuangan. Berlakunya Undang-Undang Agraria (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Agrarische
Wet</i>) tahun 1870, walaupun memuat juga perlindungan tanah bagi para pribumi,
boleh dikatakan sebagai pembuka jalan untuk komodifikasi tanah. Liberalisme,
bagaimanapun, mendorong terwujudnya komodifikasi tanah (alam) dan tenaga
manusia. Dapat dibayangkan ribuan hektar hutan, yang berstatus tanah negara,
dibuka dan berubah menjadi lahan perkebunan melalui pemberian hak<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> erfpacht</i> (hak guna usaha) pada
pengusaha yang di dalamnya terkandung hak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">eigendom</i>
(hak milik) sehingga dapat diagunkan dan diwariskan. Apa yang sangat diperlukan
untuk membuka hutan, mempersiapkan lahan perkebunan, dan mengolah lahan
perkebunan adalah tenaga manusia. Oleh karena penduduk Jember pada masa itu tak
mencukupi untuk memenuhi permintaan tenaga kerja, maka didatangkanlah
buruh-buruh dari luar Jember. Pada awalnya, saat perkebunan tembakau digarap
pada lahan kering, buruh dari Madura banyak didatangkan karena dianggap cakap menggarap
tanah tegalan. Kemudian juga didatangkan buruh orang Jawa saat perkebunan
tembakau digarap di lahan basah, yang ternyata lebih berhasil.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pembukaan perkebunan yang besar-besaran di Jember
memerlukan tenaga buruh yang besar-besaran juga. Hal ini menjadi masalah
tersendiri, kelangkaan tenaga buruh memicu persaingan antar perusahaan untuk
mendapatkannya. “Pembajakan” tenaga buruh antar perusahaan mendorong
perusahaan-perusahaan untuk bersama-sama memprakarsai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Besuki Immigration Bureu</i> (BIB) yang fungsi pokoknya adalah
mencukupi kebutuhan tenaga buruh bagi perusahaan. Pendirian BIB bukan saja
mengubah jalur rekrutmen tenaga buruh dari makelar menjadi kelembagaan, namun
juga sekaligus mengubah hubungan antara perusahaan dan buruh yang semula
diantarai oleh personal menjadi diantarai oleh prosedur administratif, kontrak
kerja. Pada kenyataannya perubahan perekrutan tenaga buruh dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">informal</i> menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">formal</i> kurang berhasil. Namun usulan untuk mengontrol buruh secara
ketat dan keras oleh perusahaan melalui pemberlakukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Poenale Sanctie</i>; secara umum berisi ancaman denda dan penjara bagi
buruh yang lari, meninggalkan pekerjaan, dan mengabaikan pekerjaan; tidak
disetujui. Pemerintah justru menjanjikan sokongan dalam bentuk fasilitas
kolonisasi dan layanan kesehatan buruh. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Liberalisasi ekonomi mengubah lanskap dan sosial-budaya
di Jember. Secara gradual lahan-lahan di Jember mengalami privatisasi. Melalui
klaim negara atas tanah “terlantar” yang luas yang kemudian dapat digarap
melalui pemberian hak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">erfpacht</i> dan
penerapan aturan sewa untuk tanah milik penduduk pribumi maka mulailah tanah
menjadi barang komoditi. Gelombang para pendatang dari luar Jember untuk
menjadi tenaga buruh perkebunan, formalisasi relasi produksi pada perusahaan-perusahaan,
dan birokratisasi mengubah sepenuhnya wajah Jember dari wilayah “tak bertuan”
yang dihuni kelompok-kelompok masyarakat egaliter yang terpencar menjadi unit
politik yang teradministrasi, menjelma jadi kota pada tahun 1883, yang terpisah
dari Regentschap Bondowoso. Dan kemudian menjadi Kabupaten pada tahun 1928. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Berbeda dengan daerah-daerah lain pada umumnya,
Banyuwangi misalnya – di mana sentimen aristokratif relatif masih nampak dalam
masyarakatnya –, tidak ada kekuasaan aristokrasi yang mempengaruhi relasi
sosial dalam masyarakat. Penggambaran Pieter Luzac pada tahun 1773, walaupun
tidak tepat benar, dapat menjadi pengenalan awal terhadap masyarakat Jember
lama, khususnya kala terpisah menjadi Blambangan Barat. Pengerahan tenaga kerja
lokal untuk buruh di perkebunan, misalnya, tidak melalui jalur Patinggi atau
Kepala Desa untuk mengumpulkan penduduk. Pada konteks ini, kontrol atau
kekuasaan kolonial terhadap masyarakat di Jember tidak menggunakan jalur
tradisional. Namun hal ini bukan berarti mudah untuk menginstal sistem
birokrasi modern pada masyarakat Jember. Sebab, pada daerah-daerah lain pada umumnya
penerapan sistem birokrasi modern pada mulanya diterapkan bersamaan dengan
sistem birokrasi tradisional dimana kewenangan yang terkandung dalam sistem
birokrasi modern biasanya hanya bekerja efektif pada lingkup kekuasaan
aristokratif pada hirarki tertentu, atau sistem birokrasi modern tidak dapat langsung
bekerja pada individu-individu dalam masyarakat tanpa bantuan sistem birokrasi
tradisional.. Boleh dikatakan di Jember sistem birokrasi modern tidak mempunyai
“induk semang” untuk membuatnya segera dapat beroperasi secara efektif. Tentu
saja faktor jarangnya penduduk juga menjadi salah satu sebab pentingnya, begitu
juga dengan mayoritas penduduk pendatang yang bermukim di Jember setelah banyak
berdirinya perusahaan perkebunan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Resistensi
Penduduk Jember<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sejak dihancurkannya
Nusa Barong memang tak lagi ada berkobar perang bertahun. Tapi itu tak berarti
penentangan penduduk Jember terhadap upaya-upaya penundukan pemerintah
pendudukan absen di sepanjang riwayatnya. Ketiadaan kekuatan yang bertumpu pada
kekuasaan aristokrasi dan ekonomi, penentangan atau perlawanan tak lagi
mengambil bentuk frontal dengan basis massa yang besar. Perlawanan frontal Aria
Gladak yang berlandas pada legitimasi kosmologis barangkali merupakan
perlawanan terbuka terakhir yang dapat diperhitungkan meski hanya berlangsung
“semalam”. Sekemudian penentangan mengambil bentuk seperti pembangkangan,
pengabaian, dan sabotase.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Penentangan non-frontal awal paling kentara pada masa
liberalisasi ekonomi adalah ketika pengusaha-pengusaha perkebunan menyewa
tanah-tanah pertanian penduduk secara individual. Pemilik-pemilik tanah
menerima tawaran sewa lahan, paling lama 5 tahun dan dapat diperbaharui lagi,
dari para pengusaha perkebunan. Dalam hal ini para pemilik tanah menyediakan
lahan untuk ditanami tanaman-tanaman produksi yang laku di pasaran luar negeri
dan mengelolanya. Sementara para pengusaha menyediakan bibit dan membeli hasil
panenan dengan harga yang sudah ditentukan secara sepihak dan, tentu saja,
memberikan nasehat berkait tekhnologi pengolahan lahan dan perawatan tanaman
yang tepat. Namun demikian, para petani pemilik lahan ternyata tidak memenuhi
janji sewa lahan yang disepakati. Mereka, para petani pemilik lahan, kerap
menerima kontrak lain atas tanah mereka sebelum kontrak pertama habis masa
sewanya, sehingga terjadi kontrak ganda atas satu bidang lahan. Hal ini sudah
pasti memberikan kerugian pada pengusaha perkebunan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Ketika para pengusaha perkebunan mengelola tanah-tanah
melalui hak erfpacht, penentangan non-frontal dilakukan oleh para buruh. Para
buruh yang didatangkan dari Madura dengan latar belakang kultur tegalan,
terlebih saat terjadi persaingan antar perusahaan karena kondisi terbatasnya
alokasi tenaga buruh, kerap melakukan pembangkangan “kontrak” dengan
meninggalkan lahan yang dikerjakannya dan pindah ke perusahaan lain. Problem
ini kemudian berusaha diperbaiki dengan mendirikan BIB untuk mengubah jalur
personal (makelar) pendatangan dan pengelolaan tenaga buruh menjadi jalur
kelembagaan. Namun demikian, ternyata hal ini tak mengurangi secara signifikan
kasus pembangkangan dan pengabaian kerja. Usulan penerapan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">poenale sanctie</i>, saya kira, mengekspresikan betapa rumitnya
persoalan penundukan tenaga buruh ini. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Penentangan para buruh secara sekilas tampaknya
membuahkan hasil karena terperhartikannya kebutuhan-kebutuhan buruh, walaupun
hal ini tidak juga bisa dilepaskan dari penerapan politik etik, seperti
dibangunnya fasilitas-fasilitas layanan kesehatan untuk buruh dan jalur-jalur
transportasi yang memudahkan mobilitas para buruh, tentu saja disamping
memudahkan pengangkutan komoditi. Apa yang tak boleh diabaikan adalah bahwa
kesejahteraan sosial pada hakekatnya merupakan salah satu cita-cita
liberalisme. Namun demikian, cita-cita kesejahteraan sosial dalam liberalisme
ini tak dapat dilepaskan dari upaya mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dari meningkatnya produktivitas tenaga buruh melalui efisiensi dan
mengefektifkan tenaga buruh. Model kesejahteraan semacam ini di mana negara
memberikan insentif pada pengusaha secara tidak langsung melalui pemberian
fasilitas pada buruh ini pada dasarnya tak berbeda dengan kebijakan subsidi
pertanian oleh rezim Soeharto. Subsidi bibit dan pupuk untuk tanaman bahan
pangan pokok, padi, adalah upaya untuk menstabilkan harga beras murah yang berkorelasi
dengan mempertahankan upah buruh murah. Kelak, setalah tahun 1980-an, peran
negara yang dikenal sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">welfare state</i>
ala keynesian ini dilucuti oleh tibanya gelombang gagasan neo-liberalisme yang
menghendaki hanya mekanisme pasarlah yang boleh mengambil peran dalam kebebasan
ekonomi, apa yang dikenal sebagai fundamentalisme pasar. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Malaise
dan Kedatangan Jepang<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Depresi Besar 1930
memporak-porandakan proses struktural penanaman liberalisme ekonomi di
Indonesia. Perkebunan-perkebunan besar di Jember yang tanaman komersialnya;
tembakau, karet, kopi, coklat; yang mengandalkan pasar internasional untuk
menyerap produk komoditinya mengalami limbung, bahkan runtuh. Bersama
pengurangan produksi secara drastis dan penutupan perkebunan para buruh ikut
terjerembab dalam kemelaratan yang dalam. Perekonomian yang diantarai uang yang
secara berangsur mulai diterima, yang inheren dalam komodifikasi tenaga kerja, kehilangan
tambatan paling penting yang menjamin bekerjanya mekanisme ekonomi kebutuhan
dalam diri individu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pada sisi lain kondisi Depresi mendorong timbulnya
benih-benih radikalisasi petani dan buruh. Terguncangnya, bahkan runtuhnya, sistem
pengupahan yang mengikat buruh dan majikan dalam suatu relasi produksi
perkebunan mengakibatkan para buruh dan petani mengambil alih lahan-lahan
perkebunan untuk kebutuhan subsisten dan memenuhi kebutuhan pasar lokal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Kedatangan balatentara Jepang tahun 1942 semakin
memperdalam kondisi yang digali oleh Depresi. Fasisme militeristis Jepang
menghancurkan hampir seluruh lahan-lahan perkebunan untuk digunakan memenuhi
kebutuhan perang dan kebutuhan pangan tentara.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Kesengsaraan rakyat semakin parah dengan pemusatan tenaga yang digunakan
untuk kebutuhan perang melalui kerja paksa (rodi dan romusha). <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masa
Kemerdekaan Sampai Pasca-Reformasi<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pasca Proklamasi
kemerdekaan, Pemerintah Indonesia mewarisi kondisi ekonomi yang porak-poranda
akibat fasisme Jepang dan Perang Kemerdekaan. Pemulihan ekonomi mengalami beban
yang berat akibat hancurnya sebagian besar infrastruktur perekonomian, blokade
ekspor-impor oleh Belanda, inflasi yang tinggi, dan sistem keuangan yang tak
terintegrasi akibat beredarnya beragam mata uang. Selepas Konfrensi Meja Bundar
(KMB) 1949 yang menghasilkan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda,
beban perekonomian nasional bertambah berat dengan pengalihan hutang-hutang
Hindia Belanda kepada Indonesia, menanggung pembiayaan puluhan ribu bekas
tentara Belanda dan KNIL.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
sisi lain, situasi nasional yang berada dalam masa transisi membuat pemerintah
tak dapat mengubah sekaligus tata hukum kolonial. Upaya untuk memulihkan
ekonomi yang hancur akibat perang dan tuntutan mengganti sistem ekonomi
kolonial dengan sistem ekonomi nasional tersandera oleh hasil KMB yang
mengharuskan pemerintah meminta izin Belanda untuk mengambil kebijakan ekonomi
dan beroperasinya kembali perusahaan Belanda. Dalam konteks perkebunan, hasil
KMB tersebut tampaknya sejalan dengan rencana jangka pendek dan dan jangka
panjang Badan Perancang Ekonomi tahun 1947 yang hanya mengambil alih aset
ekonomi pemerintah Belanda namun memberikan peluang bagi perusahaan-perusahaan
partikelir yang masih mempunyai hak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">erfpacht</i>
untuk kembali dan membuka perusahaan-perusahaan swasta lain untuk
berinvestasi.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kebijakan
nasional mengenai beroperasinya kembali perusahaan perkebunan partikelir yang
masih mempunyai hak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">erfpacht</i>
bagaimanapun tak sejalan dengan gerakan masyarakat di bawah. Setelah kepergian
Jepang dan disusul Proklamasi gelora nasionalisme yang menggelombang
terekspresikan oleh buruh-buruh dengan menduduki dan menggarap kembali
lahan-lahan perkebunan dengan tanaman subsisten dan tanaman perkebunan untuk
memenuhi kebutuhan pasar domsetik. Ikatan para buruh dengan lahan sebagai suatu
kesatuan nasional, rakyat dan tanah airnya, dan diperkuat dengan riwayat
pembukaan hutan, mendorong perasaan memiliki terhadap tanah-tanah perkebunan
yang mereka garap. Di Ketajek, misalnya, para buruh selain menanami lahan-lahan
perkebunan juga membangun perkampungan dengan berbagai fasilitas pendukungnya.
Sementara perkebunan Sukorejo diubah fungsinya sebagai basis perlawanan militer
Front Jember Timur. Pemogokan dan pembakaran fasilitas-fasilitas perkebunan
menjalar ke sejumlah perkebunan di Jember. Resistensi para buruh perkebunan
yang menolak kembalinya penguasaan lahan oleh para pengusaha perkebunan
partikelir mencerminkan tidak sinkronnya antara kebijakan nasional dengan
kehendak masyarakat buruh.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Ketidaksesuaian
antara kebijakan nasional dan kehendak masyarakat lokal yang didorong sebagian
besarnya oleh kebutuhan subsisten terlihat dengan jelas dalam UU Darurat No.16
Tahun 1951 tentang pelarangan aksi pemogokan yang ditentang oleh elemen buruh. Hal
ini, bagaimanapun, merupakan salah satu contoh bagaimana pemerintah yang
merupakan pelembagaan proses redistribusi ekonomi berupaya mengintegrasikan
masyarakat yang merupakan salah satu agen produksi ke dalam satu sistem ekonomi
tertentu. Pada satu sisi pemerintah yang baru seumur jagung terhegemoni oleh
sistem ekonomi internasional melalui hasil-hasil KMB yang memuat agenda-agenda
liberalisme. Sementara, pada sisi lain, masyarakat yang selama ratusan tahun
mengalami proses penghancuran sistem sosial-budaya yang disebabkan proses
penanaman liberalisasi ekonomi yang memelaratkan mendapatkan momentumnya –
secara berurutan peristiwa malaise, fasisme Jepang, dan Proklamasi – berupaya
melepaskan diri dari dominasi yang membelenggunya. Namun demikian, tindakan
melepaskan dari agenda liberalisme dengan membatalkan hasil-hasil KMB tahun
1956 dan disusul dengan memotong hubungan dengan IMF dan Bank Dunia
mengakibatkan krisis ekonomi yang lebih dalam dan menghancurkan hingga berujung
pada pergantian rezim politik. Sementara, Presiden Abdurrahman Wahid, Gus Dur,
yang membangkang terhadap IMF, alih-alih mematuhi nasehat pengetatan anggaran
oleh IMF justru mengambil kebijakan growth story, juga harus tumbang di tengah
jalan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hal
yang menarik adalah naiknya Gus Dur sebagai Presiden Indonesia disusul dengan
maraknya pengambilalihan tanah-tanah perkebunan dan pinggir hutan oleh
masyarakat. Tampaknya, sinyal kuat kebijakan ekonomi Pemerintah Gus Dur yang
pro pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang juga menjadi isyarat berada di luar
sistem ekonomi internasional yang dominan mendapat respon masyarakat secara
radikal. Kasus-kasus sengketa tanah yang yang tumbuh sejak masa Depresi sampai
Proklamasi dan direpresi dengan sangat keras oleh Rezim Soeharto mendapatkan
momentumnya untuk bangkit.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Masalah
pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi internasional yang
menyebabkan ketegangan hubungan antara pusat dan daerah ini pada masa Orde Baru
“diselesaikan” dengan mekanisme kekerasan. Rezim Soeharto yang berorientasi
utama pada pembangunan ekonomi berkepentingan untuk menciptakan stabilitas
politik dan keamanan untuk menjamin kondisi yang ramah bagi investasi swasta. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Liberalisme
ternyata tak juga terbendung pasca Reformasi. Upaya agak meredam laju
liberalisasi oleh pemerintahan Gus Dur dengan membangkang nasehat IMF yang
tertuang dalam LoI, langsung atau tidak, menjatuhkan Gus Dur dari kursi
kepresidenan. Setelah Gus Dur, Indonesia semakin dalam masuk ke dalam
liberalisme yang ditandai dengan privatisasi BUMN, deregulasi peraturan untuk
membersihkan hambatan pasar, pencabutan berbagai subsidi, dan lain-lainnya.
Liberalisasi pasar yang, menurut Polanyi, membutuhkan pengorganisasian politik
dimainkan dengan sungguh-sungguh oleh negara.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sektor pertanian, pada sisi lain, belum majunya tekhnologi
pertanian dan sebagian besar pertanian yang dikelola pada lahan-lahan kecil
oleh petani gurem (79,4%) membuat proses produksi pertanian menjadi tidak
efisien. Apa yang hendak dikatakan adalah bahwa liberalisme pasar yang bertumpu
sepenuhnya pada mekanisme penawaran dan permintaan menutup mata terhadap
kondisi-kondisi produksi yang timpang antara pertanian yang maju dengan
pertanian yang dikelola pada lahan-lahan kecil. Situasi semacam ini tidak menguntungkan
para petani gurem. Pada gilirannya pertanian menjadi sektor yang menyengsarakan
dan memicu ditinggalkan. Pada kenyataannya, kita bisa lihat, wilayah-wilayah
pedesaan yang merupakan kampung halaman petani gurem menjadi kantong-kantong
kemiskinan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-VUqmm_ReTdQ/XP3QA5uNWpI/AAAAAAAAApE/eEBCGuDXVNE7fTXNK8dftvwepb25b0DZQCLcBGAs/s1600/Peta%2Bsebaran%2Bpertanian%2BJember.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="503" data-original-width="705" height="456" src="https://1.bp.blogspot.com/-VUqmm_ReTdQ/XP3QA5uNWpI/AAAAAAAAApE/eEBCGuDXVNE7fTXNK8dftvwepb25b0DZQCLcBGAs/s640/Peta%2Bsebaran%2Bpertanian%2BJember.jpg" width="640" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Pada konteks Kabupaten Jember yang sektor pertaniannya
didominasi lebih dari 79,4%, petani yang mengolah lahan kurang 0,5 ha,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>liberalisme pasar membuat sektor pertanian
menjadi masalah, bukan hanya problem pendapatan tapi juga pada problem alih
fungsi lahan. Rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian adalah Rp. 976.000
perbulan dan untuk menutupi kekurangan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan
mereka harus bekerja di sektor lain di luar pertanian. Sedangkan laju alih
fungsi lahan selama lima tahun sebesar 1.080 m<sup>2</sup> (Sensus Pertanian
keenam 2013). Sementara pada data 2017 luas tanam lahan pertanian pada kategori
tanaman utama terus mengalami penurunan, kecuali untuk lahan tanaman jagung.
Sebagai gambaran, luas tanam lahan pertanian 170.395,0 ha pada tahun 2016
mengalami penurunan menjadi 165.697 ha pada tahun 2017, mengalami penyusutan 4.698
ha. Hal ini sudah pasti ikut mempengaruhi jumlah produksi sektor pertanian dan
jumlah petani. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Mencermati jumlah petani gurem (menguasai lahan kurang
dari 0,50 ha) sebesar 79,4% atau 257.248 rumah tangga pertanian, hal ini
mengindikasikan ketimpangan penguasaan lahan pada sektor pertanian. Kondisi
semacam ini berkontribusi membentuk struktur sosial pada masyarakat Jember,
yang 51% lebih dari angkatan kerjanya bekerja di sektor pertanian, yang
mencerminkan kesenjangan sosial yang lebar. Penurunan jumlah petani (rumah
tangga pertanian) sebesar 30% selama sepuluh tahun, dari 465.055 pada tahun
2003 menyusut menjadi 325.633 pada tahun 2013 atau berkurang 139.422,
kemungkinan besar dipengaruhi oleh ketimpangan penguasaan lahan yang tidak
menguntungkan secara ekonomi maupun sosial bagi kelompok petani gurem. Hal ini
juga dikonfirmasi oleh penurunan tajam jumlah rumah tangga pertanian yang
megolah lahan kurang dari 0,10 ha, dari 234.111 tahun 2003 menjadi 104.725,
turun sebesar 55% atau sebanyak 129.386. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Potensi yang mungkin dalam kondisi semacam ini adalah
terjadinya alih lahan pertanian yang dibarengi dengan terjadinya alih kerja.
Para petani gurem atau generasi berikutnya dari para petani gurem akan memasuki
lapangan kerja sektor-sektor non pertanian, pindah ke pusat kota atau/dan
pindah kerja ke kota-kota lain. Sektor-sektor industri dan jasa mungkin akan
menjadi tujuan dari alih kerja tersebut. Berangkat dari lapisan masyarakat
bawah yang memiliki halangan untuk mengakses pendidikan tinggi, sudah barang
tentu, sebagian besar dari mereka akan menjadi tenaga kerja tanpa keterampilan
yang akan menduduki lapisan terbawah dari hubungan produksi industrial. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Posisi lapisan bawah sosial, dalam hal ini petani gurem
hanya menjadi salah satu contoh kasus, semakin terdesak masuk dalam bingkai
liberalisme yang ekspansi pasarnya mengintegrasikan hampir seluruh produk
kultural dan natural ke dalam barang komoditi. Mengonsumsi bukan hanya mengubah
nilai interinsik barang komoditi menjadi bernilai guna, tapi juga mengubahnya
menjadi nilai sosial. Apa yang dikonsumsi individu memberikan gambaran di mana
posisinya dalam strukstur sosial. Untuk memberikan ilustrasi yang lebih jelas,
kita bisa kembali ke masa Orde Baru yang mana kelompok masyarakat yang makanan
pokoknya non-beras dianggap terbelakang. Interplasi untuk menjadi masyarakat
maju/modern semacam ini pada akhirnya bukan hanya mengubah diet harian, tapi
sekaligus mengubah sistem ekologi lokal dan sistem sosio-kultural kelompok
masyarakat tersebut serta tak jarang mengubah kemandirian pangan menjadi
ketergantungan pangan. Interplasi untuk menjadi masyarakat maju/modern pada
hari ini mengalami peningkatan dalam perluasan dan kedalamannya sehingga penghindaran-penghindaran
hampir mustahil dilakukan. Mari kita ambil contoh yang lebih mutakhir:
kebutuhan untuk mendatangi spot-spot yang instagramable pada dasarnya bukan
didorong semata oleh kebutuhan rekreatif yang bersifat personal, tapi juga,
bahkan lebih besar, didorong oleh interplasi untuk menjadi modern, untuk
menunjukan bahwa mereka bagian dari masyarakat maju. Namun demikian, upaya
mobilitas vertikal secara simbolik ini kerap menjadi sia-sia, saat massa jelata
berbondong-bondong mendatangi spot-spot populer, lapisan elite justru memburu
lokasi-lokasi tersembunyi yang kerap dikenal sebagai istilah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">escape</i>. Inilah salah satu mekanisme
untuk mengintegrasikan, atau lebih tepatnya meringkus, seluruh lapisan
masyarakat ke dalam masyarakat liberal.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebelum tulisan ini
berakhir, saya kira harus dinyatakan di sini bahwa tulisan ini disusun
berdasarkan kajian pustaka. Sebenarnya dalam tubuh tulisan ini banyak menyimpan
catatan kaki. Namun, karena terdesak oleh tenggat waktu penyelesaiannya dan
cara penulisannya, catatan-catatan kaki tak dapat disajikan. Walaupun demikian,
pembaca dapat menelusuri sumber pustaka yang disajikan di bawah untuk
mengonfirmasi dan mengomparasi isi tulisan. Sudah barang tentu hal ini lebih
menyulitkan pembaca dibandingkan bila catatan kaki tersedia. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Saya berharap tulisan ini dapat menjadi titik
keberangkatan untuk membuka upaya-upaya kajian yang lebih rinci dan kritis. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<!--[if gte vml 1]><v:shapetype
id="_x0000_t32" coordsize="21600,21600" o:spt="32" o:oned="t" path="m,l21600,21600e"
filled="f">
<v:path arrowok="t" fillok="f" o:connecttype="none"/>
<o:lock v:ext="edit" shapetype="t"/>
</v:shapetype><v:shape id="_x0000_s1026" type="#_x0000_t32" style='position:absolute;
margin-left:73.5pt;margin-top:22.1pt;width:283.45pt;height:0;z-index:251658240'
o:connectortype="straight" strokeweight=".5pt"/><![endif]--><!--[if !vml]--><span style="mso-ignore: vglayout;">
<table align="left" cellpadding="0" cellspacing="0">
<tbody>
<tr>
<td height="28" width="97"></td>
</tr>
<tr>
<td></td>
<td><img height="2" src="file:///C:/Users/PRANOTO/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif" v:shapes="_x0000_s1026" width="380" /></td>
</tr>
</tbody></table>
</span><!--[endif]--><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<br clear="ALL" style="mso-ignore: vglayout;" />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Daftar
Pustaka<o:p></o:p></span></u></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aprianto,
Tri Chandra; Dekolonisasi Perkebunan di Jember: Tahun 1930an – 1960an; Tesis,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok, Juli 2011<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Badan
Pusat Statistik Kabupaten Jember; Potret Usaha Pertanian Kabupaten Jember
Menurut Subsektor (Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2013 dan Survei
Pendapatan Usaha Rumah Tangga Pertanian 2013) <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>_______________<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>; Statistik Kesejahteraan
Kesejahteraan Kabupaten Jember 2017<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Howard
Dick, Vincent J.H. Houben, J. Thomas Lindblad, Thee Kian Wie; The Emergency Of
National Economy: An Economic History of Indonesia, 1800 – 2000; Asian Studies
Association of Australia in association with Allen & Unwin and University
of Hawi’i Press, Honolulu, 2002 <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Margana,
Sri; Ujung Timur Jawa, 1763 - 1813: Perebutan Hegemoni Blambangan; Pustaka
Ifada, Yogyakarta, 2012 <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pemerintah
Kabupaten Jember; Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Jember 2016<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Peraturan
Daerah Kabupaten Jember No.1 Tahun.2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Jember Tahun 2015 – 2035 dan Lampirannya<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Polanyi,
Karl; The Great Transformation: The Political and Economic Origin of Our Time;
Beacon Press, Boston, 2001<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sudjana,
I Made; Nagari Tawon Madu: Sejarah Politik Blambangan Abad XVII; Larasan
Sejarah, 2001<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 1.0cm; text-indent: -1.0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Wasino
and Nawiyanto; Plantation and Peasant Economy in Java Indonesia: A Comparative
Perspective on Western and Indigenous Enterprise in Jember and Mangkunegaran
during The Colonial Period; Asian-Agri History Vol.21, No.1, hal. 1-14, 2017 <o:p></o:p></span></div>
<br />Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-73039270905497460292019-05-06T23:49:00.003-07:002019-05-06T23:49:36.053-07:00Egalitarianisme, Pengajaran Kerja-lapang dan Kalistenik Anarkis<br />
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://2.bp.blogspot.com/-MunNzuntfOE/XNEpDGwP9jI/AAAAAAAAAoQ/2zQayF0LXjUFyiYlW7hozdAe_394Z1pygCEwYBhgL/s1600/kalistenik.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="304" data-original-width="219" height="400" src="https://2.bp.blogspot.com/-MunNzuntfOE/XNEpDGwP9jI/AAAAAAAAAoQ/2zQayF0LXjUFyiYlW7hozdAe_394Z1pygCEwYBhgL/s400/kalistenik.jpg" width="287" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 14.0pt; line-height: 115%;">Wawancara
dengan James C. Scott<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14.0pt;">Egalitarianisme,
Pengajaran Kerja-lapang <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14.0pt;">dan
Kalistenik Anarkis<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Oleh Diego Palacios Cerezales, Diogo
Duarte, Jose Manuel Sobral dan Jose Neves</span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Analise
Social, 2006, XLVIII (2.<sup>0</sup>), 2013<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">ISSN ONLINE
2182-1999<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<v:shapetype coordsize="21600,21600" filled="f" id="_x0000_t32" o:oned="t" o:spt="32" path="m,l21600,21600e">
<v:path arrowok="t" fillok="f" o:connecttype="none">
<o:lock shapetype="t" v:ext="edit">
</o:lock></v:path></v:shapetype><v:shape id="_x0000_s1026" o:connectortype="straight" style="height: 0; margin-left: -1.5pt; margin-top: .25pt; position: absolute; width: 245.25pt; z-index: 251659264;" type="#_x0000_t32"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><o:p> </o:p></span></v:shape></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-size: 12.0pt;">EDICAO E PROPRIEDADE<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
Instituto de Ciencias Sociais da Universidade de Lisboa. Av. Professor
Anibal de Bottencourt, 9</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
1600-189 Lisboa Portugal – analise. <a href="mailto:social@ics.ul.pt">social@ics.ul.pt</a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br /><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-0l9j6bxGgRg/XNEpVM1oFOI/AAAAAAAAAoY/o6YhQ0dHEz8tRoFkjslFEwsHUUn15qmZgCEwYBhgL/s1600/Scott%2Bfoto.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="195" data-original-width="198" height="195" src="https://4.bp.blogspot.com/-0l9j6bxGgRg/XNEpVM1oFOI/AAAAAAAAAoY/o6YhQ0dHEz8tRoFkjslFEwsHUUn15qmZgCEwYBhgL/s200/Scott%2Bfoto.jpg" width="200" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14.0pt;">Egalitarianisme,
Pengajaran Kerja-lapang <o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14.0pt;">dan
Kalistenik Anarkis<o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Wawancara dengan James C. Scott Oleh
Diego Palacios Cerezales, Diogo Duarte, Jose Manuel Sobral dan Jose Neves<o:p></o:p></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
James C. Scott adalah Profesor Kepala Ilmu Politik dan
Antropologi di Universitas Yale di mana ia bertanggungjawab untuk Program dalam
Kajian-kajian Agraria. Penulis buku-buku fundamental tentang lapangan-lapangan
kajian Agraria dan Gerakan-gerakan Sosial (tapi beresonansi luas dalam
bidang-bidang ilmu sosial lain), yakni <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Moral Economy of the Peassant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia</i>
(1977), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Weapons of the Weak Everyday
Forms of Peassant Resistance</i> (1985), dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Domination and the Arts of Resistance: Hidden Transcripts</i> (1990),
Scott akhir-akhir ini juga menerbitkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Art of Not Being Governed: An Anarchist History of Upland Southeast Asia</i>
(2009). Karyanya telah menjadi sumber utama inspirasi bagi kami dan karena itu
kami mengundangnya untuk mengunjungi Portugal guna mendiskusikan sejumlah
elemen-kunci penelitian-penelitiannya.</div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
Percakapan berikut bertempat di Lisbon, April 2012, diikuti
banyak mahasiswa dan peneliti baik dari Portugal maupun Spanyol. Percakapan
awalnya diarahkan oleh pertanyaan kami sendiri dan kemudian dibuka untuk
diskusi, menerima beberapa pertanyaan dari hadirin. Subyek diskusi berkisar
dari ikutserta Scott dalam Gerakan Perestroika<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dalam Ilmu Politik sampai kritiknya mengenai<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Negara dan konsep modernisme-tinggi (lihat
Seeing like a State – How Certain Schemes to Improve the Human Condition Have
Failed, buku Scott 1998). Percakapan juga termasuk suduat pandangnya mengenai
perlawanan dan kaitannya dengan sumbangsih oleh para penulis seperti,
diantaranya, E.P. Thompson, Michel Foucault, dan Pierre Clastres. Akhirnya,
kita juga mendiskusikan kemungkinan suatu “arus-balik anarkis” dalam ilmu-ilmu
sosial dan mengenali hukum Scott tentang kalistenik anarkis, dan beberapa
petunjuk mengenai buku barunya, Two Cheers for Anarchism: Six Easy Pieces on
Autonomy, Dignity, and Meaningful Work and Play (2012).<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Wawancara%20dengan%20James%20C.docx#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span style="font-size: 20.0pt; line-height: 115%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PEWAWANCARA (PWW)<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal">
Mari kita awali dengan beberapa pertanyaan perihal formasi
akdemis awal anda, yang mana, sejauh kami tahu, lebih langsung berhubungan
dengan Ilmu Politik. Jadi, Bagaimana bisa anda masuk Antropologi dan bagaimana
Antropologi memasuki tempat penting dalam karya anda?</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JAMES C. SCOTT (JCS)<o:p></o:p></b></div>
<div class="MsoNormal">
Terimakasih. Aku tersanjung sekaligus ngeri karena jumlah
orang di sini dan juga karena perubahan tempat acara. Ruangan lainnya kecil dan
nyaman dan yang ini ruangan yang mengintimidasi. Karena struktur hirarkisnya,
aku merasa aku hendak mengoperasi beberapa pasien dan mencangkok ginjal. Jadi,
ruangan memerlukan sesuatu yang lebih penting dariku daripada yang aku harus
sampaikan dan aku ingin kalian semua tahu bahwa kalian semua dapat panjang umur
dan hidup bahagia tanpa mendengarkanku. Aku dididik sebagai ilmuwan politik dan
pertanyaan mengenai bagaimana aku menjadi seorang antropolog, seorang
antropolog gadungan, tumbuh dari karyaku mengenai para petani gurem.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Aku menulis sebuah buku berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Moral Economy of the Peasant – Rebellion and
Subsistence in Southeast Asia </i>sudah lama lalu [1977], buku utama pertamaku,
didasarkan sepenuhnya pada sumber-sumber<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>perpustakaan dan karya arsip. Setelah aku menerbitkannya, orang-orang
bertanya padaku di mana aku lakukan kerja-lapangku dan faktanya aadalah aku
tidak melakukan kerja-lapang. Jadi, aku malu bahkan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan mereka. Karena aku putuskan untuk membaktikan karierku
pada titik ini untuk mempelajari para petani gurem, aku pikir bahwa, bila aku
akan melakukannya, aku perlu menghabiskan dua tahun atau lebih di sebuah desa
petani gurem, sehingga setiap saat aku tergoda untuk membuat suatu generalisasi
besar, aku punya sebuah tempat nyata yang aku pahami dan sehingga aku dapat
menguji generalisasi-generalisasi . Jadi, aku menghabiskan dua tahun di sebuah
desa Melayu, hasilnya adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Weapons of
the Weak</i>, seperti yang kalian tahu. Faktanya aku adalah seorang pembelot,
seorang desertir dari pasukan para ilmuwan politik dan aku secara formal tidak
pernah dididik sebagai seorang antropolog. Sekitar limabelas tahun lalu, saat
aku memberikan ceramah kecil di Toronto, posternya menyebut “James Scott,
antropolog sosial dari Yale”. Itu adalah pertamakali seseorang keliru
menyebutku sebagai seorang antropolog dan aku sangat bangga, aku simpan poster
kecil itu. Itu seperti seseorang yang ingin diterima sebagai anggota suatu suku
dan ditolak dan kemudian, akhirnya, aku punya momen yang aku dapat telah lalui,
seperti kita katakan, sebagai seorang antropolog. Aku selalu mengiri
Antropologi dan aku lebih bahagia dalam suku ini daripada sebelumnya dalam suku
Ilmu Politik.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW</b><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Dalam
analisa anda, seperti yang kita telah diskusikan, pemahaman orang-orang
terhadap situasi mereka sendiri, pandangan-dunia mereka, adalah sangat penting.
Apakah anda piikir ada sesuatu yang biografis dalam relevansi ini? Apakah ini
merefleksikan ideal-ideal demokrasi yang anda disosialisasi dalam diri anda?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS</b><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Aku
belum memikirkan pertanyaan itu. . . Aku dapat menceritakan pada kalian
mengenai keberkaitan tapi aku tak yakin kisahnya hakiki. Kita semua
menceritakan kisah mengenai diri kita sendiri. Izinkan aku memulai jawaban
dengan suatu kisah yang aku sangat senangi, oleh Jean-Paul Sartre. Aku kira
dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">L’</i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">Ê</span>tre
et le n</i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">é</span>ant</i> (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Being and Nothingness</i>), ia menciptakan situasi yang mana seorang
lelaki menghadapi suatu pilihan apakah tetap tinggal bersama ibunya yang sakit
atau pergi bersama istrinya yang pergi untuk kerja. Ia tidak tahu apa yang
harus dilakukan: ada sedua kewajiban yang ia pikul. Tapi harinya tiba, sama
seperti saat hari pemogokan tiba dan orang-orang harus memutuskan untuk ikut
mogok atau tetap tinggal di pabrik. Bagaimanapun, saatnya tiba dan katakan
saja, lelaki itu memutuskan untuk tinggal bersama ibunya yang sakit. Argumen
Sartre adalah bahwa kelak ia akan dapat memberimu suatu kisah tentang mengapa
ia adalah sejenis laki-laki yang mau tinggal bersama ibunya yang sakit.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ini tidak menjelaskan mengapa ia lakukan apa
yang ia lakukan, ini hanya berarti bahwa ia harus menciptakan suatu kisah kelak
untuk memahami dirinya sendiri. Dengan cara yang sama orang-orang menunjukan
hubungan dalam karyaku yang aku tak yakin benar-benar hakiki tapi aku akan
ceritakan kisah yang sesuai untuk pertanyaanmu. Aku bersekolah di suatu sekolah
Quaker. Aku tak tahu apakah kalian tahu banyak mengenai Quaker, tapi secara
historis Quaker adalah sekte protestan yang keras yang tumbuh dalam Perang
Sipil Inggris. Mereka menolak untuk menyebut “Sir”, “Ma’am” atau “Mr.”, mereka
menolak melepas topi, mereka memanggil setiap orang dengan nama depannya. Ini
adalah sejenis egalitarianisme linguistik, bila kalian suka. Dan mereka adalah
suatu sekte radikal. Pemimpin pertama Quaker diingkari, secara prinsip, dalam
reaksi Cromwellian. Di sekolah di mana aku tumbuh ada banyak pengelak wajib
militer dari Perang Dunia Kedua, para lelaki baya yang memilih masuk penjara
daripada bertempur dalam ketentaraan. Sebagaimana kalian dapat bayangkan, ini
bukan suatu hal populer untuk diperbuatdan begitulah aku mempunyai, dalam arti
itu, teladan dipenjelang ku para lelaki yang memilih masuk penjara dan yang
mampu tegak berdiri dalam suatu kerumunan banyak orang dan menjadi seorang
minoritas. Aku pikir Quaker mengajariku bagaimana tegak berdiri dalam suatu
kerumunan orang banyak dan menjadi yang minoritas. Quaker dapat melakukannya
seraya mencintai musuh mereka; aku tidak dapat melakukannya. Aku hanya dapat
tegak berdiri sebagai seorang minoritas, justru dengan marah. Jadi, aku tidak
punya jiwa Qiuaker tulen. Tapi Quaker punya suatu hal lain, yang mana berada
pada pusat doktrin mereka mengenai “cahaya Tuhan dalam setiap manusia”, entah
seorang pengemis atau seorang budak. Quaker bertanggungjawab atas reformasi
penjara, untuk apa yang disebut rel-kereta bawahtanah yang membawa para budak
ke Kanada melalui suatu pengambilalihan areal-areal pertanian sepanjang jalan
utara, sehingga mereka dapat melarikan diri. Mereka bertanggungjawab untuk
sebagian besar pendidikan bagi para Pribumi Amerika. Ada semacam “pekan-kerja”
Quaker yang mana kita akan menghabiskan sepekan di tengah-tengah mereka yang
sangat termiskin di Philadelphia. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ini
semacam perjalanan pengusiran yang Quaker berikan padaku dan itu sangat
mempengaruhi. Aku tidak tumbuh besar dalam keluarga Quaker, karena kedua orangtuaku
ateis. Aku kemudian sempat menjadi seorang Quaker walaupun hari ini aku tidak
mempraktikan Quakerisme. Sekolah itu luar biasa mempengaruhiku. Ayahku
meninggal saat aku sembilan tahun dan jadi sekolah menjadi semacam orangtua
pengganti bagiku. Tapi, sekali lagi, ini adalah suatu kisah yang aku ceritakan
dan ini sebenar setiap kisah yang aku mau kisahkan pada kalian. Tapi aku tidak
benar-benar yakin ini berkaitan. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>The
Moral Economy of the Peasant memicu debat sengit dalam kajian petani gurem dan,
terutama, antara anda dan Samuel Popkin, yang menulis sebuah buku untuk
membanrah tesis anda. Terminologi-terminologi debat tersebut tidak sepenuhnya
baru, dan mengulangi beberapa diskusi lama antar pandangan-pandangan
antropologi yang bertentangan mengenai pentingnya budaya guna memahami ekonomi untuk
argumen-argumen yang lebih bermanfaat. Debat tersebut sangat relevan dengan
ekonomi dan sudut-sudut pandang antropologis<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>mengenai individu dan sosial, tapi juga punya kemaknaan epistemologis
yang dalam. Apakah anda pikir ini diskusi yang masih berarti saat ini dan, jika
demikian, dengan cara apa anda pikir bahwa terminologi-terminologi debat ini
telah berubah sejak itu?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Bagi
diantara kalian yang mungkin telah membaca <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Rational Peasant – The Political Economy of Rural Society in Vietnam</i>-nya
Samuel Popokin [1979] dan buku pertamaku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Moral Economy of the Peasant</i>, ini mungkin berarti. Hal yang menyesalkanku
mengenai debat tersebut adalah penyebutan bukuku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Moral Economy of the Peasant</i>, yang mana disarankan pada
beberapa orang bahwa aku pikir para petani gurem adalah altruis, bersedia untuk
membaringkan hidup mereka bagi sesama mereka dan ini adalah “satu untuk semua
dan semua untuk satu”, semacam komunitas komunis primitif. Tapi aku
menyatakannya sangat jelas bahwa para petani gurem, sebagaimana aku pahami,
berperilaku sangat-sangat rasional dan bahwa mereka ingin melindungi diri
mereka sendiri terhadap dampak paling buruk dari kekurangan pangan dengan
pengaturan-pengaturan sosial yang memberikan suatu jaminan terhadap dampak yang
paling buruk. Dalam hal ini, aku mempunyai suatu gambaran para petani gurem
yang benar-benar rasional yang beroperasi dalam kondisi-kondisi yang sangat
sulit guna memastikan bahwa masalah-masalah pasokan pangan mereka tidak mengakibatkan
paceklik dan kelaparan. Aku pikir bukuku adalah suatu kajian mengenai kaum
petani gurem yang rasional. Manakala Samuel Popkin menyebut bukunya The
Rational Peasant, ini menyiratkan bahwa aku punya suatu teori yang gila atau
kaum tani altruistik. Aku pikir ini sangat pintar; ini misrepresentasi debat
dan, tentu saja, seperti yang kalian siratkan, dua buku tersebut lantas
dianggap sebagai semacam “kembar setan” dalam banyak ruang kelas dan aku pikir
ini adalah ruang kelas yang berhasil sebagai pengajaran debat, walaupun aku
pikir judulnya mengarahkan pada banyak kesalahpahaman. Pertanyaannya adalah
apakah perdebatan ini sahih pada hari ini, aku kira jawabannya ya, artinya, bahwa
dalam Ekonomi dan Ilmu Politik gagasan Individu yang memaksimalkan agen berada
tepat di pusat Ekonomi Neoklasik dan banyak Teori Pilihan Rasional dalam Ilmu
Politik.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Walaupun
aku pikir Teori Pilihan Rasional mempunyai hal-hal penting yang mengajari kita,
pokok dalam The Moral Economy of the Peasant adalah pengaturan yang mungkin
telah mempunyai suatu basis rasional, lama kelamaan, bila bernilai dan menjadi
lazim, memerlukan semacam nilai moral, sehingga manakala dirusak dan dilanggar,
reaksinya bukan hanya kehilangan pangan atau pendapatan, tapi suatu reaksi yang
mempunyai nada moral terhadap pelanggaran semacam kontrak sosial. Kalian tidak
dapat menghitung, aku kira, untuk kegusaran, kemarahan, dan kegeraman petani
gurem, kecuali kalian menghitung, bila kalian mau, surplus kegeraman yang
melampaui apa yang diturunkan secara rasional. Dan nampak padaku bahwa kita
dapat katakan ini tentang segala hal pilihan kita, kendatipun banyak orang
berbicara dalam semacam kosakata neoklasik mengenai relasi-relasi personal
(dalam bahasa Inggris dan bahasa Inggris Amerika, orang akan mengatakan “Aku
banyak berinvestasi padanya” dan “Aku harus memangkas kerugianku”, dan
sebagainya). Ini kosakata yang menjadi hegemonik sementara faktanya kita tahu
tak seorangpun membuat pilihan seperti ini yang tidak dimasukan dengan suatu
penanaman kombinasi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang menerima
gagasan mengenai apa yang wajar, adil, lazim, tradisional dalam kobtrak sosial,
disamping kalkulasi rasional, yang mana mendapat tempat tapi bukan tempat yang
hegemonik dalam pembuatan keputusan kita mengenai apapun. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Anda telah mengkritik gagasan bahwa bawahan
mematuhi tatanan yang ada karena mereka menerima ideologi dominan. Tapi dalam
karya Anda, Anda terutama membahas bentuk-bentuk dominasi yang berkaitan dengan
perbudakan, kepemilikan, kelas, dan kekuasaan politik. Tidakkah Anda pikir
bahwa beberapa tipe ketaksetaraan diterima secara lebih luas, seperti yang
berkait dengan pememilikan kebudayaan atau modal pendidikan? Dan tidakkan ini
berarti bahwa mereka yang kurang atau tidak punya akses pada hal-hal tersebut
mempercayai pentingnya modal-modal tersebut?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS</b><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Aku
kira pertanyaanmu tepat dan penting. Dalam The Moral Economy of the Peasant,
Weapons<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>of the Weak and Domination and
the Arts of Resistance, aku memilih dengan sengaja, secara seksama,
situasi-situasi yang di dalamnya terjalin hubungan-hubungan biner yang kuat
(sahaya dan majikan, budak dan tuan, petani gurem dan tuan tanah, paria dan
brahmana) sebagian karena ada kepustakaan yang membuatku memahami kedua sisi
biner tersebut. Ini memperlihatkan padaku bahwa manakala kalian memiliki,
katakanlah, barang prestise yang bernilai seperti kemakmuran atau
pendidikan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang, setidaknya secara
mendasar, dapat dicapai oleh semua, maka ini jauh lebih mudah untuk
melegitimasi perbedaan. Tentu, pada Republik Revolusi pasca-Prancis Modern
mitologinya adalah bahwa perbedaan-perbedaan yang eksis didasarkan pada
kriteria meritokratis: prestasi, pendidikan, gelar, keterampilan, dan
sejenisnya. Dalam hal ini, dan ini adalah cara yang sangat kasar untuk memahami
demokrasi kontemporer, namun ini juga suatu titik tolak yang bagus, dalam
kehidupan politik Barat neoliberal yang diorganisir untuk keuntungan bagi 15%
atau 20% yang berada di puncak dari distribusi pendapatan. Mereka mengontrol
legeslasi, uang, partai-partai dan semacamnya. Muslihat dalam suatu pemilihan
adalah meyakinkan 30% berikutnya untuk takut pada 50% yang berada di dasar
daripada cemburu pada 20% yang berada di puncak. Ini adalah sihir perdukunan
pada setiap pemilihan. Ini tidak selalu berhasil, tapi untuk sebagian besarnya
ini berhasil karena, seperti Gramsci pahami, kuntungan-keuntungan posisional
untuk menanamkan pengaruh kemakmuran di media, dan sejenisnya, mempunyai suatu
kekuasaan besar untuk meyakinkan mereka yang 30% bahwa posisi mereka juga
lemah. Dalam hal ini, kebermungkinan pelegitimasian perbedaan-perbedaan dalam
peluang-peluang hidup, dan penghargaan untuk hal tersebut, dalam demokrasi
sekular modern jauh lebih besar dari yang ada dalam sistem yang aku analisa
dalam karyaku. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ini seperti ilmiahisme
pertengahan, suatu permainan internal. Aku sebenarnya berpikir bahwa air pasang
telah menyerang pemodelan formal dan kuantitatif semata-mata dan pilihan
rasional bekerja, sebagian karena “gerakan Perestroika”, tapi tidak hanya
karena itu. Ada yang lebih menekan pada tekhnik-tekhnik kualitatif, dan
sehingga, aku tak secara umum optimis, tapi aku pikir ombak telah memuncak
untuk pemodelan formal semata-mata dan kerja kuantitatif semata-mata.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Karya
anda menghubungkan dirinya sendiri pada dua warisan yang kerap mengkhususkan:
warisan E.P. Thompson dan warisan Foucault, yaitu kajiannya mengenai
governmentality, kekuasaan, dan perlawanan. Dan, untuk menyatakannya secara
mudah dan secara terbuka: Apa yang pemikiran Foucault tersebut berikan pada
persepektif-perspektif anda yang Thompson tidak berikan? Dan apa anda pikirkan
mengenai pemikiran bersama seduanya?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Pertanyaan
itu memerlukan sehari penuh simposium mengenai E.P. Thompson dan mengenai
Foucault, tapi kita tak punya waktu untuk itu. Disamping The Great Transformation-nya
Karl Polanyi, The Making of the English Working Class-nya E.P Thompson mungkin
hal paling penting yang aku baca ketika aku seorang sarjana yang masih muda:
Aku dapat mengingat kursi dan ruangan yang di mana aku duduk seraya membacanya,
ini sangat terkenang. Bagiku, argumen bahwa kesadaran kelas adalah suatu produk
perjuangan kelas daripada perjuangan kelas adalah suatu produk dari kesadaran
kelas, adalah pemikiran yang brilian. Ini bukan seolah-olah ada suatu kelas
yang sadar proletariat yang kemudian memutuskan untuk berjuang tapi bahwa,
faktanya, suatu perasaan kekelasan keluar dari perjuangan-perjuangan menuntut
upah, menuntut, seperti yang ia katakan, jatah biskuit dan hal-hal kecil. Dari
hal tersebut, suatu perasaan tentang siapa kita dan apa yang sedang kita
perjuangkan, muncul kesadaran kelas. Ini, seperti yang ia katakan, syarat
terakhir dari relasi kelas, bukan yang pertama. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Aku pikir ini mengarahkan orang yang mau
mempelajari kelas mengenai mikro-politik perjuangan-perjuangan pada level
dasar. Bagiku, itu adalah contoh pertama mengenai seseorang yang telah
melakukannya dengan cara yang meyakinkan yang aku ingin teladani dalam karyaku
sendiri. Foucault betul-betul hal yang sangat berbeda dari apa-apa yang telah
kita bicarakan. Aku kira, karya Foucault paling penting bagiku adalah
Discipline and Punishment. Tidak dapat dibayangkan aku dapat menulis Seeing
Like a State – Betapa skema-skema tertentu untuk meningkatkan kondisi manusia
telah gagal tanpa suatu gambaran usaha Foucault.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ia tidak menggunakan kata legibiltas, yang
mana aku gunakan dalam Seeing Like a State, tetapi, dalam suatu artian, ia
mempunyai suatu teori legibiltas yang aku pinjam sangat banyak. Jadi, Aku
banyak berhutang pada Foucault. Satu hal – dan aku duga tak seorang akan mencelanya
sebagai orang mati – tapi satu hal yang aku kritik dari Foucault adalah karena
ia terus menjanjikan suatu teori perlawanan yang ia tidak pernah wujudkan.
Katakanlah, ia benar-benar meyakinkan mengenai dampak-dampak kapiler kekuasaan,
legibilitas, kontrol, cara kekuasaan bekerja pada level-level<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mikro. Ia kemudian terus mengatakan
perlawanan dapat dipahami dengan cara yang persis sama, tapi ia tidak pernah
cukup bergerak untuk mengisi sisi lain yang ia janjikan. Aku yakin ia sudah, ia
telah mengajariku banyak hal. Aku terus menunggu. Bersama setiap buku baru yang
ia terbitkan, aku membayangkan, “Ini, ini akan mengajariku mengenai
perlawanan!”. Aku kira ia sangat memesona dan sangat brilian dalam
menggambarkan dampak-dampak mikro kekuasaan sehingga ia tidak pernah ke
mana-mana untuk mengerjakan banyak hal guna menganalisa perlawanan dengan cara
yang sama. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Kajian-kajian
Agraria adalah bagian penting dari karya Anda dam Anda bahkan bertanggungjawab
untuk pengorganisasian suatu seminar penting mengenai tema ini di Yale untuk
lebih dari satu dekade. Kami ingin mengetahui pemikiran-pemikran Anda tentang
peningkatan jumlah paten bibit dan tanaman dan, terutama, bagaimana kau melihat
fenomena macam ini dalam cahaya suatu karya seperti Seeing Like a State?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
tidak menganggap aku punya segala yang lebih waskita untuk mengatakan mengenai
hal ini daripada kalian semua, mungkin. Aku belum mengerjakan suatu kajian
khusus mengenai itu, meskipun aku punya sejumlah siswa yang tertarik pada
Monsanto dan Genetically Modified Organisms (GMO). Usaha yang bermula di
Pengadilan Amerika tahun 1970-an untuk mematenkan bentuk-bentuk kehidupan yang
adalah semacam pengandangan kebersamaan, suatu pengandangan botanis dan kekayaan
organik di dunia, yang di dalamnya kalian kemudian dapat mengambil suatu
komposisi organis dan dengan mengubah satu asam amino kamu dapat mematenkan
bentuk kehidupan ini dan menggugat siapapun yang melanggar paten tersebut.
Sejarah pemilikan adalah perluasan imperial untuk pemilikan dengan
mengandangkan hal-hal yang kau tak pernah imajinasikan sebagai subyek dari
relasi pemilikan. Sebagai misal, upaya privatisasi pasokan air, paten
bentuk-bentuk baru kehidupan, penyedotan darah dari kelompok-kelompok pribumi
guna mematenkan enzim-enzim tertentu yang mereka miliki dan orang lain tak punya.
Ini nampak menjadi perbatasan terkahir dari hubungan pemiilikan. Dengan suatu
cara, yakni, pemusnahan suatu kebersamaan alami yang kita semua seharusnya
mempunyai hak-hak yang setara dan tak harus menjadi subyek klaim-klaim
pemilikian pribadi yang monopolistik. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Pada
hari ini nampak ada semacam kembalinya gagasan dan prinsip anarkis. Hal ini
mungkin lebih kasatmata pada level politis/aktivis tapi juga pada level ilmu
pengetahuan. Judul dan subjudul buku terakhir Anda berbicara mengenai ini: The
Art of Not Being Governed – An anarchist history of upland Southeast Asia. Dan
kita juga dapat menyebut karya kolega Amerika dan antropolog Anda, David
Greaber, sebagai misal, dengan Fragments of an Anarchist Anthropology-nya.
Impilkasi-implikasi dalam ilmu-ilmu sosial macam apa yang dapat kita harapkan
dari semacam “kembalinya anarkis”. Akankah ada suatu implikasi pada level
metodologi, epistemologi, etik, gaya penulisan?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Juga
suatu pertanyaan yang menarik karenanya aku pikir aku mungkin punya sesuatu
untuk aku tambahkan. Pada permulaan upayaku untuk memahami revolusi-revolusi
kaum tani gurem, aku menyadari bahw hampir semua revolusi yang aku pelajari justru
menciptakan Negara yang lebih kuat yang mampu menyejahterakan dirinya sendiri
dengan menghisap rakyatnya dengan lebih menindas dan menyeluruh dibanding kan
Negara yang digantikannya. Karenanya tumbuh perasaan sedih dan murung jika
membaca sejarah-sejarah revolusi yang menciptakan Negara-Negara yang lebih kuat
dan kerap lebih menindas. Seorang kawanku pernah berkata, “Kau tahu, ketika
revolusi menjadi negara saat itulah ia menjadi musuhku”. Aku pikir ini adalah
pengamatan yang tepat. Jadi, aku dengan sendirinya mengatakan hal-hal yang
sebelumnya mereka ujarkan, aku menyadari dalam kepalaku, “Suara-suara seperti
apa yang seorang anarkis akan katakan”. Dan demikianlah: dua titik membuat
sebuah garis dalam geometri, tapi manakala titik ketiga, keempat, kelima, dan
keenam semuanya menoktah pada garis yang sama , kalian harus memberi perhatian.
Jadi, aku putuskan untuk mengajarkan tentang Anarkisme di Yale dan telah
berjalan selama tiga tahun, yang mana, seperti kalian dapat bayangkan, membawa
semua calon sarjana berjejal dalam satu ruangan. Jika kalian menjatuhkan sebuah
bom di atas ruang kelasku, kau akan sudah memusnahkan seluruh calon sarjana di
Universitas Yale dalam sekali tiup. Kami bersama-sama membaca anarkis klasik
yang kalian semua sudah ketahui. Tapi aku putuskan aku akan mencoba menulis
dengan cara berbeda dari yang aku telah tulis secara historis, yang mana adalah
suatu cara yang benar-benar dorongan batin. Jadi, aku putuskan untuk mencoba
suatu bentuk tulisan yang berbeda, suatu gaya tulisan yang longgar dan lebih
mudah.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
menulis sebuah buku yang akan terbit empat sampai lima bulan lagi berjudul Two
Cheers for Anarchism!, bukan tiga, tapi dua tempik buat Anarkisme. Bukan
tentang sejarah pemikiran anarkis atau gerakan-gerakan anarkis. Kalian tak akan
mempelajari apapun tentang hal tersebut dari buku ini. Ini adalah suatu upaya
untuk memahami bagaimana jiwa atau kepekaan anarkis yang mungkin dapat
membantumu memahami<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kesetaraan dan
potensi-potensi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kebebasan pada tiap
institusi sosial. Anarkisme berarti mutualitas tanpa hirarki, kerjasama dan
koordinasi tanpa hirarki, bukan kekacauan tapi jenis tertentu tatanan. Dan
juga, Aku berusaha membahas mengenai apa itu arena bermain anarkis, monumen
anarkis, situasi kerja anarkis, atau menyerupai kampung halaman masyarakat lama
anarkis, dan bagaimana kalian dapat mengevaluasi institusi-institusi dalam hal
tingkat kebebasan dan otonomi yang mereka selaraskan dengan masyarakat, dan
penghargaan mereka untuk beragam cita-cita masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan
perubahan mereka, alih-alih memanipulasi identitas dan hasrat masyarakat
tersebut. Aku berusaha mengeluarkan, adalam artian, bagaimana suatu kepekaan
anarkis mungkin dapat membantu kita mengevaluasi institusi-institusi. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Aku akan ngomong satu hal lain.
Aku memulai buku dengan apa yang aku sebut, dengan lancang, Scott’s law of
anarchist calisthenics. Aku di Jerman Timur setahun pada 1991, setelah tembok
Berlin runtuh, aku bekerja di sebuh desa kaum tani gurem selama enam pekan guna
meningkatkan bahasa Jermanku karena aku tak mau duduk di dalam Goethe Institute
dengan para remaja. Pada satu pekan, karena para kaum tani gurem Jerman Timur
tempat aku numpang takut padaku dan aku bosan dengan mereka, aku putuskan untuk
memberikan liburan pada mereka dariku dan sekaligus meliburkan diriku sendiri
dari mereka. Jadi, aku pergi ke kota Neubrandenburg dan untuk enam pekan,
menunggu kereta yang akan membawaku kembali ke desa, di depan stasiun kereta
aku lihat lampu merah. Saat itu petang dan mutlak tak ada lalang lalu lintas.
Dataran Mecklenburg rata: Kalian dapat melihat sejauh delapan kilometer pada
tiap arah dan tidak ada kendaraan yang menjelang. Tapi ada 60 orang jerman
menunggu lampu berganti. Lampu diatur untuk siang hari, aku kira. Itu memakan
waktu lima sampai enam menit, dan semua orang Jerman itu menunggu lampu
berganti, dan karena aku merasa percaya diri sebab kalimat bahasa Jerman
terakhirku berfungsi, aku jalan menyeberang dan diomeli. Dan apabila kalimat
bahasa Jermanku gagal, dan ini kerap terjadi, aku menunggu saja bersama mereka
sampai lampu berganti. Marah pada diri sendiri karena menunggu, aku menemukan
Scott’s law of anarchist calisthenics, yang berbunyi seperti ini: Suatu hari
dalam hidupmu, kau akan terpanggil untuk melanggar hukum besar dan segala
sesuatunya akan tergantung pada ini. Berpikir mengenai gerakan hak-hak sipil,
melaga kebebasan, melanggar hukum-hukum pelawatan di Afrika Selatan,
penangkapan-penangkapan sipil dalam demonstrasi. Jika kalian ingin bersiap
untuk hari besar itu, segala sesuatunya akan bergantung pada hal ini, dan
kalian, karenanya harus tetap di sasana dan menggembleng diri. Dan jadim kalian
harus, setiap dua atau tiga hari, melanggar hukum kecil, sehingga kalian siap
ketika momen besar menjelang dan kalian dapat melanggar hukum besar. Dan
kemudian aku melanjutkan dengan menjelaskan bahwa di abad 20 setiap episode
utama perubahan struktural di Amerika Serikat berasal dari gangguan
ekstra-perlementer di luar sirkuit-sirkuit normal politik-politik legeslatif.
Ini adalah semacam tragedi bahwa semua institusi demokratis tersebut, yang
dianggap menjadi kendaraan-kendaraan penerjemahan dan perubahan untuk
kehendak-kehendak rakyat, sesungguhnya tidak berfungsi di negeriku sejak
pergantian abad, kecuali jika mereka disertai oleh banjir bah besar kekacauan
yang tidak dapat dijinakkan. Perubahan-perubahan besar tersebut hanya terjadi
sebagai suatu akibat dari gangguan-gangguan, yang mana dapat mengarah pada lain
hal, konsekwensi yang lebih buruk, tapi mereka nampak menjadi suatu kebutuhan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>walau kondisinya tak mencukupi untuk
perubahan struktural berskala besar. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Secara
umum Anda membahas tindakan negara dengan sangat kritis. Tapi, seperti yang
Anda tahu, setelah Perang Dunia Kedua dan dalam konteks Perang Dingin,
negara-negara Barat, dan demokrasi sosial terutama, memainkan suatu peran kunci
dalam mendemokratisasi masyarakat dan dengan – walaupun tak banyak – menekan
ketimpangan-ketimpangan. Negara Kesejahteraan diserang oleh Konservatif sejak
tahun-tahun Reagan-Thatcher dan Anda menemukan para pendukungnya pada Kaum
Kiri. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
sendiri pasti akan membela Negara Kesejahteraan melawan serangan neoliberal.
Bagaimanapun, kita tidak boleh berpikir Negara Kesejahteraan sebagai sekedar
produk dari suatu pemerintah yang jinak dan murah hati. Sesungguhnya Negara
Kesejahteraan adalah produk dari perjuangan-perjuangan yang menciptakannya
keping demi keping. Jika kau berpikir mengenai, katakanlah, New Deal (Kebijakan
Baru yang dijalankan oleh Presiden Roosevelt untuk mengatasi Depresi tahun
1930-an) di Amerika Serikat, legislasi sosial adalah hasil dari kerusuhan, yang
membuat Franklin Roosevelt berpaling pada aspek-aspek perubahan struktural yang
kita tahu disebut New Deal. Itu bukan suatu pengakuan oleh para elit bahwa
rakyat membutuhkan Negara Kesejahteraan. Itu adalah, jika kalian mau, suatu
reformas kontra-revolusioner, guna menjegal apa yang nampak seperti situasi
revolusioner. Dalam arti yang sama, dan ini hal aneh untuk mengatakannya,
alih-alih aku rindu Perang Dingin. Pada puncaknya Barat di Dunia Ketiga dan di
Amerika Latin mendorong reforma agraria, karena mereka takut pengambilalihan
komunis di Amerika Latin, sebagian Afrika, Asia Tenggara, atau Vietnam. Reforma
agraria adalah suatu upaya mengatasi komunis untuk redistribusi egalitarian
untuk komoditas paling penting bagi kaum tani gurem: tanah. Sejak 1989, aku
menantang kalian untuk menemukan dokumen Bank Dunia atau IMF yang membahas
secara serius mengenai reforma agraria. Begitu momen Blok Sosialis sirna,
reforma agraria tidak pernah dikemukakan lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Anda
berbicara mengenai nostalgia. Kembali pada gagasan ini yang kadangkala dalam
E.P. Thompson dan dalam karya Anda muncul, dan ini bisa jadi dikritisi atau
tidak, suatu nostalgi atau kritik romantik modernisasi. Sebagai misal, dalam
Seeing Like a State, Anda entah mengapa tak menghargai – aku tahu kalau ini
bukan kata yang pantas – proyek urban sebuah kota seperti Brasilia dan
memberikan pujian pada sebuah kota seperti Bruges. Bukankah ada resiko kalau
keterpikatan romantik Anda akhirnya mengidealkan suatu pabrik urban kota-kota
seperti Bruges?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Ya.
Aku mencoba menggunakan Bruges sebagai misal suatu kota yang tumbuh lebih
kurang secara organik tanpa rencana terpusat pun, sebagaimana juga Damascus
atau Fez: hampir tidak ada jalanan bersudut siku-siku, gang-gang yang ada
biasanya hasil dari jalansetapak-jalansetapak dan lintasan-lintasan dari
periode sebelumnya, dan demikianlah kalian mendapatkan bentuk urban yang di
dalamnya ada suatu kesatuan fungsi dan tiadanya rencana terpusat menyeluruh.
Penggunaanku atas Bruges bukan untuk memuji hubungan-hubungan sosial pada awal
kota, sebagai egalitarian dan wajar, tapi untuk memberikan suatu misal dari
suatu kota yang tumbuh yang secara mendasar berbeda dari kota-kota pencerahan
seperti Chicago, Philadelphia, atau Brasilia, yang mana direncanakan dari atas.
Alasan aku menggunakan Brasilia, sesungguhnya, karena direncanakan oleh para
arsitek sayap kiri (Lucio Costa dan Oscar Niemeyer), yang punya keyakinan
komunis dan suatu gagasan tentang apa yang rakyat butuhkan dalam hal “begitu
banyak” irama dan ruang persegi, “begitu melimpah” udara, air, jendela, cahaya
matahari. Tentu ini adalah sebuah kota administratif untuk para administratur,
tapi mereka pikir mereka sedang merencanakan untuk, jika kalian suka,
kesejahteraan rakyat. Apa yang menarik adalah bahwa rakyat yang mereka
rencanakan adalah rakyat abstrak. Mereka mungkin sebagaimana masyarakat di
Togo, Afrika Selatan, Laos atau Kamboja. Mereka tidak mempunyai sejarah, selera
dan nilai. Itu adalah perencanaan abstrak untuk manusia abstrak dengan
kebutuhan-kebutuhan manusiawi yang abstrak. Tidak ada, dalam artian,
historisitas mengenainya, tidak pernah menyentuh dasar. Sebagai hasilnya, kota
yang benar-benar tak berhasil. Ada suatu penyakit psiko-analitis yang
didiagnosa sebagai brasilites, karena orang-orang yang pindah dari Sao Paulo
dan Rio ke Brasilia terjangkit suatu depresi klinis, karena hanya ada kerja dan
apartemenya. Aku tak bermaksud mengumbulkan pengaturan-pengaturan tradisional
hanya karena itu adalah pengaturan-pengaturan tradisional. Mereka menyandikan
ketaksetaraan-ketaksetaraan akbar, keluarga patriarkal, segala macam bentuk,
jika kalian suka, penindasan bahasa daerah. Tapi aku memaksudkan untuk
membandingkannya dengan Negara yang diamanati rencana-rencana modernis tinggi
yang, bagiku terlihat, bahkan lebih sulit untuk mengubah dan menjebol. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PWW<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Mungkinkah
memikirkan mengenai suatu proyek politik yang tak bakal secara hakekat menjadi
sangat terstandarisasi, seperti yang terjadi dengan para utopia rasionalis pembangunan
modernis tinggi sebagaimana kau memapaparkannya?</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JSC<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
ragu apakah aku dapat lulus menjawab pertanyaan itu, dalam artian bahwa aku tak
cakap meramalkan masa depan atau pemikiran utopia. Satu hal yang aku dapat
katakan adalah bahwa kita belaka dapat memahami mengapa orang-orang sekarang
mempelajari Anarkisme, yang telah menghilang dari kajian-kajian akademik selama
30 – 40 tahun, dengan dua pengamatan. Pertama adalah bahwa bentuk-bentuk
sosialis dari negara-pelopor modernisasi dan program-program egalitarian
terbukti gagal atau buruk. Kedua adalah bahwa, ragam kerusuhan yang kalian
lihat tidak distruktur atau diorkestrasi oleh gerakan-gerakan sosial
terorganisir, partai-partai sayap kiri dan sejenisnya. Mereka adalah ledakan
kemurkaan dan kegeraman, seperti dalam indignados, lihatlah di pinggiran Paris,
kerusuhan-kerusuhan ghetto tahun 1960-an di Amerika Serikat, dan lihatlah
gerakan Occupy Wall Street. Seseorang harus memperhitungkan perubahan bentuk
tindakan publik, yang mana aku juga akan memasukan Arab Spring. Apa yang
menarik bagiku adalah bahwa ada gerakan-gerakan yang mengambil tempat saat
sayap kiri Persaudaraan Islam memutuskan ingin mempersekutukan dirinya sendiri
dengan gerakan-gerakan tersebut. Ini sangat terlambat dalam permainan: mereka
tidak memicunya dan, malahan, berdiri menyisih. Jadi, jika kita ingin memahami
bentuk empiris protes terkini, ini nampak lebih seperti kelompok-kelompok kecil
yang bersekutu karena ketetanggaan. Ada bentuk anarkis padanya. Aku sedang
bertengkar dengan penerbitku tentang sampul buku Two cheers for anarchism . . .
Meraka akan menang dan aku kalah. Tapi sampul yang aku suka, yang mana tidak
akan kalian lihat, adalah grafiti sesungguhnya yang di dalamya seseorang
menulis “Sebarkan Anarki”<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada tembok
dan tulisan itu dicoret silang oleh seorang lain yang di bawahnya menulis
“Jangan gurui apa yang aku lakukan!”. Aku katakan pada penerbitku ini akan
menjadi sampul yang berhasil. Dan apa lagi cara yang lebih baik dari memulai
sebuah buku dengan gelak tawa! Dalam setiap kasus, mereka tidak membeli ini,
tapi mengutipnya, fragmentasi protest kekinian.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-align: center; text-indent: -35.45pt;">
<span style="font-size: 18.0pt; line-height: 115%;">*<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
(Kemudian ruang
diskusi dibuka. Untuk seterusnya, pertanyaan-pertanyaan diajukan peserta)</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PST</b><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Karya
James Scott sangat penting untuk memahami di mana kaum tani gurem hari ini,
terutama setelah meninggalkan pedesaan dan tiba di kota. Di sini kaum tani
gurem mengalami perjumpaan baru, mungkin hubungan baru, menghadapi
kerangka-kerangka baru dominasi dan perlawanan. Jadi, aku ingin tahu pendapat
James Scott mengenai bagaimana karyanya dapat digunakan untuk memahami gerakan
terkini kaun tani gurem lama dan baru. Aku juga hendak mengundang James Scott
untuk berpikir mengenai etik dan pertanggungjawaban, tidak hanya ilmuwan-ilmuwan
sosial, tapi ilmu umum mengenai karya mereka sendiri. Terima kasih.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JSC<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
belum mengkaji migrasi dan kaum tani gurem yang pindah ke kota-kota, meski aku
paham, tentu, alangkah lazimnya migrasi semacam ini. Aku kira alasan mengapa
aku tergoda Antropologi adalah etos kerja-lapangnya, yakni, gagasan bahwa
kewajiban pertama sebagai seorang etnograf adalah berusaha, sesungguhnya,
dengan cara awam dan terbuka guna memahami dunia kehidupan orang lain; dunia
kehidupan yang tidak akrab denganmu. Aku bayangkan kajian-kajian migrasi, yang
padanya aku punya rasa hormat paling besar, adalah kajian-kajian yang di
dalamnya tidak hanya mengkaji kaum tani gurem di kota (generasi pertama dan
kedua), tapi juga perpindahan ulang-alik di antaranya, katakanlah di Amerika Serikat.
Para pekerja Meksiko yang pulang kembali ke Oaxaca setiap liburan. Dalam
artian, bagi banyak kaum tani gurem alasan untuk pindah ke kota seperti
penjarahan atau operasi perompakan untuk memperoleh sumber-sumber guna
memperkuat kampung halaman mereka. Satu buku yang hebat tentang hal ini adalah
Cultural Disenchantments, mengenai para pekerja kaum tani gurem Friuli, di
Italia. Argumennya adalah bahwa masyarakat tersebut bukan kaum tani gurem dalam
perjalanan mereka untuk menjadi pekerja, mereka adalah para pekerja kaum tani
gurem. Mereka telah bermigrasi dari Friuli selama 500 tahun, pergi ke Italia
Utara, Amerika Serikat, dan pulang kembali sewaktu-waktu. Mereka karar di
antara kategori kaum tani gurem dan pekerja. Aku kira, dalam istilah komitmen
etis, batu pijak keberangkatan adalah pemahaman dunia kehidupan dari khalikah
siapapun yang kalian ditarik ke dalam curahan cahaya atau pencerahan. Perkakas
konseptual yang kau rakit untuk itu adalah tertentu untuk setiap masalah.
Maksudnya, ketika kamu mengajukan pada dirimu sendiri suatu pertanyaan yang
berhasil – yang mana dua pertiga dari penelitian – perkakas-perkakas akan
mengikuti pertanyaan tersebut, daripada mendahuluinya. Ada beberapa ilmu sosial
yang memberimu kotak perkakas dan mengirimmu keluar agar kamu dapat menggunakan
perkakas-perkakas tersebut pada sembarang masyarakat. Aku menyarankan
sebaliknya: kamu mengajukan pertanyaan penting dan kemudian bertanya “perkakas
apa yang akan membantuku untuk memahami masalah ini?”, daripada memulai dengan
perkakas-perkakas.</div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">PST<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Aku
takjub karena Anda dapat mengomentari mengenai Kelompok Kajian<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Subaltern Asia Tenggara. Aku menanyakan ini
terutama karena tendensi dari beberapa sarjana terkemuka kelompok tersebut
mensubordinasi fokus pada arsip, yang adalah tempat yang Anda anjurkan kaum
tani gurem tak kesana. </div>
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 35.45pt; text-indent: -35.45pt;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">JCS<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></b>Banyak
dari kalian mungkin akrab dengan Kajian Subaltern, semacam koleksi tahunan. Aku
kira cendekiawan tulen yang menginspirasi hal ini adalah Ranajit Guha dan
kawan-kawannya. Dan Guha, yang darinya aku belajar banyak hal (sebagai misal
The Prose of Counter-insurgency dan juga A rule of property for Bengal: an
essay on the idea of permanent settlement), berupaya untuk mengikhtisarkan
suatu cara pembacaan dokumen-dokumen resmi yang menentang biji-bijian.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Wawancara%20dengan%20James%20C.docx#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> James C.
Scott mengunjungi Portugal untuk ikutserta dalam kegiatan penelitian proyek FCT
“The Making of State Power in Portugal 1890-1986” (PTDC/HIS-HIS/104166/2008).
Disamping dukungan finansial daro FCT, kunjungan Scott juga mendapat tunjangan
dari dukungan finansial FLAD.</div>
</div>
</div>
<br />Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-8760560413158913382018-04-22T21:03:00.001-07:002018-04-22T21:10:13.102-07:00Refleksi Realitas Sosial sebagai Tendensi Politik dalam Sastra<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dwi
Pranoto<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><o:p> <table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-J7rSFQVxffM/Wt1auasBFII/AAAAAAAAAlg/4rVsjnD2fBA7jkHBKWMCgKUdUISCdiSvACLcBGAs/s1600/2001.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="520" data-original-width="1126" height="292" src="https://1.bp.blogspot.com/-J7rSFQVxffM/Wt1auasBFII/AAAAAAAAAlg/4rVsjnD2fBA7jkHBKWMCgKUdUISCdiSvACLcBGAs/s640/2001.jpg" width="640" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">2001: A Space Odyssey</td></tr>
</tbody></table>
</o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kurang
lebih tujuh puluh tahun lalu, Armijn Pane menulis begini, “Politik itu bagi
seniman dan pudjangga bukanlah sarat, melainkan sudah dengan sendirinja ada
padanja”. Dengan kata lain, politik secara otomatis melekat pada diri seniman
dan sastrawan, baik ia dengan secara sadar memilih maupun tidak. “Kalau dia
bilang, dia tidak mau berpolitik, karena dengan sengadja mendjauhkan politik.
Itulah politik!”, kata Armijn Pane pada alinea sebelumnya. Ketakterhindaran
berpolitik tersebut dikarenakan kerja sastrawan senantiasa berkait-kelindan
dengan masyarakat. Bagi Armijn Pane ada dua sikap yang dapat diambil oleh
sastrawan dalam kaitan ini; apakah ia mau jadi buntut masyarakat yang hanya
peduli pada keplokan masyarakat dan honorarium besar, atau jadi pelopor yang
berperan sebagai penganjur masyarakat. Menjadi penganjur masyarakat bukan
berarti sastrawan belaka membawa atau merefleksikan suara, semangat, pikiran
jiwa masyarakat. Tapi sastrawan harus menggodok penyaring semua itu dengan api
cita-cita (saya menafsirkannya sebagai tendensi politik).<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br />
<a name='more'></a><br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Paragraf
di atas membawa kita pada problem apakah dengan menyatakan suatu tendensi
politik dengan begitu tak penting lagi bentuk estetik dalam karya sastra yang
bertendens? Jika kita menjawab “ya” pada pertanyaan tersebut maka kita
menyatakan bahwa puisi esai yang ditulis oleh Denny JA yang dengan gamblang
menunjukan kebertendensannya melalui rupa-rupa keberpihakan pada hak asasi
manusia adalah karya sastra yang secara politis tepat. Namun Walter Benjamin
menjawab permasalahan ini dengan menyatakan bahwa tendensi politik dalam karya
sastra hanya tepat secara politis jika secara literer juga tepat.<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hubungan,
kedudukan dan fungsi sastra dalam masyarakat sosial adalah persoalan yang tidak
mudah. Hal yang bukan belaka berkenaan bagaimana karya sastra ditafsir atau
dimaknai melalui isi atau pernyataan verbalnya. Oleh karena karya sastra
merupakan cara khusus memandang dunia yang berarti bentuk persepsi tertentu,
hal ini juga bersangkut paut dengan cara memandang dunia yang dibentuk oleh
mentalitas tertentu yang dengannya masyarakat mengalami dirinya dalam hubungan
sosial. Dengan demikian karya sastra merefleksikan masyarakat melalui dan dalam
hubungan dengan ideologi pada zamannya. Sebagai produk estetik, hubungan karya
sastra dengan ideologi bukan hanya terletak pada isi, tapi juga pada bentuk
estetiknya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menganggap
karya sastra merefleksikan masyarakat hanya melalui isi bakal melulu melahirkan
telaah-telaah sastra yang bersifat vulgar. Menganggap karya sastra secara
langsung atau transparan merefleksikan masyarakat berarti mereduksi fungsi
karya sastra belaka sebagai dokumen sosial. Isi dan bentuk dalam karya sastra sebagai
suatu kesatuan hubungan yang khas dengan demikian diabaikan. Bagi Hegel, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lectures on Aesthetic<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></a></i>,
bentuk adalah manifestasi dari isi, yakni ide keindahan atau ide absolut, yang
berjuang dan mewujud. Bentuk mendapatkan prinsip-prinsipnya dari ide yang
dimanifestasikannya, sebaliknya isi hanya mewujud dalam bentuk yang sesuai dan
memadai; bentuk yang tak sempurna lahir dari muatan yang tak sempurna. Pada
setiap zaman perkembangan seni selalu mendapatkan bentuk yang sesuai dengan isi
yang mereka manifestasikan. Pada tahap awal perkembangan, ide gagal menemukan
bentuk yang memadai sebab ide menemukan dirinya sendiri dalam fenomena alam dan
kehidupan manusia, berkonfrontasi dengan dunia luar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dengan sia-sia ide berjuang memanifestasikan
diri keluar dengan konsepsi-konsepsi penyamaran dan tidak jelas. Pada tahap
klasik isi mencapai keharmonisan bentuk. Kebajikan alam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>‘mengijinkan’ ide menggenggam realitasnya
sendiri sebagai spirit yang menentukan dirinya sendiri untuk menemukan esensi
dalam bentuk luarnya yang sepenuhnya tepat. Sedangkan pada masa modern, era
romantisme, spirit ‘tumbuh’ melampaui bentuk-bentuk klasik. Isi menenggelamkan
bentuk. Apa yang bisa dicamkan dari pelajaran estetika Hegel adalah bahwa
bentuk bukan sepenuhnya atau belaka dilahirkan oleh kreativitas pengarang.
Tidak semata-mata seperti dikatakan Budi Darma bahwa bentuk adalah cara pengarang
menulis. Bentuk harus menampung isi yang berubah-ubah sepanjang sejarah. Bentuk
mengalami perubahan karena isi mengalami perubahan. Walaupun bentuk ditentukan
oleh isi namun bukan berarti bentuk sepenuhnya dapat dipahami melalui muatannya
atau sebaliknya. Sebagaimana suatu penyederhanaan vulgar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang menganggap isi sebagai satu-satunya yang
bernilai dalam karya sastra. Pengutamaan bentuk sebagai satu-satunya yang
bernilai dalam karya sastra akan juga membawa pada vulgaritas ‘penyelewengan
isi’ <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Problem
yang muncul dalam hubungan antara isi dan bentuk adalah ketika bentuk tak lagi
memadai bagi muatannya. Bentuk diusangkan oleh perubahan isi. Walaupun bentuk
selalu merupakan bentuk dari isinya, namun hal yang mesti diingat adalah
isi-lah yang berjuang memanifestasikan dirinya keluar sebagai bentuk. Ada suatu
‘jeda’ dimana perubahan isi belum diikuti oleh perubahan bentuk. Dalam hal ini
hubungan isi dan bentuk mengalami relasi timbal-balik dimana bentuk merespon
perubahan isi dengan menyesuaikannya.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Namun, aksi balik dari bentuk bisa jadi tertangguhkan sebagaimana
praktik-praktik formalisme patologis yang menjauh dari isi atau ‘menyelewengkan
isi’. Hubungan antara isi dan bentuk kemudian menjadi dialektik dimana bentuk
dapat berreaksi balik terhadap isi dan sebaliknya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bagi
Hegel isi, dalam hal ini ide absolute tidak berubah. Isi yang tidak berubah ini
saya sebut ISI. Namun ISI tidak selalu dapat mewujudkan dirinya keluar sebagai
muatan dari bentuk sebelum ISI menjadi isi, yakni isi yang dilahirkan oleh fenomena
alam dan kehidupan manusia yang berubah di setiap zaman. Bagi kaum Marxis, yang
memotong ide absolut Hegel yang idealis, mereka langsung masuk dalam isi
sebagai muatan yang berubah mengikuti kondisi material masyarakat, dalam model
produksi. Dengan begitu hubungan isi dan bentuk diletakkan dalam wilayah
konkrit.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Namun,
karya seni tidak begitu saja langsung mengekspresikan realitas. Sebagai produk
artistik yang material, karya seni memanifestasikan isi (kondisi isi material
masyarakat) melalui bentuk yang diproduksi oleh model produksi artistisik
tertentu. Dengan begitu karya seni memiliki wilayah otonom relatif dalam
produksi artistik. Oleh karenanya,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dari
pada mengajukan pertanyaan fungsi karya sastra dalam hubungannya dengan kondisi
material masyarakat, Walter Benjamin dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Author
as Producer</i> lebih mengajukan pertanyaan hubungan karya sastra dalam
hubungannya dengan produksi sastra. Karya sastra beroperasi terhadap realitas
melalui refleksi dari refleksi. Artinya, dengan mengikuti Althusser, karya
sastra beroperasi terhadap realitas melalui atau dalam struktur persepsi
estetik, atau ‘ideologi’ estetik<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Baiklah,
kita memulainya lagi dari sini; manakala manusia modern berupaya merangsek
masuk ke dalam<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan berkehendak,
meruntuhkan komunalitas yang mengeram di dalam “puisi”. Tahun 1930-an,
setidaknya masa itu dengan jelas mengungkapkan kemauan-kemauan yang meluap
untuk dengan sengaja menyingkirkan komunalitas beserta segala kaidah dan gaya
yang menandakan representasi simboliknya. Bersama dengan itu kelisanan,
betapapun mungkin otentitasnya rusak oleh pengulangan-pengulangan, yang selalu
mensyaratkan tatap muka langsung dalam tindak-tutur sesungguhnya telah
ditanggapi sebagai wujud lain yang menangguhkan perjumpaan dengan orang lain
sejak mesin cetak dan kemelekhurufan meradak dalam kalangan orang banyak. Sudah
barang tentu pada masa itu kelisanan kerap sudah kehilangan lidah dan
kerongkong yang sebenarnya dan digantikan oleh lambang-lambang fonografis yang
tak lagi membutuhkan telinga untuk menangkap pola bunyinya, melainkan mata. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga Baru</i>, yang digelegaki hasrat
Takdir Alisjahbana untuk menghadirkan Barat dalam wajah manusia individual
modernnya, menyajikan upaya-upaya susah payah untuk lepas dari ikatan
kaidah-kaidah apa yang menjadi perangkat estetika puisi lama, bersama bayangan
perikatan sosialnya yang hadir dalam mode <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mute</i>
tatanan grafis aksara, pada kebebasan puitik romantik. Meskipun pada akhirnya
upaya-upaya tersebut sebagian besarnya menghasilkan puisi baru yang beroperasi
menggunakan perangkat estetika puisi lama Barat<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
dan kebebasan puitik romantik yang kedua kakinya terjerat pola perulangan<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
semirip metrum puisi lama yang hendak bergegas ditinggalkan. Betapapun, dalam
hal ini, tak terwujudnya apa yang semungkinnya bisa dinilai sebagai kegagalan
atau, mungkin lebih tepatnya, ketaktuntasan dalam pembaharuan estetika seturut
semangat renaisans yang memusat pada individulitas modern. Pada pokok ini kita
telah menyaksikan berkas-berkas gagasan yang didorong oleh keindividualitasan
untuk meninggalkan perangkat estetik yang menjadi buah dari kaidah-kaidah
tindak-tutur lisan yang berfungsi dalam perikatan sosial yang menyokongnya.
Walaupun individualitas yang dimaksud lebih ditekankan belaka sebagai kehadiran
kedirian beserta segala pemerasaan dan permenungan terhadapnya dengan
bermenjelangkan khalayak tanpa mengindahkan penangguhan relasi sosial nyata
dalam serial sirkulatif tulis-baca yang bertumpu pada mesin cetak dan
kemelekhurufan. Dengan cara seperti ini persalinan dari komunalitas menjadi
individualitas seibarat mengganti kata ganti pada teks tulis.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Operasi
mesin cetak dan kemelekhurufan (latin) yang meluas menempatkan puisi dalam
posisi dan fungsi sosial yang berbeda dari sebelumnya. Mesin cetak dan
kemelekhurufan (latin) membawakan suatu elan sosio-kultural tertentu dari tanah
asalnya yang mendesak tatanan sosio-kultural tempatan di mana masa jaya
kelisanan pernah berlangsung di dalamnya. Dalam hal ini proses produksi dan
penyebarannya beserta spesialisasi kerja yang membentuk hubungan produksi<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>,
yang telah sejak awal mengabrasi anonimitas karya sastra lisan, menjalankan
peran penting dalam gelombang invasif diam-diam terhadap “privilege” komunal
sebagai produsen, distributor, dan konsumen puisi lisan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga Baru</i> , dengan STA sebagai lokomotifnya, pada dasarnya
hanya memberikan penegasan akan terjadinya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">jetlag</i>
estetika (meminjam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">cultural lag-</i>nya
William Fielding Ogburn<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>)
yang mengikuti penemuan tekhnologi produksi puisi. Tahun 1930-an seperti
mempersiapkan suatu kondisi kultural untuk kedatangan nabi puisi, penyihir
dunia puisi Indonesia, Chairil Anwar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penghadiran
individualitas kedirian yang meluap dalam puisi dengan begitu rupa menerjang
sisa-sisa endapan kaidah estetik kelisanan di mana komunalitas bertahan sebagai
bayangan di permukaan air yang bergolak. Paling tidak, jika secara kasar
membabakannya, 1920an – 1930-an – 1940an merupakan serial paling nyana dari
tahapan keruntuhan organ-organ komunalitas hingga menyungkurkan tubuh
organiknya – etnis – di penjelang kaki kebangsaan yang mewujud. Tentu saja, di
sini kita berbicara mengenai proses yang berkait dengan pengambilalihan
produksi wacana (tulisan) dari pengendalian resmi elit ekolonial oleh para elit
pengusaha partikelir yang mengimplikasikan perubahan pada kaidah-kaidah
penulisan secara umum, cara berbahasa, dan, sudah pasti, tema, yang membasis
pada kepemilikan mesin cetak. Pengendalian politik yang menyasar stabilitas
secara umum guna menjamin berjalannya sistem kolonial yang beroperasi dalam
relasi kekuasaan kolonial dengan elit lokal, bagaimanapun, menghendaki
terjaganya keajegan pola-pola sosio-budaya bersama norma dan nilai yang
mengarahkan atau menggerakkannya. Dengan demikian prinsip-prinsip komunalitas
tertentu sedapat mungkin ditahan dan direproduksi melalui mesin cetak,
sebagaimana para sarjana kolonial kisaran abad 19 sampai awal abad 20
mengidentifikasi, mengumpulkan, membakukan dan menstabilkan karakteristik
sosio-budaya dalam kajian-kajian ethnografis kelompok-kelompok masyarakat
nusantara sebagai bagian dari penyempurnaan proyek survey manusia sebagai
tenaga produksi untuk melengkapi survey kadastral. Pada sisi lain, yang
kemudian berhadapan secara bertentangan, kekuatan partikelir yang tumbuh pesat
dalam bisnis percetakan/penerbitan yang sejak mula belaka mengindahkan laba
dengan menyasar ceruk besar golongan jelata yang baru saja memandang dirinya
sebagai bagian dari dunia kemelekhurufan latin, yang bukan berasal dan bukan
bagian kaum elit tradisional, sebagai pasar potensial yang terus membesar.
Tahun 1940-an, bersamaan dengan kedatangan balatentara Jepang yang
mengakibatkan kocok-ulang kelompok elit, “bacaan liar” mendapatkan momentumnya
untuk melakukan mobilitas vertikal. Kebijakan pengutamaan bahasa Indonesia
tanpa mengindahkan varian hirarkis, Melayu Tinggi dan Melayu Rendah<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn10" name="_ftnref10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
yang berkembang pada masa kolonial Belanda, membuka peluang ekspresi puitik
menemukan kemungkinan-kemungkinan perluasan tertentu. Sementara represi keras
Jepang mendorong pergolakan sosial-politik masuk ke dalam gelanggang kedirian
individual yang meluap-luap. Lalu, tanpa mengucapkan selamat tinggal dunia
puisi Indonesia keluar dari komunalitas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tahun
1930-an, sekali lagi ini berdasarkan perhitungan kasar, sedimen komunalitas
dalam seni puisi, yang berupa kaidah-kaidah puitik semacam metrum dan rima
tertentu, mulai tergerus bersama dengan datangnya kemelekhurufan dan mesin
cetak. Namun demikian, semangat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga
Baru</i> yang menggelegak untuk segera meninggalkan puisi lama belaka dapat
terbaca dalam isi tanpa disertai ketepatat literer. Dengan datangnya
Chairil-lah, individualitas yang kemunculannya tak terpisahkan dari pembagian
kerja (spesialisasi) dalam produksi sastra yang tumbuh bertumpu pada mesin
cetak dan kemelekhurufan terartikulasikan melalui diksi sehari-hari yang
dikomposisikan secara lugas, menghancurkan metrum dan rima puisi lama yang
merefleksikan kaidah-kaidah puitik komunalitas dan menggantikannya dengan irama
yang merepresentasikan otentisitas subyektif. Objektifikasi baru puitik dengan
penggunaan diksi sehari-hari membentuk watak ke-massa-an puisi-puisi Chairil
berpalun dengan gelora semangat kebangsaan masa itu. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
akhirnya, kita tahu, warisan paling digaris-bawahi sepanjang abad dua puluh
dari Chairil Anwar adalah otentisitas subyektif.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Hampir semua produk puisi, tentu ada
pengecualian, menjadi pengikut-penerus Chairil meskipun kondisi hubungan
produksi yang berbasis pada mesin cetak mengalami “pencanggihan” dengan makin
terspesialisasinya tenaga produksi. Penyair/sastrawan makin jauh dari peran sebagai
produsen yang menentukan tekhnik dan isi puitik. Disadari atau tidak, tekhnik
dan isi puisi bertumpu pada kenyataan tentang mesin cetak sebagai piranti
bisnis yang dimiliki oleh kelas tertentu dan buku puisi/sastra sebagai produk
komoditas. Selera <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>estetik bergantung
pada selera kelas pemilik dan kekuasaan yang mengatur produksi sastra sebagai
operasi bisnis. Pada sisi lain, diksi-diksi Chairil di bawah terang cahaya hari
ini menjauh dari sehari-hari, terdengar jauh dan nostalgis. Oleh karenanya, produk
puisi pada seperempat akhir abad 20 hingga hari ini mengalami depolitisasi dan
terasing dari khalayak. Otentisitas yang seharusnya menjadi jaminan bagaimana
pengalaman kebertubuhan individual yang berrelasi dengan dunia luar
terungkapkan, di luar persoalan keberlaluan waktu real dalam praktik berbahasa,
telah bergerak sebagai semacam lembaga ideologis yang menjauhkan tubuh dari
teks yang memerihalkannya. Hal ini tampaknya merefleksikan secara paralel
bengkoknya kebijakan teknokratif rezim Suharto. Depolitisasi rezim Suharto atas
tubuh yang telah dirintis sejak penghancuran kelompok Lekra menggiring
individualitas ke dalam ruang interior “spiritualitas” dan/atau melayani norma
dan nilai tertentu yang menumpu ideologisasi di mana relasi dengan dunia luar diredam
atau dikendalikan, sebagian besarnya, melalui makanisme swa-sensor dari semacam
gejala formalisme-romantik yang patologis. Pernyataan paling jelas dari hal ini
adalah bagaimana Subagyo Sastrowardoyo melarikan ekspresi individualitasnya
pada upaya-upaya mencapai kesadaran penuh kedirian sendiri<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn11" name="_ftnref11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>.
Pemutusan, atau lebih tepatnya pengendalian, relasi praktik puitik terhadap
dunia luar semacam ini, dengan cara bagaimanapun ia dipersepsikan, pada
dasarnya adalah “memasung” pencerapan inderawi pada suatu perangkat puitik
tertentu. Respon atas tubuh yang ditundukan melalui depolitisasi mencari jalan
keluar teramannya dengan menarik masuk kedirian ke dalam cangkang
spiritualisasi estetik di mana Kredo Mantra Sutardji Calzoum Bahri merupakan
varian paling radikalnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hari
ini masa jaya mesin cetak besar mengalami kemunduran bersama munculnya mesin
cetak meja sederhana yang dapat dimiliki oleh siapapun yang memudahkan siapapun
untuk mencetak buku puisi dan jaringan internet yang menyediakan media bagi
siapapun untuk menggunggah puisi-puisinya. Hubungan produksi yang bersumbu pada
mesin cetak yang dicirikan dengan spesialisasi tenaga kerja diguncang oleh
serba praktis dan efisiennya proses produksi di mana seorang penyair dapat
merangkap sebagai editor, redaktur, penata letak, sampai penjual. Pada konteks
film, dalam tulisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Suatu Hari Kita Hanya
Akan Mengenang Seluloid</i>, Ugeng T. Moetidjo menandaskan berakhirnya masa
kejayaan estetika film borjuis dengan munculnya kamera video,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Siapa
saja kini dengan gampang boleh melayangkan pandangan dengan kamera di tangan
menyusuri serbaneka pelosok-pelosok peristiwa dengan kadangkala menemukan
kejutan pada kejadian yang terlalu biasa”<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn12" name="_ftnref12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[12]</span></b></span><!--[endif]--></span></span></a></i>.
Kedengarannya seperti mantra <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Do It
Yourself</i> kaum Punk, namun tanpa perlawanan dan skandal yang sesungguhnya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kerusakan
sempadan antara seni tinggi dan rendah, sastra dan bukan sastra, mengakhiri
hegemoni elitis dalam seni. Lepasnya kesenian dari tangan segelintir elit
borjuasi seolah membuka gerbang ‘demokratisasi’ seni. Bukan saja siapa saja
kini bisa menjadi seniman atau pengarang, begitupun dengan bentuk-bentuk
estetik yang merembes dan dirembesi oleh bentuk-bentuk biasa dari benda-benda
sehari-hari atau barang-barang komersial. Di dinding-dinding restoran <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pizza Hut</i> misalnya tergantung cetakan-cetakan
lukisan gaya pop art serupa Warhol. Sementara di galeri-galeri seni dipajang
barang-barang sehari-hari, baik dengan sedikit modifikasi ataupun dalam bentuk
utuh dengan muatan ‘masa lalu’. Kondisi ‘kekacauan’ ini digambarkan oleh
Fredric Jameson dengan pemasangan kaca besar tembus pandang pada
dinding-dinding hotel-hotel berbintang masa kini yang seolah menyatukan antara
ruangan dalam hotel dengan pedestarian dan jalan raya; berkebalikan dengan era
sebelumnya yang menggunakan kaca gelap seperti kacamata <i style="mso-bidi-font-style: normal;">rayban</i> yang hanya tembus pandang dari dalam, sementara tatapan dari
luar akan memantulkan kembali pemandangan luar.<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn13" name="_ftnref13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Sejajar dengan hilangnya citra elitis pada tokoh-tokoh elit seperti pada figur
majikan Microsoft, Bill Gates, yang dikatakan Slavoj Zizek<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn14" name="_ftnref14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
tak berbeda dengan orang kebanyakan. Runtuhnya estetika modern dan matinya
individualitas unik sebagai basis penciptaannya, bersama bangkitnya
kekhalayakan, melenyapkan batas sempadan antara seni tinggi dan rendah, sastra
dan bukan sastra. Lebih ekstrim lagi, produk seni telah terintegrasi sepenuhnya
ke dalam barang komoditas dan siapapun dapat menjadi seniman atau pengarang.
Inilah momen kapitalisme lanjut; keseragaman terlipat ke dalam kemajemukan,
tepat dimana pertentangan-pertentangan politik dijinakkan. Seperti kemunculan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pastiche</i> yang menurut Fredric Jameson
merupakan tiruan-tiruan atau parodi kosong<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn15" name="_ftnref15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>,
perkembangan estetika sampai pada jalan buntu. Matinya individualitas unik yang
mengakhiri pandangan tentang dunia dan pengalaman khas membawa reka-artistik
belaka mengombinasikan gaya-gaya yang telah tersedia. Hal ini paralel dengan
kebangkitan identitas etnis tanpa teritorial secara geografis, tanpa norma dan
nilai tertentu yang sungguh-sungguh mengikat dan mengintegrasikan semua
anggotanya. Situasi sosial yang direfleksikan dalam puisi-puisi Nirwan Dewanto
melalui penggunaan diksi-diksi yang arkaik dan metrum puisi lama<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn16" name="_ftnref16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>,
diksi-diksi usang anakronik yang pada dasarnya telah kehilangan fungsinya,
kecuali sebagai gaya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">vintage</i>
sebagaimana sepeda <i style="mso-bidi-font-style: normal;">gazelle </i>yang
dipajang di dinding cafe.<o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Walter
Benjamin dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Author as Producer</i>
menyatakan bahwa karya sastra tak berhubungan atau tak merefleksikan kehidupan
sosial secara langsung. Karya sastra berhubungan dengan kehidupan sosial
melalui cara produksi karya sastra yang membentuk relasi produksi tertentu.
Bagi Benjamin, surat kabar, yang kemunculan dan pertumbuhannya tak terpisahkan
dengan tekhnologi (re)produksi mesin cetak, telah mengubah hubungan antara
penulis dan pembaca. Rubrik opini dalam surat kabar, sebagai misal, telah
memberikan peluang kepada pembaca untuk berperan sebagai penulis. Garis
sempadan yang memisahkan antara penulis dan pembaca dengan begitu menjadi
runtuh. Dalam konteks sastra, rubrik sastra dalam surat kabar juga membuka
peluang bagi pembaca untuk menjadi penulis sastra dan pengulas karya sastra.
Namun kita tahu, surat kabar punya mekanisme penapis yang diperankan oleh
redaktur, sehingga tak semua tulisan yang dikirimkan ke redaksi surat kabar
dapat dimuat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">The Author as Producer</span></i><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">
ditulis <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>saat surat kabar berada pada
masa tumbuh-mekarnya. Hari ini tekhnologi (re)produksi yang membasis pada media
internet telah mengusangkan tekhnologi (re)produksi berbasis mesin cetak.
Pencapaian tekhnologi hari ini telah mengubah cara (re)produksi karya sastra.
Perusahaan percetakan dan penerbitan, yang sebelumnya mengusai produksi karya
sastra, yang mengoperasikan mesin cetak besar yang mahal dan membutuhkan
beragam spesialisasi kerja, hari ini terus digerogoti oleh mesin cetak
sederhana yang bukan hanya efisien dalam segi biaya tapi juga tak membutuhkan banyak
tenaga kerja. Kondisi ini membuat siapapun dapat mencetak dan menerbitkan karya
sastra, baik dengan membayar – jika ingin mengurangi resiko kerugian bisa
dengan cara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">print on demand</i> – maupun
mencetaknya sendiri dengan mesin cetak meja dan menerbitkannya. Hal ini
berdampak pada peran redaktur dan editor naskah yang tak lagi menjadi sentral
dalam menyeleksi naskah. Sementara itu, media internet dengan website dan blog
yang dapat dimiliki secara pribadi mengubah cara produksi sastra secara lebih
radikal. Pengunggahan karya sastra pada website atau blog pribadi pada dasarnya
adalah mencetak dan menerbitkan karya sastra secara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">paperless</i> dan sekaligus mendistribusikannya langsung pada para
pembaca. Pada hari ini siapapun bisa jadi sastrawan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Peran
redaktur nyaris kehilangan otoritasnya, jika tidak runtuh sama sekali, dalam
(re)produksi karya sastra berbasis mesin cetak sederhana dan media internet.
Prosedur penyaringan dalam penerbitan karya sastra telah jebol. Pada sisi lain,
jika memandang karya sastra sebagai produk yang mendatangkan keuntungan,
pengusaha percetakan dan penerbitan harus menyesuaikan cara produksi jika tak
ingin terkapar dalam persaingan. Dalam hal ini, pengusaha atau perusahaan
meminimalkan peran redaktur, jika tidak meniadakan sama sekali, untuk menjalin
hubungan langsung dengan penulis. Saat ini penulis/sastrawan bukan lagi belaka
sebagai produsen sastra. Para sastrawan seringkali mau menyediakan dirinya
sebagai distributor, pedangang eceran, dan bahkan pembeli karyanya sendiri.
Perubahan relasi produksi pada cara produksi sastra ini secara mendalam
mempengaruhi relasi sosial dalam lapangan kesusastraan secara umum di mana
karya sastra tercakup sepenuhnya sebagai barang komoditi. Peran redaktur dan
kritikus, berbekal citraan otoritas masa lalu yang kian memudar, bukan lagi
sebagai penjaga mutu suatu karya sastra, tapi lebih sebagai agen advertensi
yang mempromosikan karya sastra tertentu. Kasus Denny JA yang bersedia menjadi
penyair, distributor, dan pedagang eceran, sangat mungkin tak bakal muncul pada
masa jaya mesin cetak besar di mana redaktur dan kritikus memiliki otoritas
yang besar lagi kuat. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Munculnya
puisi esai dengan segala klaim kepeloporan dan penabalan angkatan sastranya
yang disokong oleh kritikus, redaktur, sastrawan, dan kalangan akademis
mencerminkan rusaknya sistem sosial kesusastraan Indonesia. Denny JA memainkan
politik sastra dengan secara kasar mengabaikan bentuk estetik sebagai bagian
integral dari tendensi politik. Bukan saja puisi esai karya Denny tidak tepat
secara literer dalam menyuarakan isi politiknya (inipun bajakan), dan oleh
karena itu juga tidak tepat secara politis. Lebih dari itu, mobilisasi massa untuk
menggalang dukungan terhadap puisi esai yang dilakukan Denny, paralel dengan sebagaian
besar perilaku politikus. Paling penting dari semua itu, Denny menyebut apa
yang dilakukannya itu sebagai pilihan tindakan yang disediakan dalam alam
demokrasi. Saya kira demokrasi dalam sastra yang dimaksud Denny, sekali lagi,
paralel dengan demokrasi yang dimaksud oleh sebagian besar politikus hari ini
yang terjun ke dunia politik tanpa memahami perjuangan politik sebagai
perjuangan untuk mengupayakan kebajikan bersama/umum. Demokrasi sebagai
kategori ideologi, dalam artian marxian, menanamkan tipuan kenyataan dalam
persepsi masyarakat untuk menciptakan kondisi sosial yang diperlukan guna
melegitimasi penindasan dan penghisapan demi kepentingan kekuasaan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tak
dapat dihindari, sastra, sebagai karya seni, selalu berada dalam suatu tradisi
estetik di mana relasinya dengan tradisi tersebut menyingkapkan bagaimana ia
berhubungan dan bersikap terhadap realitas sosial sebagai hal yang
direfleksikan dalam karya seni di mana, dengan cara tertentu, bentuk estetiknya
dikonstruksi dengan bertumpu pada hubungan produksi. Tekhnologi (re)produksi
sastra hari ini tidak hanya telah membangkrutkan otoritas kritikus, redaktur,
dan akademisi sebagai penjaga mutu sastra. Lebih dari itu, tekhnologi (re)produksi
sastra menggiring otentisitas subyektif sastrawan pada gigir jurang maha dalam
bersama tergulingnya “aku” dari kedudukan pusat penafsiran. Lalu, kemanakah
perginya segala otoritas itu? Mungkin kita seibarat seorang astronot yang
ditendang ke luar dari kapal luar angkasa hingga mengapung tak tentu dalam
ruang nir-gravitasi maha luas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>oleh
sesuatu semacam program komputer Hal 9000 dalam film <i style="mso-bidi-font-style: normal;">2001: A Space Odyssey </i>(1968) karya Stanley Kubrick. Tampaknya,
segala otoritas itu kini lesap dalam program dan jejaring birokrasi korporasi
kapitalisme lanjut yang semakin canggih.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
paragaraf terakhir, agar tulisan ini dapat menghindar dari
ketakpastian-ketakpastian yang memuramkan akan nasib sastra dalam kaitannya
dengan politik, ada baiknya kita kutip pernyataan optismistik Ismail Kadare yang
menyiratkan masa depan kesusastraan secara provokatif dalam suatu wawancara
dengan Shusha Guppy:<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 35.45pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>.
. . mereka katakan bahwa sastra kontemporer sangat dinamis karena dipengaruhi
oleh sinema, televisi, kecepatan komunikasi. Tapi yang benar adalah sebaliknya!
Bila kamu bandingkan teks Yunani kuno dengan kesusastraan hari ini, kamu akan
menemukan bahwa sastra klasik beroperasi pada wilayah yang sangat luas, melukis
pada kanvas yang jauh lebih besar, dan punya suatu ukuran keakbaran secara tak
terbatas – sebuah huruf bergerak di antara langit dan bumi, dari suatu
kadewatan ke fana, dan kembali lagi, sama sekali secara nirwaktu! Kecepatan
tindakan, visi kosmis pada satu setengah halaman dalam buku kedua Iliad tak
mungkin ditemukan dalam penulis modern. Kisahnya sederhana: Agamemnon telah
berbuat sesuatu yang menggusarkan Zeus, hingga menyebabkannya menjatuhkan
hukuman baginya. Ia memanggil seorang pembawa pesan dan memerintahnya terbang
ke bumi, mencari jendral Yunani bernama Agamemnon, untuk memasukan mimpi palsu
dalam kepalanya. Pembawa pesan tiba di Troya, mendapati Agamemnon tidur,
menuangkan mimpi palsu ke dalam kepalanya bak cairan, lantas kembali ke Zeus.
Pada pagi hari Agamemnon memanggil para perwiranya dan berkata pada mereka
bahwa ia mendapat mimpi indah dan bahwa mereka akan menyerang orang-orang
Troya. Ia menderita kekalahan yang menghancurkan. Semua itu hanya satu setengah
halaman! Suatu hal yang melintas dari otak Zeus ke otak Agamemnon, dari langit
ke bumi. Penulis hari ini mana yang dapat membikinnya? Misil-misil balistik tak
secepat itu!<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftn17" name="_ftnref17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%;">[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: center;">
<span style="font-family: "times new roman" , "serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*****<o:p></o:p></span></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoEndnoteText">
Disampaikan
pada Diskusi Sastra & Politik, 20 Maret 2018, di Gedung KAUJE Universitas Jember.
Sebagian dari tulisan ini dicuplik dari “Puisi-puisi Halim Bahriz: Penyingkapan
Reproduksi Otentisitas dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Manufaktur
Kultural</i> Kapitalisme Lanjut” yang direncanakan dimuat sebagai kata
pengantar dalam buku antologi puisi tunggal Halim Bahriz yang segera
diterbitkan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><br />
<span style="mso-spacerun: yes;"><br /></span>
<span style="mso-spacerun: yes;"><br /></span></div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Paragraf
pertama ini bisa dikatakan sebagai tafsir dan komentar terhadap tulisan Armijn
Pane, “Seniman, Pudjangga dan Masjarakat”, dalam E. Ulrich Kratz (penyunting), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sumber Terpilih Sejarah Sastra Indonesia
Abad XX</i>, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia bekerjasama dengan Yayasan
Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation, 2000. Saya sengaja mengabaikan
pemilahan hirarkis antara seniman dan pujangga yang dilakukan Arijn Pane dalam
artikelnya tersebut, bukan saja hal ini akan dapat memicu perdebatan
berlarut-larut<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang melibatkan ego
sektoral dalam lapangan kesenian, tapi juga karena untuk tujuan tulisan
ini.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Walter
Benjamin, “The Author as Producer” dalam New Left Review I/62, July-August
1970. Terutama pada paragraf 1 – 4.</div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> G.W.F
Hegel, Bernard Bosanquet & WM Bryant (trans.), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hegel’s Lectures on Aesthetic</i>, The Journal of Speculative
Philosophy, 1886. Diunduh dari http://www.sophia-project.org/uploads/1/3/9/5/13955288/hegel_aesthetics.pdf<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Louis
Althusser, “Surat tentang Seni: Sebagai Jawaban untuk Andr<span style="mso-bidi-font-family: Calibri; mso-bidi-theme-font: minor-latin;">é</span>
Daspre”, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Filsafat sebagai Senjata
Revolusi</i>, Resist Book, 2007. Pada halaman 267-268 Althusser menulis begini,
“Baik Balzac maupun Solzhenitsyn sama-sama tak menghadirkan buat kita <i style="mso-bidi-font-style: normal;">pengetahuan</i> apapun mengenai dunia yang
mereka deskripsikan. Mereka hanya membuat kita bisa ‘melihat’, ‘menangkap’,
atau ‘merasakan’ realitas ideologi dunia yang mereka deskripsikan. Ketika kita
membicarakan ideologi, kita harus tahu bahwa ideologi-lah yang masuk ke dalam
eksistensi manusia”. Mengenai ideologi seni (secara longgar saya sebut ideologi
estetik) baca halaman 271-272, “Penciptaan dianggap sebagai sebuah bahasa ‘yang
spontan’, namun kita tahu dari Marx dan Lenin bahwa setiap bahasa ‘yang
spontan’ pada hakekatnya merupakan sebuah bahasa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">yang bersifat ideologis</i>, kendaraan bagi sebuah ideologi, dalam hal
ini ideologi seni dan ideologi tentang aktivitas penciptaan efek-efek
estetik”.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Untuk
soal ini baca, Armijn Pane, “Kesoesastraan Baroe II” dalam E. Ulrich Kratz
(penyusun<i style="mso-bidi-font-style: normal;">), Sejarah Sastra Indonesia Abad
XX</i>, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerjasama dengan Yayasan Adikarya
IKAPI dan The Ford Foundation, 2000, terutama halaman 33 dan 35.</div>
</div>
<div id="ftn7" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Dr.
Keith Foulcher dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga Baru:
Kesusastraan dan Nasionalisme di Indonesia 1933-1942</i>, Sugiarta Sriwibawa
(penerjemah) dan Ajip Rosidi (penyunting), menyatakan dalam hal. 58, “ . . .
terdiri atas pengulangan baris-baris yang tersusun dengan pola tertentu. Bentuk
“bebas” atau yang susunannya ditentukan alam perasaan yang hendak diungkapkan,
dapat dikatakan benar-benar tidak ada dalam sajak <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga Baru</i>”<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn8" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Saya
berhutang banyak kepada pemikiran Walter Benjamin tentang bagaimana tekhnologi
reproduksi mempunyai pengaruh pada dinamika bentuk estetik yang berinteraksi
timbal balik dengan hubungan produksi. Lihat “The Work of Art in The Age of
Mechanical Reproduction” dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Illuminations</i>,
Harry Zohn (penerjemah) dan Hannah Arendt (editor), Shocken Books, New York,
2007 dan “The Author as Producer”,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">New Left Review </i>, I/62, July – August
1970.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn9" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> William
Fielding Ogburn membagi evolusi kultural berkait dengan penemuan tekhnologi
menjadi empat tahap: penemuan, akumulasi, penyebaran, penyesuaian. Culutral lag
dapat terjadi antara tahap penyebaran dan penyesuaian di mana penyebaran
tekhnologi baru pada wilayah yang tidak sama tingkat kulturalnya dengan wilayah
asal penemuan menimbulkan ketidakseimbangan pada sistem kultural. Lihat,
William Fielding Ogburn, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">On Culture and
Social Change: Selected Papers</i>, ed. Otis Dudley Duncan, University of
Chicago Press, 1964, hal. 21 – 32.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn10" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref10" name="_ftn10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Armijn
Pane dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Produksi Film Tjerita di
Indonesia: Perkembanganja sebagai Alat Masjarakat</i>, Badan Musjawarat
Kebudajaan Nasional, 1953, pada hal. 8<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>menyatakan bahwa tumbuhnya journalistik dan persuratkabaran pada akhir
abad 20 yang memicu akulturasi, perpaduan antara gaya bahasa sastra Melayu kuno
dan gaya pemberitaan barat, menimbulkan cerita-cerita secara baru seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tjerita si Tjonat</i> (1900) dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tjerita Njai Dasima</i> (1896). Dua cerita
tersebut adalah contoh dari penggunaan Melayu Rendah (Melayu Tionghoa) dalam
karya sastra dan dianggap tidak mempunyai nilai sastra. Gaya bahasa yang
dikembangkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Balai Pustaka</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pujangga Baru</i> berbeda dengan gaya bahasa
tersebut, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya keterpengaruhan. Gaya
bahasa Melayu Rendah inilah yang banyak digunakan dalam karya-karya yang
dikategorikan sebagai “bacaan liar”. Hal ini berimplikasi luas pada pembabakan
“resmi” atau pembagian angkatan dalam sejarah sastra Indonesia modern.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn11" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref11" name="_ftn11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Lihat
Subagio Sastrowardoyo, “Catatan tentang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Simphoni”</i>,
dalam Pamusuk Eneste (editor<i style="mso-bidi-font-style: normal;">), Proses
Kreatif: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang</i>, PT. Gramedia Jakarta, 1983. </div>
</div>
<div id="ftn12" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref12" name="_ftn12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> http://jurnalfootage.net/v4/suatu-hari-kita-hanya-akan-mengenang-seluloid/</div>
</div>
<div id="ftn13" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref13" name="_ftn13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[13]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Fredric
Jameson, “Postmodernism and Consumer Society” dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Cultural Turn: Selected Writings on the Postmodern 1983 – 1998</i>,
Verso, 1998. Untuk pembahasan mengenai arsitektur postmodern lihat hal. 10 –
16.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn14" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref14" name="_ftn14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[14]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Slavoj
Zizek, dalam Multiculturalism or the Cultural Logic of Multinational
Capitalism?, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">New Left Review</i>, I/225,
September – October 1997, menyatakan bahwa Bill Gates lazim merayakan ruang-siber
sebagai terbukanya masa depan “friction-free capitalism” yang mana sifat
antagonistik relasi sosial dalam hubungan produksi secara ilusif dilenyapkan
dalam ruang interaksi timbal-balik yang “friction-free” di mana partikularitas
posisi sosial partisipan dilenyapkan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn15" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref15" name="_ftn15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[15]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>Fredric
Jameson, “Postmodernism and Consumer Society” dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Cultural Turn: Selected Writings on the Postmodern 1983 – 1998</i>,
Verso, 1998. Untuk pembahasan pastiche lihat hal.4. </div>
</div>
<div id="ftn16" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref16" name="_ftn16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[16]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> Buku
kumpulan puisi Nirwan Dewanto; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jantung
Lebah Ratu</i>, Gramedia Pustaka Utama, 2008 dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Buli-Buli Lima Kaki</i>, Gramedia Pustaka Utama, 2010; saya kira banyak
menghimpun contoh puisi Nirwan Dewanto yang menggunakan diksi-diksi arkaik.
Sementara Enin Supriyanto dalam komentar sokongan pada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jantung Lebah Ratu </i>memuji Nirwan Dewanto dalam menggunakan bentuk
gurindam, pantun, dan haiku dengan kecermatan rima dan birama, dan kelincahan
bertutur. Apa yang dinyatakan Enin tersebut mengingatkan saya pada perdebatan
di Facebook bertahun lalu yang dipicu oleh penjajaran Utan Kayu dengan Pujangga
Baru yang dinyatakan Saut Situmorang. Dari segi bentuk saya kira Saut tak
keliru. Namun demikian, diksi-diksi yang digunakan atau dikomposisikan oleh
para penyair Pujangga Baru jauh lebih gamblang, bahkan kerap klise, dibanding
dengan diksi-diksi yang digunakan oleh Nirwan Dewanto yang, saya kira, dengan
sengaja mengomposisikan diksi-diksi lama untuk menimbulkan efek defamiliarisasi
atau penjarakan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn17" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="file:///D:/pindahan/ESAIii/Refleksi%20Realitas%20Sosial%20sebagai%20Tendensi%20Politik%20dalam%20Sastra.docx#_ftnref17" name="_ftn17" style="mso-footnote-id: ftn17;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "calibri" , "sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%;">[17]</span></span><!--[endif]--></span></span></a> “Ismail
Kadare, The Art of Fiction No 153”, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Paris Review</i>, Issue 147, Summer 1998, terjemahan cuplikan oleh saya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoFootnoteText">
<br /></div>
</div>
</div>
<br />Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-55047837895432247762017-07-03T07:26:00.000-07:002017-07-03T07:26:47.352-07:00Gus Dur & Ilusi Identitas <div class="MsoNormal">
<i><span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";">“…bahwa
karakter-karakterku menunjukan bagian diriku yang berbeda-beda, dan karakterku
adalah bagian yang berbeda dari diriku”.</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> (Chaim Potok) <o:p></o:p></span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial, sans-serif; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-igca657nd0M/WVpTMW0_HuI/AAAAAAAAAjo/k_nV2t1bShYVyejVvD0xag5UVU2kmlzPgCLcBGAs/s1600/gus%2Bdur.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="320" data-original-width="285" src="https://3.bp.blogspot.com/-igca657nd0M/WVpTMW0_HuI/AAAAAAAAAjo/k_nV2t1bShYVyejVvD0xag5UVU2kmlzPgCLcBGAs/s1600/gus%2Bdur.jpg" /></a></div>
<div style="clear: both; text-align: center;">
<span style="font-family: Arial, sans-serif; font-size: xx-small;">http://krisadjiaw-gallery.blogspot.co.id/2008/12/karya-dekoratif-terbaru.html</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial, sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial, sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial, sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; font-family: Arial, sans-serif; text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";">Apa
yang dimaksud dalam judul di atas, <i>Gus Dur,</i> adalah K.H. Abdurrahman Wahid, mantan
presiden Republik Indonesia ke-4, cucu pendiri NU, seorang beragama Islam,
seorang penganjur perdamaian, dan seorang penjunjung nilai-nilai kamanusiaan. Tentu
masih banyak identitas lain yang dapat menerangkan siapa itu Gus Dur. Suatu
identitas yang diberikan oleh orang lain atau khalayak untuk membantu mengenali
dan mengaitkan Gus Dur dalam suatu kelompok tertentu. Misalnya, mungkin bagi
para penggemar film mengenali Gus Dur adalah seorang yang sangat menggemari
film sehingga mereka juga mengelompokan Gus Dur dalam kelompoknya. Tak peduli
diantara penggemar film tersebut juga terdapat orang-orang yang beragama
Kristen atau bahkan atheis. Namun suatu identitas yang dilekatkan pada Gus Dur
bisa jadi suatu identitas yang diprasangkakan secara politis dan bersifat
menyerang kepribadiannya (labeling). Seperti penyebutan ia sebagai agen Yahudi. Atau tak
menutup kemungkinan Gus Dur “dipaksa” untuk mengenakan suatu identitas tunggal
tertentu sehingga segala tindakan yang dilakukannya harus merujuk dan
menunjukan loyalitas dan solidaritas pada kelompok yang memiliki identitas yang
sama.</span></div>
<a name='more'></a><o:p></o:p><br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Persoalan salah paham, tak jarang
berujung pada pendeskriditan, dalam mengenali Gus Dur, bagaimanapun, seringkali
bermula pada upaya mengenali Gus Dur dengan melekatkan padanya suatu identitas
tunggal sebagai seorang beragama Islam atau seorang NU. Dan celakanya pemaknaan
Islam atau NU sebagai suatu identitas kelompok selalu mengangankan suatu tafsir
tunggal yang menyanakan identitas kelompok tersebut sebagai bersifat kodrati
dan terberi. Padahal kita tahu Islam sendiri memiliki sekian banyak tafsir yang
dibuktikan dengan melimpahnya kelompok yang berlandas pada Islam. Bahkan NU
sendiri berisi anggota-anggota yang beridentitas majemuk. Tak seperti yang
dibayangkan, bahwa NU yang sering dikategorikan sebagai kelompok Islam
tradisionalis ternyata tidak semua anggotanya mempunyai pola pikir tradisional.
Sebagaimana yang dikatakan Gus Dur, anggota NU disamping banyak yang memiliki
gagasan mistis juga banyak yang berpegang pada rasionalitas. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Bagaimanapun, apa yang ditulis oleh
Emha Nabil Haroen mengenai sepak terjang Gus Dur dalam <i>Kompas,</i> Rabu, 18
Juni 2008 merupakan salah satu upaya mengenali sosok Gus Dur sebagai seorang
yang beridentitas tunggal. Emha N.H. meletakan Gus Dur sebagai seorang tokoh
politisi PKB dimana PKB yang dimaksud Emha adalah PKB yang identik dengan NU. Artinya,
Emha beranggapan PKB adalah sayap politik NU, dan karena dilahirkan oleh NU,
maka PKB harus melayani NU. Oleh karenanya segala tindakan politik yang
dilakukan oleh Gus Dur dianggap sudah seharusnya ditakar dan dinilai seberapa
besar menguntungkan dan merujuk dan selaras kebijakan-kebijakan NU, baik secara
“prosedural” maupun “esensial”. Hal ini bukan hanya keliru pada cara berpikir
bagaimana memaknai PKB sebagai partai politik yang tidak hanya diisi oleh
orang-orang NU. Namun juga keliru mengenali Gus Dur hingga berakibat pada
kesalahan menafsir apakah tindakan Gus Dur berlandas pada kepentingan politik
praktis atau gagasan yang lebih besar. Kesimpulan yang sangat pragmatis yang
ditarik Emha dari upaya Gus Dur mencabut Tap MPRS Nomor XXV tahun 1966, merupakan
contoh gamblang bagaimana Emha keliru menilai tindakan Gus Dur sebagai tindakan
yang berlandas pada kepentingan politik praktis. Padahal hal tersebut mastinya
dilihat sebagai upaya Gus Dur mewujudkan cita-cita kebebasan yang berlandas
pada nilai-nilai kemanusiaan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Bahkan bagi Emha, sebagaimana pandangan pada
umumnya, seorang politisi mestilah harus mengedepankan perhitungan-perhitungan
strategis untuk membangun dan mengamankan karier politiknya. Dan jika berhasil
menduduki jabatan tertentu tentu ia harus memelihara dan mempertahankannya
selama mungkin dengan sekian sikap kompromi. Jika terpaksa, ia mesti
mengorbankan cita-cita idiilnya. Pandangan ini tercermin dari pernyataan bernada
penyesalan Emha atas kejatuhan Gus Dur dari jabatan presiden yang disinyalirnya
karena tidak melakukan sejumlah kompromi birokratis. Pastilah cara berpikir
semacam ini sangat berbeda, atau bahkan bertentangan, dengan Gus Dur yang
justru meletakan gagasan idiil sebagai landasan dalam mengambil tindakan
praktis. Seperti bagaimana ia tidak khawatir atas kecemasan umum yang
ditampakan oleh para pengamat politik saat ini terhadap PKB yang berkemungkinan
tak dapat mengikuti pemilu karena deraan kemelut internal.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Hari ini kita sering terjebak dalam
pemaknaan budaya dan peradaban yang berlandas pada gagasan identitas-identitas
tunggal yang tak jarang dianggap bersifat kodrati dan terberi serta saling
bertentangan, sebagaimana tesis Samuel P. Huntington mengenai <i>benturan
antarperadaban</i> berlandas pada hal tersebut. Bahkan menurut Amatya Sen
berbagai upaya kemanusian juga seringkali terjebak pada gagasan identitas
tunggal yang ilusif yang justru berakibat pada pengerdilan nilai kemanusiawian.
Upaya perdamaian yang terlalu sering melibatkan tokoh-tokoh agama dalam label
“dialog antar tokoh agama-agama” misalnya, seolah meniadakan banyak identitas
lain yang lebih praktis dan berdimensi keseharian yang dapat juga dibangkitkan
untuk menggalang upaya perdamaian. Hal ini menyatakan bahwa umat manusia hanya
terbagai dalam kelompok-kelompok agama belaka dan seolah menegaskan pertikaian
tersebut hanya bersumber pada agama. Suatu pernyataan yang berpamrih menyeru
perdamaian juga tak jarang terjebak pada pengingkaran adanya identitas lain
yang sejenis hanya karena berkarakter keras, misalnya dengan menyebut bahwa
mereka yang sering bertindak keras dan kasar bukanlah Islam. Hal ini bukan
hanya suatu gagasan ilusif, namun sekaligus mengingkari sejarah peradaban yang
penuh kekerasan sekaligus kebajikan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Salah satu yang paling berharga dari
Gus Dur adalah bagaimana ia tidak mau tunduk dalam suatu identitas tunggal yang
diprasangkakan padanya dan bagaimana ia menolak memandang manusia atau
peradaban manusia dalam kerangkeng identitas tunggal. Oleh karenanya Gus Dur
melancarkan kritik keras atas label atau identitas “muslim” yang melekati
kelompok cendekiawan yang beberapa tahun lalu marak. Karena dengan pelabelan
semacam itu justru membonsai tugas/kewajiban, posisi, fungsi kecendekiaan yang
mengambil dan memberikan manfaat keilmuan dari dan kepada siapapun atau
golongan apapun. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";">Pandangan-pandangan dan
tindakan-tindakan Gus Dur terkesan sulit untuk dipahami karena pemaknaan yang
dilakukan terhadapnya tidak sesuai dengan gagasan yang melandasi
tindakan-tindakan Gus Dur yang jauh dari sektarian. Dan salah satu hal yang
paling membuat Gus Dur sering disalah pahami adalah karena ia berhasil menjadi seorang
yang mampu mengoperasikan seluruh identitas di dalam dirinya. Sedangkan para
pengamat hampir selalu terpaku pada ilusi identitas tunggal tertentu yang
dianggap melekati Gus Dur. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center; text-indent: 36pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";">* * * </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Arial","sans-serif";">Catatan:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: Arial, sans-serif;">Istilah "identitas" dalam tulisan ini digunakan secara longgar. </span></div>
Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-32474084798462420632015-02-05T17:38:00.000-08:002015-02-05T17:49:22.896-08:00Identitas Etno-kultural dalam Sastra Using: Pembacaan Syair Lagu-Lagu Banyuwangi Sebelum dan Sesudah ‘65 <!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"HP Simplified Light","sans-serif";
mso-fareast-language:EN-US;}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1028"/>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1"/>
</o:shapelayout></xml><![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Jarang bagi
orang-orang di pinggiran kekuasaan negara – para peladang, orang bukit, para
perambah hutan, atau pun para petani di “pedalaman” pedesaan – yang tidak
menperoleh istilah yang mempunyai konotasi-konotasi stimagtisasi. </span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">– James C. Scott (2009) </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sastra Using, dalam hal ini syair
lagu-lagu Banyuwangi, menyimpan dinamika gagasan-gagasan sosio-kultural-politik
dalam masyarakat Banyuwangi. Jika kita bentangkan seluruh periode penciptaan
lagu-lagu Banyuwangi kita akan menemukan suatu masa transisi antara angkatan
pra 65 dan pasca 65. Suatu periode pendek yang mungkin dapat dianggap sebagai
retakan atau jembatan atau sekaligus keduanya dari dua masa tersebut. Tulisan
ini dimaksudkan menyelami masa transisi yang setidaknya sampai saat ini agaknya
masih tertutup rapat. Berupaya membongkar kebungkamannya dengan melacak ke
belakang dan ke depan, serta meninjau kejadian-kejadian dan gagasan-gagasan
lain di luarnya yang mungkin memiliki hubungan dan mungkin dapat memberikan
penjelasan-penjelasan yang memadai dan mencerahkan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><br />
<a name='more'></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penemuan, pertumbuhan, dan
perkembangan sastra Using/Osing tidak bisa dilepaskan dari usaha-usaha
menegakan tuturan Using sebagai bahasa yang setara dengan bahasa-bahasa daerah lain,
semisal bahasa Jawa. Usaha menegakkan tuturan Using sebagai bahasa setidaknya
dimulai pada tahun 1970-an, dimulai dengan penyusunan buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selayang-pandang Blambangan</i> (1976).<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Dalam buku yang disusun atas perintah Bupati Banyuwangi saat itu,
Kolonel Joko Supaat Slamet, telah dimuat suatu pernyataan tegas, “Sesungguhnya
dialek Jawa-Osing bukanlah dialek tetapi sudah dapat disebut sebagai bahasa,
yaitu BAHASA OSING”. Namun, usaha ini baru mendapatkan landasan “ilmiah”
melalui desertasi Suparman Herusantosa (1987) yang menyatakan bahwa baik bahasa
Jawa maupun bahasa Using mempunyai akar genealogis yang sama yaitu Bahasa Jawa
kuno tapi keduanya menempuh perkembangan dan pertumbuhan yang berbeda, oleh
karenanya bahasa Jawa dan bahasa Using mempunyai kedudukan yang sejajar.
Desertasi Suparman tersebut lantas menjadi semacam batu tumpu yang meyakinkan
bagi Hasan Ali, seorang budayawan Banyuwangi yang paling gigih dan boleh
dikatakan sebagai bidan kelahiran bahasa Using, untuk semakin bertekad
memperjuangkan tuturan Using sebagai bahasa. Peristiwa paling penting dalam
usaha menegakkan tuturan Using sebagai bahasa adalah pelaksanaan Sarasehan Bahasa
Using pertama pada tahun 1990 yang merupakan bagian dari penyelenggaraan Pekan
Bahasa Using. Pada sarasehan tersebut Hasan Ali mengajukan saran di bagian
akhir makalah yang pada intinya agar dilakukan kodifikasi dan “kampanye”
bahasa. Melalui usaha-usaha menegakkan tuturan Using sebagai bahasa, disadari
atau tidak, bersama itu pula ikut terjadi “etnisasi” Using yang meliputi
penggalian sejarah dan etno-kultural masa lalu guna dijadikan landasan
genologis sekaligus teladan yang membanggakan (penciptaan identitas
etno-kultural).</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Asal-usul
sastra Using yang berfungsi sebagai salah satu sendi tegaknya gagasan dan
praktik dialek Using sebagai bahasa telah dicari oleh para pendukungnya hingga
ke Blambangan abad 17 dan menemukan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung,
Sudamala,</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>
sebagai produk sastra Using kuno. Klaim terhadap ketiga sastra Jawa pertengahan
jenis kidung tersebut, saya duga, didasarkan pada pernyataan P.J. Zoetmulder
dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan </i>(1974), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“ Tempat asal-usul prototipe jenis ini
(kidung Sritanjung dan Sudamala) hendaklah kita cari di Banyuwangi . . .”</i>
dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ensiklopedi Indonesia</i> (1987) yang
menyebut sastra aliran Banyuwangi dengan contohnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>.
Begitu pentingnya keberadaan dan mutu asal-usul sastra Using membuat Hasan Ali
menepis pendapat sejumlah kalangan yang berpendapat bahwa kesusastraan
Blambangan secara jumlah dan mutu kurang. Dalam makalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bahasa dan Sastra Using di Banyuwangi </i>untuk Sarasehan Bahasa dan Sastra
Daerah Jawa Timur di Tulungagung tahun 1993, dengan berlandas pada pernyataan
B. R. Anderson mengenai abad kegelapan Jawa tahun 1500 – 1750 karena
peperangan, pembuangan, perampokan, pembantaian, dan kelaparan yang menyebabkan
serba terbatasnya pengetahuan akan kebudayaan Jawa Kuno, Hasan Ali<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menduga sebagian besar karya sastra aliran
Banyuwangi hancur karena peperangan berkepanjangan dari tahun 1316 – 1772 di
Blambangan. Di samping itu upaya guna mengangkat mutu asal-usul sastra Using
Hasan Ali<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam makalah yang sama juga
memberikan apresiasi yang tinggi pada syair gending-gending kuno Seblang dengan
mengatakan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Ketika para pujangga
Angkatan Lama dan Pujangga Baru masih berleha-leha dengan pepatah-petitih,
pantun, gurindam, talibun, sonata dll., yang kemudian ‘diterjang’ oleh Chairil
Anwar dan teman-temannya se-Angkatan ’45, justru dalam kesusastraan Using sudah
ada Padha Nonton . . . yang dalam bentuk dan isi sama dengan yang dimaui oleh
Chairil Anwar”</i>.</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-ansi-language: IN;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span lang="EN-US"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bagaimanapun istilah Using/Osing
sebagai sebutan etnis untuk masyarakat “asli” yang menghuni ujung timur Jawa
dan dianggap pewaris dari kerajaan Blambangan tidak populer atau tidak
digunakan untuk menyebut diri orang Banyuwangi sendiri (persepsi diri) sebelum
abad dua puluh. Pada paruh awal abad dua puluh beberapa sarjana Belanda memang
telah menyebut Osinger/Jawa Osinger untuk masyarakat “asli” Banyuwangi. Tapi
tidak ada dokumen atau laporan yang menyatakan orang “asli” Banyuwangi sendiri
menyebut dirinya orang Osing/Using. Bahkan, John Scholte yang meneliti Gandrung
pada paruh kedua 1920-an menyatakan para pendatanglah yang menyebut orang
Banyuwangi sebagai orang Using. Sementara pada tahun 1930 seorang peneliti
Belanda yang menyebut dirinya “insider” melaporkan bahwa istilah Using berasal
dari Bali – “sing” – untuk menyebut orang Banyuwangi. Menurut “insider” istilah
Using tersebut bermakna “bukan manusia”. Ketika bahasa Using, sebagai gagasan,
mulai dibenihkan pada tahun 70-an, di majalah berbahasa Jawa, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mekar Sari</i> (1974), Paman Goplang
memperingatkan agar tidak menyebut orang Banyuwangi sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wong Using</i> bila hendak berlaku sopan. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam syair gending-gending kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>, yang dianggap sebagai sastra
lisan Using, juga tidak ditemukan istilah Using untuk menyebut masyarakat/orang
Banyuwangi/Blambangan. Syair gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> memang tidak memuat persepsi diri atau menyebut kelompok
masyarakat tertentu sebagai identitas etno-kultural. Orang-orang yang disebut
dalam gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> sering
dikenali dalam kaitannya dengan profesi, tahapan perkembangan manusia, dan
sapaan: tumenggung, demang, wong dodol kembang, lare (cilik), putra, mbok,
kakang. Tampaknya identitas etno-kultural bukan hal penting atau menggelisahkan
pada masa lalu. Sebagai contoh, pada perang Bayu (1771 - 1773), perang paling
menghancurkan di Blambangan, dua kelompok yang saling berhadapan dalam
peperangan tidak terbagi dalam dua kelompok etnis yang berbeda. Para pejuang
Bayu tidak hanya terdiri dari orang-orang Blambangan saja tapi juga terdapat orang
Bugis, Jawa, China, dan Bali. Begitupun di pihak lawan, terdapat serdadu Eropa,
Jawa, Madura, bahkan Blambangan. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Kesadaran” akan identitas
sepertinya mulai tampak pada gending-gending (lagu-lagu) yang digubah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada masa modern. Namun identitas yang
dimaksud bukanlah Using, melainkan Blambangan atau Banyuwangi. Pada lagu-lagu
karangan Endro Wilis dan Muhamad Arief, keduanya dapat dikatakan pengarang
lagu-lagu Banyuwangian modern angkatan pertama, disamping Mahfud tentunya,
mulai terbentuk semacam identitas yang ditunjukan melalui perasaan menjadi
orang Blambangan atau Banyuwangi yang diungkapkan dengan menyebut-nyebut
Blambangan yang dikaitkan dengan diri sendiri dan orang lain yang sedaerah.
Namun demikian identitas yang tampak menonjol dalam syair-syair kedua pengarang
lagu tersebut lebih ditujukan untuk membangun solidaritas sosial tanpa terpenjara
ciri-ciri kedaerahan yang kental. Solidaritas dalam syair-syair tersebut tertuju
pada kondisi-kondisi ketertindasan dan ketimpangan secara sosio-ekonomi. Atau
mungkin lebih tepatnya dapat dikatakan berawal dari solidaritas kedaerahan dan
berakhir pada solidaritas terhadap ketertindasan dan ketimpangan yang diderita
oleh umat manusia seumumnya. Atau lebih tepat lagi tidak ada kebebasan dari
ketimpangan dan ketertindasan yang bisa dinikmati secara kadaerahan tanpa
kebebasan seluruh umat manusia. Pendeknya kebebasan seluruh umat manusia.
Contoh paling benderang dari ide tersebut adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rantag</i>, lagu karangan M. Arief yang mengajak seluruh umat manusia
untuk bergandengan tangan menyongsong zaman baru. Berikut syair lagu Rantag
tersebut:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Wis wayahe wong podo tangi</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Sudah saatnya
orang-orang semua bangun)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ring wetan katon padang, ilange bengi</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Di timur
tampak terang, hilangnya malam)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Wis rantag srengengene ganti madangi</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Sudah terbit
matahari menerangi)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Iku tandane zaman wis ganti</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Itu pertanda
zaman sudah berganti)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Podo guyup pemuda lan pemudi</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Semua
bahu-membahu pemuda dan pemudi)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ngajak wong sak donya dadi siji</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Mengajak
manusia sedunia menjadi satu) </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">. . .</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;">
</span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sementara dalam syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Emas-emas</i> yang menyimpan kondisi-kondisi
kontradiktif hampir di sekujur tubuh syair, M. Arief menceritakan bagaimana
seorang petani yang banting tulang mengolah lahan yang subur namun tak mampu
lepas dari kemelaratan. Walaupun begitu, dalam kondisi serba sulit, petani
tersebut masih ikut berjuang. Berjuang dalam syair tersebut bukan hanya
berjuang untuk diri sendiri tapi juga untuk orang banyak atau untuk suatu
gagasan bersama. Kata “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">perandane</i>
(walaupun begitu)” pada baris terakhir kutipan syair di bawah menjadi kata
kunci yang memisahkan sekaligus menghubungkan antara kondisi-kondisi individual
– kesulitan hidup karena dililit hutang – dan kondisi komunal yang dirujuk
dengan tindakan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">berjuang</i>. Maksud
tersiratnya bisa jadi adalah kesulitan individual hanya dapat diselesaikan
dengan tuntas jika kesulitan komunal juga diselesaikan. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">emak-emak saben dino nanduri pari</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Ibu-ibu tiap
hari menanam padi)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">mari
nggampung wong parine kari sejalang</i> (Setelah panen padinya sisa sejalang)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>emak bapak nyaur utang sing mari-mari</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Emak bapak
bayar hutang tak selesai-selesai)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">perandane
bapak mageh sanggup berjuang</i> (Walaupun begitu bapak masih sanggup berjuang)
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">.
. .</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Emas-emas</i> ini, yang bagian awal syairnya melukiskan bagaimana musik
angklung Banyuwangi dinikmati dan mengekspresikan suasana kerja, tampaknya
produk kultural (seni musik angklung) menjadi bagian organik dari kerja
produktif manusia. Barangkali cara menikmati musik angklung dalam lagu ini
dapat dibandingkan dengan bagaimana budak-budak kulit hitam pemetik kapas di
Amerika pada masa perbudakan menikmati <i style="mso-bidi-font-style: normal;">blues</i>
untuk mengekpresikan suasana kerja di ladang-ladang kapas milik para tuan tanah
kulit putih. Suatu kebudayaan yang belum lagi dilepaskan dari tubuh. Sikap
terhadap kebudayaan semacam ini kita juga bisa lacak dalam lagu-lagu Endro
Wilis. Produk-produk kultural berupa ragam kuliner Banyuwangi menjadi tema
dalam beberapa lagu karangan Endro Wilis, seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pelasan</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sempenit</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pindhang Koyong</i>. Dalam syair dua lagu
tersebut ragam kuliner bukan hanya menjadi kehadiran simbolik dari produk kultural
daerah yang membanggakan atau sekedar menjadi semacam salah satu “land mark”
kultural daerah. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pelasan Sempenit</i>
disuguhkan sebagai suatu hidangan “hidup” yang tidak terpisahkan dengan
aktivitas produksi, relasi antar individu, dan simbol dari identitas
sosio-politik-kultural (kawula alit). Syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pelasan
Sempenit</i> ini menceritakan petani yang dikirim sarapan oleh istrinya di
sawah. Lihatlah! Alangkah girangnya sang istri berangkat mengirim sarapan
kepada suaminya, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bibiq ngirim paman
lambeyane membat mayun!</i>”. Walaupun matahari sudah mulai terasa panas namun
hati masih musim hujan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Serngengene wis
mangkat kerasa panas, tapi ati seger, jeh, musim rendheng!”</i>. Begitupun
dengan paman tani saat tahu sang istri mengirim sarapan. Ia begitu girang “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">eseme meledhung</i>”. Apalagi tahu kalau
sang istri membawa lauk pelasan sempenit, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Paman
terus ngibing, meluk bibiq kang meh tiba”</i>. Alangkah! Kegembiraan yang
sangat sederhana. Kegembiraan yang mampu “dibeli’ oleh siapapun. Begitupun
dengan syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Pindhang Koyong</i> yang
menceritakan ketaksabaran seorang anak untuk segera bisa menikmati masakan
pindhang koyong emaknya. Namun, kegembiraan sederhana dalam syair lagu-lagu
Endro Wilis tersebut segera hilang manakala berhadapan dengan kondisi-kondisi
yang diakibatkan oleh praktik penghisapan. Sirnanya kegembiraan digantikan oleh
kemarahan yang diekspresikan secara lugas seperti dalam syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Segara.</i> Dalam syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Segara </i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kegigihan menghadapi tantangan alam yang
diekspresikan dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“sun adepi beboyo,
angin lesus prahara”</i> dan kegembiraan kerja menunggang gelombang yang
diekspresikan dengan ibarat <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“anak nong
gendongan”</i> akhirnya lenyap ketika hasil kerja banting tulang harus tumpah
di tangan juragan yang dikiaskan sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“setan
laut”</i>. Dalam syair lagu-lagu karangan Endro Wilis dan M. Arif<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>produk kultural – baik itu ragam musikal
ataupun ragam kuliner – dan aktivitas produksi tak terpisahkan dari dinamika
kehidupan sehari-hari dan mempunyai dimensi yang lebih luas dalam kaitannya
dengan relasi produksi, relasi dengan orang lain, dan relasi dengan alam.
Budaya yang demikian itu, budaya yang tak terpisahkan dari tubuh, adalah budaya
yang juga tak terpisahkan dari politik. Di sini politik hendaknya tidak
dimaknai sebagai tindakan kotor yang lazim kita dengar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di mana-mana saat ini. Namun politik sebagai
seni memperjuangkan kebajikan bersama. Oleh karenanya identitas dalam syair
lagu-lagu M. Arief dan Endro Wilis bukanlah identitas etno-kulutral. Identitas
dalam lagu-lagu dua pengarang tersebut adalah identitas sosio-politik. Tak mengherankan
kiranya syair lagu-lagu dua pengarang tersebut juga banyak menceritakan “orang
kecil” dengan maksud membongkar hubungan timpang (kontradiktif) dalam relasi
produksi. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Namun kecenderungan syair lagu-lagu
Banyuwangian dengan ciri-ciri seperti di atas pada akhirnya terhenti. Kemelut
politik 65 yang berskala nasional menggulung hampir seluruh lapangan kesenian
di Banyuwangi. Aktivitas bermusik boleh dibilang pingsan sebelum Bupati Kolonel
Joko Supaat Selamet mengembalikan kembali gairah bermusik dan berkesenian lainnya
di Banyuwangi. Tapi musik Banyuwangi tidak sama lagi. Kata Bernard Arps (2009),
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“In
the early 70s, under the regent of the New Order, the genre of Banyuwangi music
was revived – in a raddically different political context and without
‘Genjer-Genjer’ . . . </i>(Pada awal 70-an, di bawah bupati pertama masa Orde
Baru, genre musik Banyuwangi dibangkitkan lagi – dengan suatu konteks politik
yang berbeda secara radikal dan tanpa ‘Genjer-genjer’. . .)”. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tahun 70-an barangkali merupakan
tahun-tahun penting dalam kebijakan poltik kultural Orde Baru. Pada periode
itu, disamping kampanye anti komunis yang masif yang berlangsung selama puluhan
tahun, pemerintah juga direpotkan dengan apa yang disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">westernisasi</i> budaya. Pengaruh budaya barat (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">hippies</i>) yang ditandai dengan gaya hidup anak muda yang suka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">teler</i> dan rambut gondrong – mesti
diingat juga bahwa gerakan kaum <i style="mso-bidi-font-style: normal;">hippies</i>
bukan hanya gaya hidup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">urakan</i>, tapi
juga gerakan politik yang salah satunya adalah gerakan anti perang – dianggap
membahayakan karena meracuni anak muda dengan obat-obatan terlarang, sex bebas,
dan – paling penting – mendorong anak muda untuk bersikap tidak hormat bahkan
membangkang pada orang tua. Hal yang terakhir itu menjadi paling penting sebab
secara tidak langsung sikap tersebut merusak hubungan yang dilandasi oleh sikap
hormat dan patuh antara orang tua (bapak) dan anak yang merupakan idealisasi
dari hubungan pemerintah (presiden sebagai bapak) dan rakyatnya (sebagai anak).
Guna membendung pengaruh buruk dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">westernisasi</i>
yang dianggap bertentangan dengan kepribadian bangsa tersebut pemerintah
melakukan beberapa kebijakan politik antara lain revitalisasi nilai-nilai
tradisi yang secara monumental disimbolkan dengan pembangunan Taman Mini Indonesia
Indah (TMII) dan razia rambut gondrong yang menggelikan. Pada tahun itu juga
Presiden Soeharto mengunjungi Banyuwangi di Tapanrejo (Muncar) dan disuguhi
dengan musik angklung. Konon Soeharto merasa terkesan dengan kesenian angklung
Banyuwangi dan bertanya kepada Bupati apakah kesenian ini sudah ada dari dulu
dan dimainkan PKI? Bupati mengiyakan jika musik angklung sudah ada sebelum PKI.
Lantas Soeharto berpesan agar musik angklung “dimurnikan” kembali dan
dibersihkan dari pengaruh komunis.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></span></span></span></a>
Maka jadilah Bupati Supaat kembali menghidupkan musik angklung Banyuwangi yang
sempat pingsan dihantam kemelut politik. Penyusunan buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selayang-pandang Blambangan</i> yang diniatkan untuk menghimpun data
historis dan etnografis sangat mungkin tidak lepas dari pengaruh kebijakan
politik kultural Orde Baru semacam ini. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Peristiwa politik 1965 membekaskan
sejarah kesenian yang pahit di Banyuwangi. Bukan hanya stigmatisasi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer</i> dan lagu-lagu semasanya.
Peristiwa kelam tersebut juga merenggut seniman musik M. Arief yang sampai
sekarang tidak diketahui nasibnya. Sementara Endro Wilis harus merasakan
dinginnya lantai penjara Lowokwaru, Malang. Peristiwa tragis yang merenggut
ribuan bahkan ada yang menyebut jutaan nyawa dan sekian penghilangan manusia
tersebut direkam dalam syair lagu karangan Endro Wilis, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mbok Irat</i>. Lagu yang dikarang pada saat Endro Wilis bertugas dalam
dinas ketentaraan (masa konfrontasi Indonesia – Malaysia) di Sanggau,
Kalimantan Barat tersebut mengekspresikan kecemasan terhadap anggota keluarga
yang tidak ada berkabar. Mari kita simak beberapa baris syair lagu tersebut:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mbok Irat riko nong kutha, apuwa sing
mulih-mulih</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Wis suwe nono kabare, emak bapaq yara
anten-antenan</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">. . .</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">. . . mugo-mugo aja katut aratan</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ring kutha jare geni ngamuk, wong mati
kobong saq dalan-dalan</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">. . . </span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Terjemahannya:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kakak
Irat kamu dikota kenapa tidak kunjung pulang</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lama
sudah tidak ada berkabar, ibu bapak menunggu-nunggu</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">.
. .</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">.
. . semoga tidak kena pageblug</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Di
kota katanya api mengamuk, orang mati terbakar berkaparan di jalanan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Hal menarik lain dari lagu ini adalah di bagian bawah lembar kertas
dimana lagu ini ditulis dibubuhkan catatan peringatan: <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Syair aslinya sudah dihancurkan oleh kawan yang . . . (diganti total
tanpa idzin!) / tidak bisa menghargai hak pribadi orang lain. / Maka sekarang
saya buat sya’ir baru ini dan saya nyatakan bahwa sya’ir yang di luar ini
adalah <u>pelanggaran!!</u>”</i>. Jadi pada dasarnya syair yang dikutip di sini
adalah syair baru yang ditulis ulang di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Banyuwangi,
26 – 4 – 1996</i>, sedangkan syair lama yang ditulis di <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sanggau, Kalimantan Barat, 3 – 10 – 1965</i> sudah hancur (tulisan
miring dikutip dari tarikh penulisan syair di pojok kanan atas lembar lagu tersebut).
Ada dua pertanyaan: Siapa teman yang menghancurkan syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mbok Irat</i>? dan Kenapa syairnya dihancurkan? Saya tidak memperoleh
jawaban untuk dua pertanyaan tersebut. Tapi apa yang menimpa Endro Wilis
seperti hal di atas bukan sekali ini. Beberapa lagu Endro Wilis dikasetkan
tanpa menyertakan nama pengarangnya atau diklaim sebagai karangan orang lain
dan ada juga syair lagu lainnya yang diubah tanpa sepengetahuannya. Sedangkan
lagu yang semula berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang Abang</i>
yang menceritakan momen perpisahan antara sepasang kekasih karena sang pria
harus pergi berperang diganti menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang
Sutra</i>, diduga karena <i style="mso-bidi-font-style: normal;">abang</i>
(merah) identik dengan komunis.</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">“Penghancuran” syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mbok Irat</i> di atas seperti menjadi simbol
dengan apa yang terjadi pada nasib lagu-lagu Banyuwangi yang dikarang sebelum
65 dan kecendrungan arah politik kultural apa yang akan ditempuh oleh lagu-lagu
Banyuwangi pasca 65. Hampir seluruh lagu-lagu yang ditulis pra 65 menghilang di
Banyuwangi. Walaupun mungkin tanpa pelarangan formal namun kasus <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer</i> rupanya telah menjadi
stigma yang traumatik bagi masyarakat Banyuwangi. Akibatnya masyarakat
Banyuwangi tidak lagi berani menyanyikan lagu-lagu yang dikarang pra 65 karena
stigma komunis atas lagu-lagu dan para pengarangnya. Sementara itu, penulisan
syair lagu-lagu pasca 65 bagaimanapun tidak dapat dilepaskan dari kebijakan
politik kultural yang digariskan Jakarta yang di Banyuwangi mewujud dalam
penyusunan buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selayang-pandang Blambangan</i>
yang diikuti oleh tumbuhnya cita-cita kebahasaan bersama etnisasi Osing yang
membayang-bayanginya. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Syair lagu-lagu yang ditulis pasca
65 oleh pengarang-pengarang lagu angkatan kedua adalah syair-syair yang
menyokong gagasan etnisasi. Sebagaimana dalam proses tahapan-tahapan penegakan
tuturan Using sebagai bahasa yang dideskripsikan oleh Arps. Tahun 70-an
merupakan tahap transformasi yang dalam proses penegakan bahasa adalah tahapan
pencarian dan penemuan landasan ilmiah serta konsep-konsep perumusan kodifikasi
beserta strategi-strategi kampanye dan aktivitas-aktivitas strategis, sementara
dalam lagu-lagu terjadi “depolitisasi” dalam syair. Dalam syair lagu-lagu
Banyuwangi yang ditulis oleh para pengarang pasca 65 kita tidak lagi menemukan
keberpihakan yang terbaca jelas-jelas dalam syair-syair pra 65. Segala produk
kultural di Banyuwangi yang menjadi tema lagu-lagu pasca 65 disuguhkan tanpa
terkait dengan dinamika kehidupan sehari-hari, namun dihidangkan sebagai
kekhasan daerah yang membanggakan seperti dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rujak Singgul</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Sing koyo
nong Banyuwangi, rujak akeh maceme</i> (Tidak seperti di Banyuwangi, rujak
banyak ragamnya)”. Dalam lagu tersebut Banyuwangi dianggap sebagai peta
kultural tersendiri (khas) yang berbeda dari daerah-daerah lain. Di sini syarat
umum dari suatu identitas etno-kultural sebagai yang khas dan memandang
kelompok lain sebagai yang berbeda mulai tampak. Dalam hal ini, yang dimaksud
“depolitisasi” syair lagu-lagu tersebut di atas bukan berarti tidak bersifat
politik sama sekali, namun politik diarahkan sebagai aktivitas-aktivitas
perjuangan kultural. Kulturalisasi politik semacam itu menggeser prioritas
perjuangan dari menghapuskan ketimpangan sosio-ekonomi yang disebabkan oleh
praktik penghisapan dan ketidakadilan dalam penguasaan sumber daya alam atau
sumber-sumber ekonomi menjadi perjuangan untuk mendapatkan pengakuan identitas
(etnik). </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sebagaimana telah dibahas di awal
tulisan ini, penciptaan identitas etno-kultural Using dilaksanakan dengan
penggalian sejarah kultural masa lalu yang berfungsi sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">genesis </i>sekaligus teladan yang
membanggakan. Oleh karenanya, kemudian, sejarah kerajaan Blambangan “terpilih”
diangkat ke permukaan dan dikaitkan dengan karakteristik identitas
etno-ideologis Using yang diidealisasikan. Maka, pertempuran-pertempuran yang
heroik, seperti perang Bayu yang lambat-laun menjadi ikonik, diklaim sebagai
tindakan-tindakan leluhur Using yang membanggakan. Watak heroik, yang pada
mulanya digali dari peperangan-peperangan tersebut, selanjutnya menjadi semacam
salah satu nilai baku karakteristik Using. Syair beberapa gending kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>, sebagai warisan sastra lisan
Using, tak luput dari tafsir heroik semacam itu. Mari kita simak salah satu
syair gending Seblang yang mendapatkan tafsir heroik: </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Podo
Nonton</span></i></b></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Podo nonton pudak sempal ring lelurung
ya pandite</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Yo pudak sempal lambeyane para putro.</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Para putra kejala ring kedung lewung ya
jalane ya</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Jala sutra ya tampange tampang kencana.</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kembang menur melik-melik ring bebentur.</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sun siram siram alum sun petik mencirat
ati.</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lare angon gumuk iku paculana.</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sun tanduri kacang lanjaran saunting
ulih perawan</span></i></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tafsir-terjemahannya sebagai
berikut:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sama Menyaksikan<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></b></span></span></span></a></span></b></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sama-sama
menyaksikan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Bunga
pudak (lambang rakyat kebanyakan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Rebah
di jalan-jalan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Yang
keadaannya (seperti) bunga pudak.</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">(Yang
lunglai) ayunan tangannya (karena kerja paksa/rodi)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Para
putra (Blambangan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Telah
terjebak di kedung kebingungan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Oleh
jala sutra (kompeni)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Yang
rantainya, rantai kencana (yang berupa bujukan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kembang
menur (wanita-wanita Blambangan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tampak
mungil di sudut halaman.</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Disiram
(semangat) tetap layu</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dipetik
menyentuh hati (perasaan).</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Anak
gembala (pejuang-pejuang Blambangan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Cangkuli
bukit-bukit itu (dengan semangat perlawanan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tanami
kacang lanjaran (sampai ke mana-mana)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Seikat
dapat anak perawan (kemenangan).</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bagaimana mungkin upacara ritual <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> yang, jika benar seperti yang
dikatakan oleh Achmad Aksara, termasuk upacara ritual Hindu yakni <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Butha Yadnya</i> (upacara kurban untuk
kekuatan alam) ditafsir menjadi ekspresi perlawanan rakyat terhadap kompeni Belanda?</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Watak heroik sebagai salah satu
karakteristik identitas etno-kultural Using mendapatkan gemanya yang panjang
dan berulang-ulang dalam syair lagu-lagu Banyuwangi pasca 65. Kita bisa
menyebut banyak lagu pasca 65 yang syairnya berwatak heroik. Namun lagu berwatak
heroik paling ikonik dengan irama dan syair yang menggugah dan
memanggil-manggil adalah lagu yang dikarang oleh BS. Noerdian dengan syair yang
ditulis oleh Andang Cy., <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-Umbul
Blambangan</i>. Lagu ini adalah contoh paling tepat bagaimana gagasan identitas
etno-kultural Using mengekspresikan nilai patriotik-heroik dan menggambarkan
asal-usulnya. Dalam syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-Umbul
Blambangan</i> tokoh-tokoh historis dan fiktif berkelindan membentuk nilai
heroik dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">genesis</i> identitas
etno-kultural Using. Berikut petikannya:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ganda arume
getih Sritanjung</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Aroma harum darah Sri Tanjung) </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ya magih
semembrung</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Masih semerbak)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pamuke satriyo
Minak Jinggo</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Keberanian satria Minak Jingga)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ya Magih murub
ning dhadha</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Masih nyala di dada)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Magih kandel
kesaktenane</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Masih tebal kesaktiannya)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tawang Alun lan
Agung Wilis</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Tawan Alun dan Agung Wilis)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Magih murub
tekade Sayu Wiwit</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Masih nyala tekad Sayu Wiwit)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lan Pahlawan
petang puluh lima</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">
(Dan Pahlawan empat puluh lima)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Barangkali tokoh, dari sekian tokoh
yang disebut di atas dan dianggap menjadi leluhur Using, yang paling menarik
adalah Minak Jinggo. Dalam kisah langendriyan bagi orang-orang luar Banyuwangi
Minak Jinggo adalah tokoh antagonis dan buruk rupa. Namun untuk identitas
etno-kultural Using Minak Jinggo adalah tokoh pahlawan yang gagah berani.
Sebagaimana dalam beberapa syair lagu pra 65, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-umbul Blambangan</i> ini juga digambarkan keadaan alam
Banyuwangi/Blambangan yang kaya dan subur. Namun, jika dalam syair pra 65
keadaan alam yang subur tidak berbanding lurus dengan kondisi rakyatnya, malah
sebaliknya, kontradiktif, tidak demikian dengan syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-umbul Blambangan</i>. Seperti dalam banyak syair lagu-lagu pasca
65 lainnya, syair lagu tersebut melukiskan rakyat yang giat bekerja tanpa ada
masalah dengan kondisi sosio-ekonominya. Satu-satunya potensi ancaman yang
hadir dan bertekad akan dihadapi dalam lagu ini barangkali adalah ancaman
terhadap eksistensi kultural, “<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Hang
sapa-sapa bain</i> (Barang Siapapun) / <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Arep
nyacak ngerusak</i> (Berniat coba merusak) / <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sunbelani, sundhepani sunlabuhi</i> (Kubela, kuhadapi kujuangi)”. Watak
heroik yang kental dan lebih jelas terhubung dengan karakteristik identitas
ethno-kultural Using adalah lagu karangan BS. Noerdian dengan syair ditulis
Andang, Cy., <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun Lare Using</i> yang seolah merupakan suatu proklamasi
kualitas-kualitas keusingan. Sebagaimana <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-umbul
Blambangan</i> syair lagu inipun merepresentasikan watak identitas yang
diturunkan dari leluhur sejak zaman Blambangan. Berikut adalah dua bait
terakhir <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun Lare Using</i>:</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Jemlegur meriyem kompeni</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Berdentam
meriam kompeni)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Alas Bayu karang abang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Hutan Bayu
terbakar)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lo Pangpang Mberanang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Lo Pangpang
memerah)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Selebrang dudu kembang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Kemerlap bukan
kembang)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Getih kutah kembang-kembang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Darah tumpah
menyimbah ruah)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Mbah buyut mati perang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Leluhur mati
perang) </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Gantine sepirang-pirang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Penggantinya
melimpah ruah) </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Isun lare using</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Aku teruna
using)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tau gilig tau gepeng</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Pernah remah
pernah gepeng)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dijajah ambi Landa</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Dijajah oleh
Belanda)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Disiksa serdhadhu Jepang</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Disiksa
serdadu Jepang)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Taping magih bisa ngelawan</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Tapi masih
bisa melawan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 1.0cm; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lan menang ngerebut kemerdekaan</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> (Dan menang
merebut kemerdekaan)</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Identitas apapun tidak jatuh dari
langit tapi hasil dari konstruksi sosial. Menurut James C. Scott, “ <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Quite often such identities, particularly
minority identities, are at first imagined by powerful states . . .</i> (Kerapkali
identitas-identitas, terutama identitas minoritas, pada mulanya dibayangkan
oleh negara yang berkuasa . . .)”. Dalam hal ini, Using/Blambangan – jika ia adalah
sebuah identitas yang terbentuk pada jaman lampau – sangat mungkin adalah hasil
dari pembayangan dari dua kerajaan yang lebih kuat yang mengapitnya; kerajaan
Majapahit/Mataram dan kerajaan-kerajaan di Bali. Sebagai wilayah pinggiran yang
diperebutkan oleh dua kerjaan besar di sebelah Barat dan Timurnya, wilayah
Blambangan secara politik labil. Sementara, karena wilayahnya yang jauh dari
pusat kerajaan induk (Majapahit/Mataram) dan adanya halangan alam yang
menyulitkan untuk dilakukan kontrol politik terus menerus secara langsung
membuat wilayah Blambangan berpotensi manjadi semacam daerah “suaka” bagi para
pelarian politik, buron, para penghindar pajak dan wajib militer. Jarangnya
kontrol politik secara langsung tersebut membuka peluang bagi orang kuat lokal
untuk menahbiskan diri menjadi pemimpin atau raja dan juga membuka kemungkinan
terjadinya pembangkangan-pembangkangan menentang kerajaan induk. Perilaku
memberontak inilah yang mendorong kerajaan induk melakukan
penghukuman-penghukuman, baik secara militer maupun secara kultural. Kita tahu
beberapa kali Mataram melakukan serangan militer yang menghancurkan dan
mengangkut ribuan penduduk Blambangan ke Mataram. Bali juga beberapa kali
melakukan tindakan-tindakan penghukuman dan yang paling brutal adalah
pemanggilan dan dibunuhnya Pangeran Pati di pantai Seseh. Sementara secara
kultural Blambangan yang bukan Islam dan juga bukan Hindu yang mempunyai
struktur kasta dalam masyarakatnya seperti Bali adalah kelompok masyarakat yang
dianggap tak beradab (barbar). Di atas kita sudah membahas, melalui
“insider”,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mengenai istilah Using yang
bermakna “bukan manusia”. Sementara Mataram menstigma masyarakat Blambangan
secara simbolik melalui tokoh Minak Jinggo yang berwatak berangasan, doyan
mabuk, berwajah semirip anjing, berkaki timpang, dan sengau. Bahkan sisa-sisa
stigma ketakberadaban tersebut sampai sekarang kerap kita dengar, semisal kota
santet (ilmu hitam yang berfungsi mencelakai orang lain dan praktik
perdukunannya sering dianggap bertentangan dengan agama). Hal yang perlu
diingat adalah bahwa ketakberadaban tersebut berasal dari prespektif kerajaan-kerajaan
yang lebih kuat. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hal menarik dari penemuan Using di
masa modern adalah Using modern merupakan antitesis Using kuno.
Penggonstruksian Using modern seolah merupakan upaya menyangkali Using/Blambangan
kuno dengan memenuhi kekurangan-kekurangan kulturalnya dan sekaligus berupaya
berakar kepadanya. Kekurangan-kekurangan kultural tersebut diukur dengan
standar identitas yang justru dimiliki oleh budaya-budaya kerajaan yang
menstigmatisasinya. Jadilah kemudian Using modern menambal
kekurangan-kekurangan kulturalnya dengan usaha pembakuan adat-istiadat daerah,
pembakuan pakaian daerah, mendaftar jenis-jenis kesenian dan ragam kuliner,
mendaftar hasil sastra, dan terutama perjuangan untuk mendapatkan pengakuan
status bahasa, serta yang terakhir adalah keberaksaraan. Oleh karena identitas
etno-kultural membutuhkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">genesis</i>
(asal-usul) yang sesuai maka beberapa sejarah kultural Using/Blambangan kuno
harus disesuaikan dengan identitas etno-kultural Using yang diidealisasi.
Tafsir heroik beberapa syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>
dan pemosisian kesenian Gandrung sebagai bagian dari siasat gerilya adalah
hasil dari penyesuaian-penyesuaian ini. Dalam hal penyesuian-penyesuaian ini
syair lagu-lagu pasca 65 memainkan peran penting dalam menyebarkan idealisasi
identitas etno-kultural Using ke khalayak. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada akhirnya, didorong oleh rasa
khawatir akan terjadi salah paham atas tulisan ini, saya akan mengutip
pernyataan James C. Scott yang saya sepakati. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Apakah diciptakan atau dipaksakan, identitas-identitas memilih, kurang
lebih secara arbiter, satu atau banyak watak, walau samar-samar – agama,
bahasa, warna kulit, pola makan, mata pencaharian – sebagai hal yang
dikehendaki (desiderata). Kategori-kategori tersebut, yang terlembagakan dalam
teritori, pemilikan tanah, istana, hukum adat, tetua-tetua yang ditunjuk,
sekolah-sekolah, dan berkas-berkas tertulis, bisa menjadi identitas yang dihidupi
sepenuh keyakinan. Apabila identitas tersebut distigmatisasi oleh negara atau
masyarakat yang lebih besar, mungkin banyak orang menjadikani identitas
tersebut untuk menentang dan memberontak. Di sini penemuan identitas berpadu
dengan peneguhan diri yang heroik, di mana identifikasi tersebut menjadi
lencana kehormatan”. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></i></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*
* * * *</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Daftra Pustaka</span></u></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Aria Wiratma Yudhistira, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dilarang Gondrong!</i>, Tangerang: Marjin
Kiri, 2010</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span class="A3"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; font-weight: normal; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bernard Arps, <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; mso-bidi-font-weight: bold;">Osing Kids and the
banners of Blambangan, <span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">Ethnolinguistic
identity and the regional past as ambient themes in an East Javanese town, </span></span></span></i><span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">dalam Wacana Vol.11 No.1 (April 2009)</span></span><span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt;"></span></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="height: 2px; left: 0px; margin-left: 47px; margin-top: 12px; mso-ignore: vglayout; position: absolute; width: 128px; z-index: 251661312;"><img height="2" src="file:///C:\Users\PRANOTO\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif" width="128" /></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Terwujudnya Bahasa Using di Banyuwangi dan
Peranan Media di Dalamnya</i>, dalam Mikihiro Moriyama dan Manneke Budiman Ed.,
Geliat Bahasa Selaras Zaman, Tokyo University for Foreign Languange, 2010</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Endro Wilis<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, Istilah ‘Using’ adalah Racun yang Melumpuhkan Jiwa</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lembar Kebudayaan </i>10, Maret 2010. </span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Hasan Ali, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bahasa dan Sastra Using di Banyuwangi</i>, makalah untuk Sarasehan
Bahasa dan Sastra Daerah Jawa Timur di Tulungagung, 13-14 Nopember 1993 </span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Hasan Basri, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sekilas Tentang Sastra Using Banyuwangi</i>, Makalah untuk Sarasehan
Pemanfaatan Potensi Kebahasaan dan Kesastraan dalam Rangka Pembinaan dan
Pembangunan Bahasa dan Sastra Daerah, 20 Juni 2010</span></div>
<div class="MsoListParagraph">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN;">I Made Sudjana, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nagari
Tawon Madu</i>, Larasan-Sejarah, 2001</span><span lang="EN-US" style="font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoListParagraph">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN;">Indriyanto, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kebangkitan
Tari Rakyat di Daerah Banyumas (The Resurgence of Folk Dances in Banyumas), Harmonia
Jurnal Pengetahuan dan Pemikiran Seni</i>, Vol.2 No.2/Mei – Agustus 2001</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoListParagraph">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: IN;">James C. Scott, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The
Art of Not Being Governed, An Anarchist History of Upland Southeast Asia</i>,
Yale University Press, New Haven & London, 2009</span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"></span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">P.J. Zoetmulder, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan</i>, Penerbit Djambatan, Jakarta 1983</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Setya Yuwana Sudikan, M.A., <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sastra Using di Banyuwangi</i>, makalah
untuk Seminar Bahasa Using</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="Default" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sri
Margana, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Melukis Tiga Roh: Stigmatisasi
dan Kebangkitan Historiografi Lokal di Banyuwangi</i>, makalah untuk Konferensi
Nasional Sejarah IX, Jakarta, 5 – 7 Juli 2011 </span></div>
<div class="Default" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span lang="EN-US" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Suripan Sadi Hutomo, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tembang Mahisa Langit? Orang Banyuwangi
Masih Ada yang Ingat?</i>, Surabaya Post, 10 Maret 1984.</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ikhwan Setiawan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Transformasi Masa Lalu dalam Nyanyain Masa Kini: Hibridasi dan
Negosiasi Lokalitas dalam Musik Populer Using</i>, dalam Kultur, September 2007</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Novi Anoegrajekti, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kontestasi dan Representasi Identitas Using</i>, dalam Humaniora, No.1
Februari 2011</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="height: 2px; left: 0px; margin-left: 46px; margin-top: 12px; mso-ignore: vglayout; position: absolute; width: 128px; z-index: 251660288;"><img height="2" src="file:///C:\Users\PRANOTO\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif" width="128" /></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Etnografi Sastra Using: Ruang Negosiasi dan
Pertarungan Identitas</i>, Makalah 2010</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Sri Margana, Khoirul Anam (penerjemah), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ujung Timur Jawa, 1763 – 1813: Perebutan
Hegemoni Blambangan,</i> Pustaka Ifada, Yogyakarta 2012 </span></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span style="mso-ansi-language: IN;">Kisah ini didapat penulis
dari almarhum Achmad Aksara yang merupakan budayawan Banyuwangi. </span></div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span lang="EN-US" style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span></span></span></span></a><span lang="EN-US"> </span><span style="mso-ansi-language: IN;">Terjemahan syair Podo
Nonton dikutip dari semacam buku buklet atau buku pengantar untuk
penyelenggaraan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> yang berjudul
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Upacara Adat Seblang di Kelurahan
Bakungan Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi”, fotocopy-an </i>. Dari
keterangan tarikh yang terdapat di Kata Pengantar, buklet ini dibuat pada 10
Maret 2001.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
</div>
</div>
Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-65090894261100209502014-03-06T22:40:00.001-08:002014-03-07T03:27:41.941-08:00Suatu Tinjauan Singkat Sastra Using: Dari Kidung Sritanjung Sampai Puisi Isun Lare Using *<!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Book Antiqua","serif";}
</style>
<![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapedefaults v:ext="edit" spidmax="1028"/>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<o:shapelayout v:ext="edit">
<o:idmap v:ext="edit" data="1"/>
</o:shapelayout></xml><![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-n5WcIokBrMk/UxliM-HXhII/AAAAAAAAAKA/HkL8Td4931Y/s1600/gandrungkuno2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-n5WcIokBrMk/UxliM-HXhII/AAAAAAAAAKA/HkL8Td4931Y/s1600/gandrungkuno2.jpg" height="640" width="428" /></a></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">“Nama
Using diberikan pada orang Blambangan oleh para pendatang . . . Orang
Blambangan sendiri menyebut dirinya orang Jawa Asli. Nama paling tepat untuk
mereka adalah orang Blambangan”. </span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">(John Scholte: 1927)</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
umumnya berbagai kalangan meletakkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i>,
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>, dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudamala</i> sebagai contoh paling awal dari
karya sastra Using. Tiga karya sastra Jawa masa pertengahan berbentuk kidung
itu dianggap sebagai karya sastra Using<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berdasarkan
pernyataan P.J. Zoetmulder<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam karya
besarnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan</i> yang berbunyi, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“ Tempat asal-usul prototipe jenis ini
(kidung Sritanjung dan Sudamala) hendaklah kita cari di Banyuwangi . . .”.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></b></span></span></span></a></i>
Selain itu Ensiklopedi Indonesia (1987) juga menyebut sastra aliran Banyuwangi
dengan contohnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>. Apa yang membuat ketiga
naskah sastra dari masa Blambangan itu dimasukkan sebagai sastra Using adalah
adanya anggapan bahwa kebudayaan Using yang tumbuh di Banyuwangi merupakan
kelanjutan dari kebudayaan Blambangan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan</i> Zoetmulder menyebut kidung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudamala</i> mempunyai perbedaan dengan kidung-kidung lainnya yang
terutama pada tidak adanya latar belakang keraton atau sifat kerakyatannya.
Penuturan lisan bagaimanapun memainkan peran besar pada penulisan dua naskah
yang isi ceritanya sesungguhnya telah dikenal pada masa Majapahit. Ketiadaan
latar belakang keraton dalam dua kidung tersebut sangat mungkin dipengaruhi
oleh keadaan tempat dan zaman dimana dua kidung itu disalin. Blambangan,
meskipun mempunyai rentang masa yang cukup panjang sebagai kerajaan Hindu
terakhir di Jawa, merupakan wilayah yang tak sudah mengalami peperangan hebat
dari masa Majapahit sampai pendudukan kompeni Belanda. Ketakstabilan politik
berkepanjangan diikuti oleh peperangan terus-menerus, baik sebab internal
berupa perebutan tahta dan sebab eksternal berupa serbuan kerajaan-kerajaan
dari Bali dan Mataram, menyebabkan pusat pemerintahan atau kraton
berpindah-pindah. Disamping itu, pengambilan bentuk kidung dalam penulisan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudamala</i> yang menurut Zoetmulder, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Bila dipandang dari sudut sastra, maka kidung-kidung pada umumnya
dengan jelas memperlihatkan kekurangan-kekurangan’</i>,<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></span></span></span></a>
seolah mengonfirmasi pendapat I Made Sudjana dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nagari Tawon Madu</i> (2001) yang menyatakan Blambangan tidak pernah
mengalami masa keemasan, zaman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kertayuga</i>
yang sesungguhnya, dimana berkembang seni sastra dan kebudayaan pada umumnya.
Atau setidaknya sastra pada masa Blambangan tidak tumbuh dan berkembang dengan
maksimal di dalam tembok kraton.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[3]</span></span></span></span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Berbeda
dengan Zoetmulder yang menilai kidung sebagai karya sastra lebih rendah
dibandingkan dengan kakawin jika ditinjau dari unsur interinsik sastra. Dalam
kajian pendek mengenai naskah Kidung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i>
berhuruf Arab pegon yang tersimpan di museum Banyuwangi, Suripan Sadi Hutomo
justru mengaku menemukan keindahan. Bahkan dalam naskah tersebut ia menemukan
dua versi puisi tembang yang khas (tidak terdapat dalam macapat) yakni puisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">wukir</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">mahisa langit</i>. Suripan Sadi Hutomo menggolongkan kidung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i> sebagai sastra Jawa Pasisiran
yang bersifat dinamis dan demokratis.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[4]</span></span></span></span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penilaian
Suripan Sadi Hutomo mengenai Kidung <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung
</i>yang disebutnya bersifat dinamis dan demokratis sedikit banyak mengingatkan
pada penilaian John Scholte (1927) mengenai Gandrung. Ketika membandingkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i> dengan tarian Jawa dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandroeng van Banjoewangi</i> John Scholte
menyatakan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“. . .Gandrung maupun
penari-penari rakyat, dan oleh karenanya mereka bukan pembawa cap dari etiket
kekratonan yang mempunyai ciri untuk selalu menekan dan menghaluskan segala
ekspresi vital serta juga untuk melambat-lambatkan gerakan-gerakannya hingga
terkuasai secara estetis tetapi kadang-kadang menyebabkan kehilangan
penghayatan dari hakekatnya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>. . .”</i>.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Disamping
ketiga naskah Bahasa Jawa Pertengahan itu syair dalam gending-gending kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i> juga dimasukkan sebagai sastra Using. Berbeda dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudamala</i>, dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>
yang mempunyai bentuk naskah (tertulis), syair-syair kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i>
merupakan sastra lisan yang dinyanyikan dengan iringan instrument musik tradisonal
tertentu dan merupakan bagian dari tradisi ritual dan seni tari. Syair-syair
kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>baru mendapatkan
bentuk tertulisnya setelah seorang Belanda pada paruh pertama abad XX,
Ottolander, dikabarkan mendokumentasikannya secara tertulis.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Beberapa
kalangan, terutama pengkaji dan pemerhati di kalangan orang-orang Banyuwangi,
sangat membanggakan syair gending-gending kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>. Mereka menyebut syair tersebut melampaui zaman, mendahului
puisi-puisi modern yang bebas. Hasan Ali, pemelihara dan penjaga kebudayaan
Using yang ulet dan selalu didengar dan diikuti pernyataannya, dengan mengambil
contoh salah satu gending Seblang, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Padha
Nonton</i>, mengatakan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Ketika para
pujangga Angkatan Lama dan Pujangga Baru masih berleha-leha dengan pepatah-petitih,
pantun, gurindam, talibun, sonata dll., yang kemudian ‘diterjang’ oleh Chairil
Anwar dan teman-temannya se-Angkatan ’45, justru dalam kesusastraan Using sudah
ada Padha Nonton . . . yang dalam bentuk dan isi sama dengan yang dimaui oleh
Chairil Anwar”</i>.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[5]</span></span></span></span></a></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-d52Rexcr3zA/Uxloja8XW3I/AAAAAAAAAKQ/Zz12qACsJ94/s1600/seblangkuno1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-d52Rexcr3zA/Uxloja8XW3I/AAAAAAAAAKQ/Zz12qACsJ94/s1600/seblangkuno1.jpg" height="400" width="308" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Namun,
seperti kebanyakan sastra lisan yang penyebarannya dari generasi ke generasi
berikutnya berlangsung secara tutur, syair gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> juga rentan mengalami pengurangan, penambahan, dan
penyimpangan kata-katanya. Kita tidak pernah tahu apakah syair yang sampai pada
generasi hari ini tidak mengalami ‘kerusakan’ dibandingkan dengan syair yang
ada pada masa sebelumnya. Hal yang jelas pada masa kini terdapat beberapa
varian gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>.
Sebagai contoh, teks syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Padha Nonton</i>
dalam tulisan Hasan Ali berbeda dengan teks yang ada pada semacam buku
informasi yang sangat mungkin ditulis oleh panitia penyelenggara Seblang
Bakungan yang berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Upacara Adat
Seblang</i>. Pada teks yang ditulis Hasan Ali syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Padha Nonton</i> terdiri dari empat bait sementara dalam buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Upacara Adat Seblang</i> hanya memuat dua
bait syair <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> yang dalam tulisan
Hasan Ali dijadikan dalam satu bait.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidak
menutup kemungkinan syair gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>
pada mulanya diciptakan menurut guru lagu dan guru wilangan tertentu mengingat
gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> merupakan
sastra lisan yang ditembangkan. Namun, karena perjalanannya yang panjang hingga
sampai pada saat ini melalui tuturan dari mulut ke mulut mengakibatkan syair
gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> mengalami
‘kerusakan’<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>baik dalam ketepatan
menembangkannya apalagi penyalinannya menjadi teks tulis. Problem pada gending-gending
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> ini mengingatkan pada
hilangnya kemampuan mengartikulasikan tembang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">wukir</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tembang mahisa
langit</i> dalam naskah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i>
berhuruf pegon yang disinyalir oleh Suripan Sadi Hutomo. Problem ini juga
terjadi pada pendarasan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mocoan</i> yang
menurut salah seorang pendarasnya di daerah Kemiren sesungguhnya ia tidak tahu
menembangkannya dengan tepat dan terpaksa menembangkannya dengan versi macapat
walaupun sesungguhnya seringkali kekurangan atau kelebihan satu sampai beberapa
baris.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hampir
menjadi kesepakatan bersama di kalangan para pengkaji dan pemerhati sastra
Using bahwa naskah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sritanjung</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sudamala</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sang Satyawan</i>, gending-gending kuno <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i>
merupakan hasil karya sastra Using pada masa Blambangan, walaupun istilah Using
sendiri baru muncul pada paruh pertama abad XX. Istilah Using yang digunakan
untuk menyebut masyarakat Banyuwangi muncul pada tahun 1926 ketika Stoppelaar
menggunakan istilah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Blambangers</i> atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Oesingers </i>dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Blambangansche Adatrecht</i>. Tahun 1927 John Scholte dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandroeng van Banjoewangi</i> menyatakan nama
Using digunakan pada orang Blambangan oleh para pendatang, sedangkan orang
Banyuwangi sendiri menyebut dirinya sebagai orang Jawa asli.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="Default" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sebelum
dirintis sebagai identitas budaya pada tahun 1970-an dan mulai memantapkan
statusnya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pada tahun 1990-an melalui
kampanye masif dan tersistematis, bagi masyarakat Banyuwangi penyebutan Using
kepada diri mereka adalah suatu penghinaan. Bernard Arps dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Osing
Kids and the banners of Blambangan, <span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 150%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">Ethnolinguistic
identity and the regional past as ambient themes in an East Javanese town </span></span></span></i><span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 150%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">yang dimuat dalam Wacana Vol.11 No.1 (April
2009) menyatakan </span></span>tahun 1974 di majalah berbahasa Jawa, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mekar Sari</i>, Paman Goplang memperingatkan
jika anda mau berlaku sopan hendaklah jangan menyebut masyarakat Banyuwangi
sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wong Using</i> yang bagi mereka
itu adalah julukan yang melecehkan. Sementara Endro Wilis, salah seorang pengarang
lagu-lagu Banyuwangian ‘modern’ angkatan pertama, mengatakan bahwa istilah
Using melumpuhkan jiwa, maksudnya istilah Using merupakan hasil rekadaya orang
luar sejak zaman VOC untuk menghancurkan mental dan moral masyarakat Blambangan
yang terkenal keras kepala dan tak mau tunduk begitu saja terhadap upaya
penindasan<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="color: black; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[6]</span></span></span></span></a>.
Tiga puluh tahun sebelum ‘nasehat’ Paman Goplang, seorang peneliti Belanda yang
menyebut dirinya sebagai ‘insider’ dalam laporannya menyatakan bahwa Using
diambil dari istilah Bali ‘sing’ untuk menyatakan masyarakat Blambangan adalah
‘bukan manusia’<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="color: black; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[7]</span></span></span></span></a>. Sampai sekarangpun
sebutan Using ditolak oleh beberapa orang tua (75-an ke atas) di Banyuwangi.</span></div>
<div class="Default" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Awal
munculnya Using sebagai identitas kultural dan ‘bahasa’ daerah di Banyuwangi tak
bisa dilepaskan dari kebijakan kultural rezim Orde Baru yang pada akhir tahun
60-an atau awal 70-an kewalahan menghadapi perilaku menyimpang anak-anak muda
yang dianggap akibat dari pengaruh Barat. Salah satu kasus penyimpangan
perilaku anak muda paling bejat dan yang paling disorot dan tak pernah diungkap
tuntas sampai hari ini adalah kasus pemerkosaan gadis penjual telur di Solo,
Sumarijem, yang dilakukan oleh anak salah seorang bangsawan keraton Surakarta
dan anak salah seorang pahlawan revolusi yang terkenal dengan peristiwa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sum Kuning</i>. Keprihatinan terhadap
perilaku menyimpang anak muda yang dianggap karena pengaruh Barat ini melahirkan
tindakan represif terhadap kalangan anak muda yang salah satu contohnya yang
menggelikan adalah pelarangan rambut gondrong yang dilakukan secara sistematis
oleh Orde Baru<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[8]</span></span></span></span></a>.
Pada sisi lain Orde Baru menggalakan penggalian kembali nilai-nilai tradisi
melalui pelestarian dan revitalisasi kesenian-kesenian daerah<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[9]</span></span></span></span></a>.
Penggalakan kembali kesenian daerah di Banyuwangi, setelah melewati periode
‘bisu’ beberapa tahun sesudah peristiwa ’65 dan masa ‘pembersihan’, mendapatkan
momentumnya ketika Presiden Soeharto meminta Bupati Banyuwangi, Djoko Supaat
Selamet, menghidupkan kembali kesenian daerah Banyuwangi setelah ia menyaksikan
seni angklung Banyuwangi pada kunjungannya ke Tapanrejo, Banyuwangi, pada tahun
1970. Sejak itu seni budaya Banyuwangi bergairah dan perjalanan panjang
menegakkan Using sebagai identitas kultural daerah dimulai.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-Lb96Xd-V4Xk/Uxlo62hyMoI/AAAAAAAAAKY/1exSfzFIaZM/s1600/orang+dan+sapi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/-Lb96Xd-V4Xk/Uxlo62hyMoI/AAAAAAAAAKY/1exSfzFIaZM/s1600/orang+dan+sapi.jpg" height="291" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Periode
pertama penegakan identitas ke-usingan, seperti pesan Soeharto kepada Bupati
Supaat, adalah membersihkan jejak-jejak komunis pada kesenian-kesenian
Banyuwangi seraya membangun dan mengembangkan nilai-nilai ideal tertentu. Novi
Anoegrajekti mencatat pada laporan penelitiannya mengenai upaya-upaya untuk
‘memperbaiki’ peran, perangai, dan fisik tokoh antagonis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Minakjinggo</i> yang merupakan identifikasi karakter Using<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam seni drama <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Damarwulan</i> yang populer di masyarakat.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn10" name="_ftnref10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[10]</span></span></span></span></a>
Pembersihan jejak-jejak komunis dilakukan dengan pembungkaman dan
‘mempertobatkan’ seniman-seniman Banyuwangi serta penyensoran, pelarangan, dan
pendiskriditan karya-karya seni yang dianggap subversif. Hampir seluruh
lagu-lagu M. Arief ‘menghilang’ dari masyarakat karena cap komunis. Sementara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer</i>, salah satu lagu karya M.
Arief yang dipuji oleh Nyoto dan memperoleh popularitas nasional pada masa Orde
Lama, digambarkan sebagai lagu pengiring tindakan bejat dan keji dalam film <i style="mso-bidi-font-style: normal;">G.30 S./PKI</i> karya Arifin C. Noer yang
menjadi film wajib tayang di TVRI setiap memperingati hari Kesaktian Pancasila.
Seniman lain semasa M. Arief, Endro Wilis, terpaksa menghapus namanya pada
lagu-lagu ciptaannya yang di’kasetkan’. Sementara salah satu lagu karyanya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang Abang</i> diganti tanpa
sepengetahuannya menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang Sutro</i>
karena ‘Abang’ (merah) identik dengan komunis. Pada periode yang disebut oleh
Bernard Arps, dalam kajiannya tentang ethnolinguistik Using<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn11" name="_ftnref11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[11]</span></span></span></span></a>,
masa persiapan transformasi ini terjadi perubahan besar dalam karakter dan
semangat penciptaan syair lagu-lagu Banyuwangian. Tidak ada lagi syair-syair
bertema kerakyatan yang disemangati oleh keberpihakan dan perlawanan terhadap
penindasan dan penghisapan seperti yang dengan jelas terbaca pada syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nelayan</i> ciptaan Endro Wilis dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Emas-emas</i> ciptaan M. Arief. Sebagai
gantinya muncul syair-syair dengan tema asmara, nasehat untuk hidup rukun, dan
bahkan kampanye pembangunan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Syair
gending-gending Banyuwangian yang diciptakan pada masa 70-an seperti hendak
‘memurnikan’ kembali ciri khas sastra lisan Banyuwangi. Berbeda dengan syair
lagu-lagu Banyuwangian yang diciptakan sebelum ’65 yang lebih lugas, syair lagu-lagu
tahun 70-an, terutama yang diciptakan Andang C.Y dan Basir Noerdian, lebih
sering menggunakan wangsalan, basanan, dan paribasan yang merupakan gaya puitik
khas sastra lisan Using.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tahun 80-an ketika industri rekaman mengalami <i style="mso-bidi-font-style: normal;">booming</i> pertama, irama angklung Banyuwangi tergeser oleh irama yang
lebih mirip dangdut yang kemudian lebih dikenal sebagai kendang kempul. Watak
industri yang mau merengkuh audiens (konsumen) yang luas, tak hanya berdampak
pada mulai mendominasinya irama kendang kempul pada lagu-lagu yang diciptakan
pada masa itu, namun juga berdampak pada gaya penulisan syair-syairnya. Gaya
puitik basanan, wangsalan, dan paribasan dalam syair lagu-lagu kehilangan
popularitasnya dan digantikan oleh keterusterangan yang nyaris vulgar. Pada
masa ini, bersama pasang naik industri rekaman lagu-lagu kendang kempul, mulai
terjadi ‘integrasi’ besar-besaran penduduk pendatang ke dalam masyarakat Using.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada
tahun 80-an ini muncul puisi tulis Using dengan penyair-penyairnya seperti
Slamet Utomo, Pomo Martadi, dan Uun Haryati. Contoh bagus puisi Using 80-an ini
adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sisik Melik</i> karya Uun Haryati.
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sisik Melik<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn12" name="_ftnref12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[12]</span></b></span></span></span></a></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Melik-melik
cunduke lare cilik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">perawan
cilik kang dikudang dadi sisik melik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">wangine
sak ara-ara</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">dadi
kudangane wong sak desa</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kembang
menur semembur sing ana kang nandur</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kembang
melati diwanti-wanti hang ati-ati</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sekar
tanjung wong kabeh padha njunjung</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kaya
dibombong atine wong tuwek meromong</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">karepe
wis gumantung ring nduwur mega</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sisik
melik nyandhinge ndara wedana</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sekar
taji tekane dipuji-puji</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Nyatane
duh eman</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sisik
melik wis kadhung ana kang methik</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">dienggo
tamba duh kakang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">ngumbar
hawa, nggiring kepaling </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">kelara-lara,
kabare sing ana teka</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Eluh
mili emak bapak mung kari ndunga</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">pedhut
gancanga ilang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">wong
sak desa milu kelangan</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">dijaluk
mong siji, tetep gandholana</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">landhung pikir, kencenga iman</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 108.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Banyuwangi,
23 Januari 1986</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Hasan Basri menyatakan puisi Uun Haryati
ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“. . .pekat dengan metafor alam,
diksinya lebih setia pada kosa kata klasik, kaya akan hiasan basanan dan
wangsalan, persajakannya lebih mengalun, nuansa magisnya sangat terasa”</i>.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn13" name="_ftnref13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[13]</span></span></span></span></a>
Namun jika diperhatikan secara seksama puisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sisik Melik</i> tersebut sesungguhnya puisi yang langsung atau terang benderang.
Hanya terdapat beberapa kiasan seperti ‘sisik melik’ yang berarti kembang desa
atau primadona dan ‘pedhut’ (mendung) yang berarti derita, yang itupun
sebenarnya lazim digunakan jika tidak dapat disebut kilse. Sementara
diksi-diksi seperti ‘kembang melati’, ‘kembang menur’, ‘sekar tanjung’, ‘sekar
taji’ bukanlah perumpamaan dan fungsinya hanyalah untuk ‘kembangan’ dan
menyesuaikan permainan bunyi, aliterasi dan asonansi, yang merupakan ciri
puitik dominan dalam puisi ini. Beberapa baris puisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sisik Melik</i> yang repetitif seperti hendak meneladani tradisi puitik
pada syair gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i>
dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i> yang kuno meski tanpa
kepelikan perumpamaan-perumpamaan yang berlapis. Puisi karya Uun Haryati ini
tentu sangat kontras jika dibandingkan dengan syair lagu-lagu kendang kempul
yang banyak menyerap diksi-diksi Jawa kulonan. </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tahun 1990-an merupakan periode paling
menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan sastra Using. Setelah Sarasehan
Bahasa Using pertama tahun 1990 mulai dilakukan usaha-usaha kodifikasi bahasa
Using yang diikuti dengan memasukan pelajaran bahasa Using di sekolah SD sampai
SLTA, penerbitan brosur-brosur, bulletin dan buku berbahasa Using. Pada periode
ini peran Hasan Ali, yang pada tahun 1970 adalah salah seorang yang ikut andil
dalam penyusunan buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selayang-pandang
Blambangan</i> pesanan Bupati Supaat guna menghimpun data historis dan
etnografis Banyuwangi, menjadi tokoh sentral dalam perkembangan bahasa dan
budaya Using secara umum. Ia bukan hanya berhasil meyakinkan bahwa bahasa Using
bukanlah salah satu dialek bahasa Jawa tetapi bahasa tersendiri yang sejajar
dengan bahasa Jawa berdasar disertasi Suparman Herusantosa. Ia juga
mengintrodusir dan memberikan standar penafsiran atas syair gending-gending <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang dan Gandrung</i>. Walaupun
sebenarnya tanpa data-data yang meyakinkan, namun tafsir perjuangan gerilya
atas <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Seblang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandrung</i> menjadi tafsir yang diterima luas. Sifat heroik tafsir
Hasan Ali ini mempunyai arti penting guna memberikan landasan positif untuk
mengonstruksi Using sebagai identitas sosio-kultural Banyuwangi.<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn14" name="_ftnref14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[14]</span></span></span></span></a> </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada tahun 1990-an ini juga ditandai
oleh Setya Yuwana Sudikan mulai tumbuhnya apa yang disebutnya sebagai puisi
Indonesia yang diekspresikan dalam bahasa Jawa dialek Using. Ia menyebut puisi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun Lare Using</i> karya Adji Darmadji yang
termuat dalam antologi puisi using berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Juru
Angin</i> sebagai tonggak pembaharu puisi Using. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Pembaharuan yang dibawa Adji bukan sekedar pada aspek pola persajakan,
rima, majas, dan diksi, melainkan total sampai pada aspek tipografi, nuansa,
dan makna utuh puisi”</i>,<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn15" name="_ftnref15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[15]</span></span></span></span></a>
terang Sudikan. Padahal <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun Lare Using</i>
karya Adji Darmadji tersebut hanyalah puisi ‘pubertas’ pemberontakan yang bukan
hanya gagap mengekspresikan diksi-diksi Using, bahkan susunan-susunan
perumpamaan metaforalnya sangat kacau balau. Berbeda dengan puisi Fauzi
Abdullah, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dadia Wis</i>, yang lebih
berhasil mengadopsi puisi lirik modern Indonesia. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; mso-add-space: auto; mso-margin-bottom-alt: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dadia Wis<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn16" name="_ftnref16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[16]</span></b></span></span></span></a></span></b></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sakehe koma jejer negeri lakon</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Saya adoh mang-mang nrawang</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ring wates garis plawangan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Isun lungguh nganggur dhewekan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kantru-kantru nulih pecake cekapah</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Ngitung-ngitung cekapah langkah</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Awang uwung nggelari ati sun gerayang</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Apa wis jaya pama gegableg tangan dalan</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Atawa nggadug ring panggonan?</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Sun liwati baen kaya watu ngglundhung</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kang arep teko</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dadia wis! </span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kabeh sun gantung ring dhuwur kana</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 72.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; mso-add-space: auto; text-indent: 36.0pt;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Surabaya Pos</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"> Minggu, 1 Juni
1992</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sastra Using bagaimanapun tak
begitu saja berkait dengan Blambangan sebagai masa lalu Banyuwangi yang terus
menerus diungkap sebagai zaman yang gilang gemilang. Lahirnya istilah sastra
Using merupakan suatu hasil konstruksi kultural yang bersamanya kekuasan memainkan
peran dominan untuk mewujudkannya. Pengaruh kebijakan Orde Baru dan kehendak
untuk menegakkan identitas kedaerahan merupakan faktor penting yang melandasi
munculnya sastra Using, selain faktor industri komersial yang banyak
mempengaruhi pada periode 1980-an.</span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pada akhirnya harus diakui tulisan
yang serba terbatas ini tidak dapat membahas semua sastra yang dilisankan dan
dituliskan di Banyuwangi. Misalnya, prosa lisan yang melimpah dan tradisi
berpantun di tengah masyarakat Banyuwangi yang mempunyai ciri tertentu
(basanan, wangsalan, paribasan) tidak mempunyai kesempatan untuk diketengahkan
di sini. Tentu merugikan, namun hal ini tak terhindarkan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormalCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">*
* * * *</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"> * <u>Versi lebih pendek tulisan ini dimuat di Majalah Sabana</u></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<u><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Daftra Pustaka</span></u></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Aria Wiratma Yudhistira, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dilarang Gondrong!</i>, Tangerang: Marjin
Kiri, 2010</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span class="A3"><span style="color: windowtext; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; font-weight: normal; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Bernard Arps, <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: black; mso-bidi-font-weight: bold;">Osing Kids and the
banners of Blambangan, <span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">Ethnolinguistic
identity and the regional past as ambient themes in an East Javanese town, </span></span></span></i><span class="A3"><span style="font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt; mso-bidi-font-weight: bold;">dalam Wacana Vol.11 No.1 (April 2009)</span></span><span class="A3"><span style="color: windowtext; font-weight: normal; line-height: 115%; mso-ansi-font-size: 12.0pt;"></span></span></span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="height: 2px; left: 0px; margin-left: 47px; margin-top: 12px; mso-ignore: vglayout; position: absolute; width: 128px; z-index: 251659264;"><img height="2" src="file:///C:\DOCUME~1\PRANOT~1.GHO\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif" width="128" /></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Terwujudnya Bahasa Using di Banyuwangi dan
Peranan Media di Dalamnya</i>, dalam Mikihiro Moriyama dan Manneke Budiman Ed.,
Geliat Bahasa Selaras Zaman, Tokyo University for Foreign Languange, 2010</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Endro
Wilis<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, Istilah ‘Using’ adalah Racun yang
Melumpuhkan Jiwa</i>, Lembar Kebudayaan 10, Maret 2010. </span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Hasan
Ali, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bahasa dan Sastra Using di
Banyuwangi</i>, makalah untuk Sarasehan Bahasa dan Sastra Daerah Jawa Timur di
Tulungagung, 13-14 Nopember 1993 </span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Hasan
Basri, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sekilas Tentang Sastra Using
Banyuwangi</i>, Makalah untuk Sarasehan Pemanfaatan Potensi Kebahasaan dan
Kesastraan dalam Rangka Pembinaan dan Pembangunan Bahasa dan Sastra Daerah, 20
Juni 2010</span>.</div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraph" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">P.J. Zoetmulder, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan</i>, Penerbit Djambatan, Jakarta 1983</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Setya
Yuwana Sudikan, M.A., <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sastra Using di
Banyuwangi</i>, makalah untuk Seminar Bahasa Using</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="Default" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Sri
Margana, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Melukis Tiga Roh: Stigmatisasi
dan Kebangkitan Historiografi Lokal di Banyuwangi</i>, makalah untuk Konferensi
Nasional Sejarah IX, Jakarta, 5 – 7 Juli 2011 </span></div>
<div class="Default" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Suripan
Sadi Hutomo, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tembang Mahisa Langit? Orang
Banyuwangi Masih Ada yang Ingat?</i>, Surabaya Post, 10 Maret 1984.</span></div>
<div class="MsoFootnoteText" style="margin-left: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ikhwan Setiawan, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Transformasi Masa Lalu dalam Nyanyain Masa Kini: Hibridasi dan
Negosiasi Lokalitas dalam Musik Populer Using</i>, dalam Kultur, September 2007</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Novi Anoegrajekti, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kontestasi dan Representasi Identitas Using</i>, dalam Humaniora, No.1
Februari 2011</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle">
<br /></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="height: 2px; left: 0px; margin-left: 46px; margin-top: 12px; mso-ignore: vglayout; position: absolute; width: 128px; z-index: 251658240;"><img height="2" src="file:///C:\DOCUME~1\PRANOT~1.GHO\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.gif" width="128" /></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Etnografi Sastra Using: Ruang Negosiasi dan
Pertarungan Identitas</i>, Makalah 2010</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<br clear="all" />
<div style="mso-element: footnote-list;">
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span></span></span></span></a>
P.J. Zoetmulder, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kalangwan</i>, Penerbit
Djambatan, Jakarta 1983 (hal. 540)</div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span></span></span></span></a>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ibid</i>. hal. 511</div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span></span></span></span></a>
Sejumlah budayawan Banyuwangi menolak pendapat jika kesusastraan Blambangan
secara jumlah dan mutu kurang. Hasan Ali dalam makalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bahasa dan Sastra Using di Banyuwangi</i> untuk Sarasehan Bahasa dan
Sastra Daerah Jawa Timur di Tulungagung tahun 1993 , dengan berlandas pada
pernyataan B. R. Anderson mengenai abad kegelapan Jawa tahun 1500 – 1750 karena
peperangan, pembuangan, perampokan, pembantaian, dan kelaparan yang menyebabkan
serba terbatasnya pengetahuan akan kebudayaan Jawa Kuno, menduga sebagian besar
karya sastra aliran Banyuwangi hancur karena peperangan berkepanjangan dari
tahun 1316 – 1772 di Blambangan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span></span></span></span></a>
Suripan Sadi Hutomo, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Tembang Mahisa
Langit? Orang Banyuwangi Masih Ada yang Ingat?</i>, Surabaya Post, 10 Maret
1984.</div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span></span></span></span></a>
Hasan Ali, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bahasa dan Sastra Using di
Banyuwangi</i>, makalah untuk Sarasehan Bahasa dan Sastra Daerah Jawa Timur di
Tulungagung, 13-14 Nopember 1993 </div>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[6]</span></span></span></span></span></a>
Endro Wilis<i style="mso-bidi-font-style: normal;">, Istilah ‘Using’ adalah Racun
yang Melumpuhkan Jiwa</i>, Lembar Kebudayaan 10, Maret 2010. </div>
</div>
<div id="ftn7" style="mso-element: footnote;">
<div class="Default">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Book Antiqua","serif"; mso-bidi-font-family: "Book Antiqua";"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="color: black; font-family: "Book Antiqua","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Book Antiqua"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[7]</span></span></span></span></span></a>
<span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Sri Margana, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Melukis Tiga Roh: Stigmatisasi dan Kebangkitan Historiografi Lokal di
Banyuwangi</i>, makalah untuk Konferensi Nasional Sejarah IX, Jakarta, 5 – 7
Juli 2011 </span></div>
</div>
<div id="ftn8" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[8]</span></span></span></span></span></a>
Aria Wiratma Yudhistira dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dilarang
Gondrong!</i> (Marjin Kiri, 2010) melalui penelusuran berita-berita, wawancara,
artikel, dan editorial di media massa cetak dan elektronik yang terbit di
Indonesia pada akhiran tahun 60-an sampai pertengahan 70-an;
instruksi-instruksi aparat pemerintah; mengungkapkan bagaimana Orde Baru secara
sistematis ‘memerangi’ pengaruh budaya Barat (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">flower generations</i>) di Indonesia yang salah satu kehadirannya
secara simbolik ditandai dengan trend rambut gondrong di kalangan anak muda di
Indonesia. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn9" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[9]</span></span></span></span></span></a>
Pembangunan Taman Mini Indonesia Indah tahun 1971 yang merupakan miniatur dari
rumah-rumah tradisional yang ada di seluruh provinsi di Indonesia
(kebudayaan-kebudayaan daerah yang ada di Indonesia) adalah ekspresi simbolik
yang monumental dari kebijakan menoleh kembali ke nilai-nilai lokal. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
</div>
<div id="ftn10" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref10" name="_ftn10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[10]</span></span></span></span></span></a>
Novi Anoegrajekti, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Etnografi Sastra
Using: Ruang Negosiasi dan Pertarungan Identitas</i>, Makalah 2010</div>
</div>
<div id="ftn11" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref11" name="_ftn11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[11]</span></span></span></span></span></a>
Bernard Arps, <i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Terwujudnya Bahasa Using </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">di </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Banyuwangi dan
Peranan Media Elektronik </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">di </span></i><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Dalamnya (Selayang Pandang, 1970-2009)</span></i><span style="font-size: 10.0pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">, dalam
Mikihiro Moriyama dan Manneke Budiman ed., Geliat Bahasa Selaras Zaman, 2010</span></div>
</div>
<div id="ftn12" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref12" name="_ftn12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[12]</span></span></span></span></span></a>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Udharasa, Kumpulan Puisi using</i>, 2010</div>
</div>
<div id="ftn13" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref13" name="_ftn13" style="mso-footnote-id: ftn13;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[13]</span></span></span></span></span></a>
Hasan Basri, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sekilas Tentang Sastra Using
Banyuwangi</i> (hal. 12), Makalah untuk Sarasehan Pemanfaatan Potensi
Kebahasaan dan Kesastraan dalam Rangka Pembinaan dan Pembangunan Bahasa dan
Sastra Daerah, 20 Juni 2010.</div>
</div>
<div id="ftn14" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref14" name="_ftn14" style="mso-footnote-id: ftn14;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[14]</span></span></span></span></span></a>
Baca Novi Anoegrajekti, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kontestasi dan
Representasi Identitas Using</i>, dalam Humaniora, No.1 Februari 2011 dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Etnografi
Sastra Using: Ruang Negosiasi dan Pertarungan Identitas</i>, Makalah 2010</div>
</div>
<div id="ftn15" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref15" name="_ftn15" style="mso-footnote-id: ftn15;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[15]</span></span></span></span></span></a>
Drs. Setya Yuwana Sudikan, M.A., <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sastra
Using di Banyuwangi</i> (hal.23), makalah untuk Seminar Bahasa Using</div>
</div>
<div id="ftn16" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref16" name="_ftn16" style="mso-footnote-id: ftn16;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[16]</span></span></span></span></span></a>
Ibid., (hal. 24)</div>
</div>
</div>
Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-74122789598046871282013-11-04T19:51:00.002-08:002013-11-04T19:51:55.499-08:00Segumpal Jantung yang Lebih Besar dari Hidup<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<h2 class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: #cc3300; line-height: 115%;">Caracas, 5 Maret 2013; Hugo Rafaef
Chávez Frias, lebih dikenal sebagai Hugo Chávez, akhirnya harus menyerah pada
kanker. Kematian Presiden Venezuela yang menggerakkan Revolusi Bolivarian untuk
memperjuangkan hak-hak, antara lain, papan, layanan kesehatan, keberaksaraan,
pendidikan dan kebudayaan itu membariskan 2 jutaan rakyat sepanjang lima mil
dalam penghormatan terakhir. Bolivia, Argentina, Chili, Brasil, Cuba,
Nicaragua,mengumumkan hari berkabung nasional selama dua sampai tujuh hari.
Kanada, Aljazair, Mauritania, Afrika Selatan, Pakistan, Turkmenistan,
Palestina, Vietnam, China, Inggris, Prancis, menyatakan duka mendalam. Bahkan
Gambia menyatakan dua hari masa doa kabung nasional di masjid-masjid dan
gereja-gereja.<span> </span>Namun, Obama dalam pidatonya berjanji memajukan prinsip-prinsip demokrasi di Venezuela tanpa sepatah kata sungkawa. Seperti dikatakan Gloria La Riva, “Kematian
Hugo Chávez yang tragis dan terlalu cepat<span>
</span>telah menggairahkan hasrat pemerintah Amerika Serikat, tapi kaum
imperialis salah besar jika mereka berpikir dapat menggulung mundur sejarah”. <a name='more'></a></span></span></h2>
<div>
</div>
<h2 class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="color: #cc3300; line-height: 115%;">Berikut adalah “kenangan” Slavoj Žižek
untuk Hugo Chávez, <i>A Heart Larger than
Life</i>, diterjemahkan dari</span><span style="color: #000099; line-height: 115%;"> </span><span style="line-height: 115%;"><a href="http://blogdaboitempo.com/"><span>http://blogdaboitempo.com</span></a>. </span></span></h2>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-CPmKnSLzd3E/UnhoQzOFDoI/AAAAAAAAAJo/GgLmivDVZTs/s1600/chavez.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="397" src="http://3.bp.blogspot.com/-CPmKnSLzd3E/UnhoQzOFDoI/AAAAAAAAAJo/GgLmivDVZTs/s400/chavez.jpg" width="400" /></a></div>
<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: large;"><span style="line-height: 115%;">Oleh: Slavoj
</span><span style="line-height: 115%;">Ž</span><span style="line-height: 115%;">ižek</span></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku harus akui bahwa aku sering tidak suka dengan
apa yang Hugo Chávez perbuat, terutama pada tahun-tahun terakhir
pemerintahannya. Maksudku bukan tuduhan konyol tentang kediktatoran ‘totalitaraian’nya
(pada orang-orang yang melancarkannya aku akan khotbahkan setahun atau dua
tahun masa kediktatoran Stalinis). Tapi ya, ia melakukan banyak hal gila. Dalam
politik luar negeri, pertemanannya dengan Lukashenko dan Ahmadinejad tak dapat
dimaafkan; dalam politik ekonomi, sebuah rangkaian tindakan serampangan yang
buruk lebih merupakan perbuatan menggerojokan uang untuk menutupi masalah
daripada menyelesaikannya; kekeliruan penanganan tahanan-tahanan politik yang
pantas menerima sanggahan dari Noam Chomsky sendiri; sampai pada – paling akhir
dan penting – suatu tindakan kultural konyol seperti pelarangan penayangan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Simpsons</i> di TV. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tapi semua itu pudar menjadi tak bermakna bila dibandingkan
dengan proyek utama yang ia kerjakan. Kita semua tahu bahwa dalam kapitalisme
global hari ini, dengan perkembangannya yang spektakuler namun tak merata
secara mendalam, ada lebih banyak masyarakat yang secara sistematis terusir
dari keikutsertaan aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Ledakan pertumbuhan
lingkungan kumuh pada dekade-dekade terakhir, terutama di
megalopolis-megalopolis Dunia Ketiga dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">favela-favela</i>
di Mexico City dan ibu kota negara-negara Amerika Latin lain melintasi Afrika
(Lagos, Chad) sampai India, China, Philipina dan Indonesia, barangkali
merupakan peristiwa geopolitis krusial di masa kita. Karena, terkadang sangat
lekas (atau mungkin, menimbulkan ketidaktepatan cacah jiwa Dunia Ketiga,
sebagaimana telah terjadi), populasi urban dunia akan melebihi populasi
pedesaan, dan karena penduduk lingkungan kumuh akan menyusun mayoritas populasi
urban, membuat kita buntu menghadapi suatu fenomena marjinal. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Kelompok-kelompok besar tersebut tentu saja
merupakan obyek kesukaan para elit liberal untuk mengulurkan kepedulian dan
bantuan kemanusiaan – ingat citra-citra emblematik yang salah satunya seperti
Bill Gates memeluk seorang anak Indian lumpuh. Kita secara terus-menerus diajak
untuk melupakan pembagian ideologis dan mempraktekannya – ketika kita ke
Starbucks untuk secangkir kopi, kita belajar bahwa kita telah berbuat sesuatu,
bahwa sebagian harga yang kita bayar didermakan untuk anak-anak Guatemala atau
mana sajalah. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Tapi Chávez melihat tidak cukup begitu. Ia
melihat bayangan apartheid baru di cakrawala. Ia melihat betapa perjuangan
kelas kembali muncul dalam samaran baru dan dengan pembagian-pembagian yang
lebih kuat. Dan ia melakukan sesuatu di sini. Ia yang pertama yang tidak hanya
“peduli terhadap kemiskinan” dalam gaya kaum Peronis populis lama, berbicara
untuk mereka, dan dengan serius mengerahkan segala tenaganya untuk
membangkitkan mereka dan secara efektif menggerakkan mereka sebagai agen-agen
politik aktif dan otonom. Ia melihat dengan jelas bahwa, tanpa pelibatan
mereka, masyarakat kita akan secara perlahan mendekati kondisi perang sipil
permanen. Ingat akan pernyataan abadi dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Citizen
Kane</i>-nya Orson Welles, ketika Kane, didakwa berbicara untuk kaum papa
melawan kelasnya sendiri, menjawab: “Bila aku tidak membela kepentingan kaum
papa, orang lain akan melakukannya – mungkin seseorang tanpa sepeser uang atau
secuil harta dan hal itu akan jadi sangat buruk.” “Orang lain” itu adalah Chávez. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Jadi saat kita mendengar ocehan mengenai “warisan
ambisius” Chávez, mengenai bagaimana ia “membagi bangsanya”, saat kita
menelanjanginya dengan kritik bertubi, janganlah kita lupa sesungguhnya ini
semua tentang apa. Ini semua benar-benar tentang masyarakat, tentang
pemerintahan untuk rakyat dan oleh rakyat. Segala kekacauan adalah kekacauan
yang tercipta oleh kesukaran mewujudkan pemerintahan semacam itu. Dengan semua
retorika teaterikalnya, dalam hal ini Chávez tulus hati, ia benar-benar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>memaksudkannya. Kegagalannya adalah milik
kita. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Century Schoolbook","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;">Ada suatu penyakit, aku dengar, jika jantung –
sebagai organ – benar-benar tumbuh terlalu besar dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, tak mampu memompa darah melalui nadinya yang melebar.
Mungkin Chávez mati karena punya jantung yang terlalu besar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-68059098611547942952012-11-06T19:44:00.000-08:002012-11-06T19:44:44.065-08:00Identitas Using: Paradoks dan Operasi Ideologis<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Book Antiqua","serif";}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 150%;"></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-NWvcHAtt6o4/UJnYI5-7nwI/AAAAAAAAAIQ/aNzOhxyi0jA/s1600/New+Picture+%25281%2529.bmp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="352" src="http://4.bp.blogspot.com/-NWvcHAtt6o4/UJnYI5-7nwI/AAAAAAAAAIQ/aNzOhxyi0jA/s640/New+Picture+%25281%2529.bmp" width="640" /></a></div>
<div class="Default" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Dalam
suatu kajian mengenai Using/Osing sebagai identitas etnolinguistik Bernard Arps
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="mso-bidi-font-weight: bold;">Osing
Kids and the banners of Blambangan: Ethnolinguistic Identity and the Regional
Past as Ambient Themes in an East Javanese Town</span></i><span style="mso-bidi-font-weight: bold;">, 2009)</span> memberikan kesaksian bahwa pada
tahun 1983 ketika ia mulai melakukan riset mengenai bahasa dan pertunjukan di
Banyuwangi, penutur bahasa lokal lazim menyebut diri mereka dan tuturan mereka
sebagai Jawa. Dua setengah dekade kemudian Using dan Banyuwangi menggantikan
Jawa sebagai kategori dominan untuk menunjuk pada budaya dan bahasa lokal.
Using seolah memerankan fungsi sebagai jembatan imajiner yang menghubungkan
Banyuwangi hari ini dengan kerajaan Blambangan yang dianggap sebagai sumber atau
inspirasi bentuk-bentuk budaya lokal ‘asli’. Sebagai identitas Using
memposisikan diri secara kontras dengan budaya-budaya Nusantara lain, terutama
Jawa.</span></div>
<div class="Default" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pembentukan identitas Using menurut Bern
Arps disemai dan dipupuk melalui apa yang ia sebut sebagai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">discursive ambience</i>. Identitas Using ditanamkan melalui
‘penciptaan’ suasana, penyebaran <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ambient
themes </i>yang melingkupi dan bersirkulasi antar/dalam wilayah dan diantara
masyarakat. Apa yang menjadi penting dalam pembentukan identitas dengan cara
seperti ini adalah media yang berperan untuk mengantarai dan mengantarkan
gagasan identitas lokal sebagai identifikasi diri publik secara terus menerus. Penulisan
lagu-lagu daerah dan program radio yang khusus memutar lagu-lagu daerah
Banyuwangi dengan memberikan ruang berbalas pesan bagi para pendengarnya
ditandai khusus oleh Bern Arp sebagai media yang efektif menciptakan suasana
atau atmosfir using di ruang publik. Disamping kebijakan mengubah nama bangunan
dan pendirian patung-patung juga masakan dengan tema-tema kedaerahan. Pendeknya
penanaman identitas Using atau penciptaan atmosfir dengan tema-tema kedaerahan
berlangsung secara simultan melalui paparan audio, visual, audiovisual, dan
pengecapan.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penelitian Bernard Arps menghasilkan
paparan deskriptif mengenai bagaimana identitas Using dibentuk dan memberikan
penerangan bahwa identitas Using sesungguhnya tidak berhubungan langsung dengan
kejayaan Blambangan masa lalu. Namun, Arps sepertinya mengesampingkan
keberatan-keberatan sejumlah kalangan terhadap penggunaan istilah Using sebagai
label atau identitas kultural masyarakat Banyuwangi. Peneliti sejarah
Blambangan, Sri Margana, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa sebagian
golongan tua masyarakat Banyuwangi menolak identitas Using, sebab menurut
mereka istilah Using merendahkan orang Banyuwangi. Senada dengan apa yang
katakana Sri Margana, Endro Wilis dalam artikel dengan judul yang menghardrik, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Istilah ‘Using’ Adalah Racun yang
Melumpuhkan Jiwa</i> (2010), menegaskan label Using yang dilekatkan pada
masyarakat Banyuwangi merupakan bagian dari upaya penjajah Belanda untuk
melumpuhkan semangat perlawanan masyarakat dengan menanamkan perasaan minder,
atau rendah diri. Sangat pasti mereka yang merasa keberatan dengan penggunaan
istilah Using sebagai identitas kedaerahan adalah kelompok yang ‘terbungkam’,
kelompok yang tidak leluasa mengakses media atau suara-suara mereka tenggelam
oleh gemuruh ‘kampanye Usingisasi’ yang mendominasi. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Paradoks Using sebagai
Identitas Lokal <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Menurut
Amartya Sen (2007) identitas bukan saja bisa menjadi sumber lahirnya kebanggaan
dan kebahagiaan, tapi juga sumber tumbuhnya kekuatan dan kepercayaan diri. Dengan
mengikuti Robert Putnam, Amartya Sen juga menulis bahwa rasa akan identitas
bisa memberi sumbangan berarti bagi kekuatan dan kehangatan hubungan kita
dengan pihak lain, seperti tetangga, anggota suatu komunitas yang sama.
Kesamaan identitas sosial dalam suatu komunitas sosial dapat membuat kehidupan
di komunitas tersebut berjalan jauh lebih baik. Rasa keterikatan terhadap
komunitas itu kemudian dipandang sebagai suatu sumber daya-laiknya modal
(sosial). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Kebanggaan terhadap identitas Using
dibangun melalui nilai-nilai heroik yang digali dari episode-episode sejarah
perlawanan masa lalu. Melalui beberapa syair lagu-lagu daerah Using dihubungkan
langsung dengan kejayaan Blambangan dan perlawanan-perlawanan menentang
dominasi asing atau penjajahan. Lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun
Lare Using</i> misalnya, lare atau masyarakat Using dilukiskan pantang menyerah
dan tak terhancurkan, meski harus menanggung sekian peperangan berdarah-darah
dan penindasan yang melumpuhkan namun masih tetap melawan dan merebut
kemerdekaan. Agak berbeda dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Isun
Lare Using</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Umbul-umbul Blambangan</i>
meneguhkan kebanggaan identitas Using tidak secara langsung namun melalui
anasir simboliknya yang dilambangkan dengan legenda Minak Jinggo yang menentang
dominasi Kedaton Barat. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Peneguhan kebanggaan akan identitas
Using melalui anasir simbolik juga terbaca dari perubahan sejumlah nama jalan
dari nama-nama ‘asing’ menjadi nama-nama lokal. Begitu juga dengan pendirian
patung-patung yang memonumenkan sejumlah pertunjukan kesenian daerah atau
bintang-binatang mistis lokal. Sementara itu, salah satu lagu yang syairnya
meletakan identitas Using sebagai modal sosial adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kali Elo</i> (sungai yang mengalir membelah kota Banyuwangi) yang
mengibaratkan masyarakat Using sebagai aliran sungai yang terus mengalir tak
terbendung batu padas. Kita juga bisa membaca identitas Using sebagai modal
sosial pada sejumlah spanduk ajakan atau himbauan untuk menjaga kebersihan
misalnya, yang ditulis dalam bahasa Using.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Namun tak seperti dicitrakan, setidaknya,
selama dua dasawarsa. Tidak ada sumber kuno, semasa dengan kerajaan Blambangan,
yang menyebut masyarakat Blambangan (Banyuwangi saat ini) sebagai masyarakat
Using. Tidak diketahui dengan pasti kapan sesungguhnya dan dalam konteks apa
istilah Using yang dikaitkan dengan masyarakat Banyuwangi pertamakali
digunakan. Para ahli hanya berspekulasi baru pada abad 20 istilah Using
digunakan untuk menyebut masyarakat. Walaupun sejumlah literatur<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lama telah dibuka dan dikaji, selama
bertahun-tahun istilah Using ada tanpa penjelasan yang memadai untuk menjawab
pertanyaan kenapa masyarakat Banyuwangi disebut wong Using, sampai Sri Margana
dalam makalah untuk Konferensi Nasional Sejarah IX (2011) menyingkapkan kabut
penyebutan Using<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang ditujukan pada
orang Banyuwangi. Mengutip laporan anthropolog Belanda tahun 1930-an yang
menyebut dirinyanya ‘insider’ dan dilengkapi dengan data-data historis, Sri
Margana berkesimpulan istilah Using digunakan oleh orang Bali untuk merendahkan
orang Blambangan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></span></span></span></a>.
Bahwa istilah Using tersebut sama artinya dengan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">out of caste</i>, tidak termasuk dalam kasta yang paling rendah
sekalipun dalam struktur sosial masyarakat Bali, alias bukan manusia. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dengan
demikian, Using sebagai identitas lokal memiliki dua lapis sedimen yang saling
bertolak belakang. Lapisan permukaannya merupakan hasil konstruksi kultural
kontemporer dimana hubungan dengan masa lalu, Blambangan, terselenggara secara
ilusif dengan tujuan untuk membangkitkan kabanggaan lokal. Sementara lapisan
yang ada di bawah permukaan mengonfirmasi hal sebaliknya, yakni Using merupakan
istilah yang merendahkan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Usingisasi sebagai
Operasi Ideologis</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Pertanyaan berikutnya yang diajukan
berkenaan dengan identitas Using adalah mengapa masyarakat Banyuwangi menerima
menjadi wong Using? Atau mengapa masyarakat Banyuwangi menerima konstruksi
ilusif yang mendasari nilai kebanggaan diri sebagai wong Using yang dibangun di
atas stigmatisasi perendahan diri? Mungkin jawaban mudah untuk menanggapi
pertanyaan tersebut adalah, mengikuti Margana<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-size: 12.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></span></span></span></a>, <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>karena ‘<i style="mso-bidi-font-style: normal;">sebagian
besar masyarakat Banyuwangi kontemporer tidak memahami konteks historis dan
anthropologis istilah ini</i> (Using, pen.)<i style="mso-bidi-font-style: normal;">.
. .’</i> <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Walaupun jawaban tersebut kita
anggap benar persoalan ini tidak berhenti sampai di sini. Kita akan maju dengan
mengajukan pertanyaan berikutnya yakni, bagaimana dan apa yang menghalangi atau
memblok ingatan kolektif satu generasi sebelumnya untuk diwariskan ke generasi
berikutnya? <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pertanyaan ini diajukan
karena kendati mungkin tanpa landasan konteks historis dan anthropologis,
seperti juga diakui Margana, sebagian orang-orang tua Banyuwangi menolak untuk
disebut wong Using karena dianggap merendahkan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Tidaklah mungkin identitas Using yang
berbasis pada konstruksi sejarah yang bersifat ilusif itu ada begitu saja,
bersifat spontan. Walaupun kemudian identitas Using direproduksi secara otomatis
melalui modus <i style="mso-bidi-font-style: normal;">life style</i>, gaya hidup,
pada mulanya identitas Using memerlukan kekuasaan untuk mengarahkan orang-orang
kepadanya. Menurut Louis Althusser (2007) ada dua cara kekuasaan untuk
menguasai atau menundukkan (subyeksi), baik individu maupun komunitas sosial,
guna melanggengkan reproduksi relasi-relasi produksi, yakni melalui aparat-aparat
represif dan aparat-aparat ideologis. Aparat-aparat represif atau aparatus
represif menjalankan fungsinya dengan kekerasan, sedangkan aparatus ideologis
menjalankan fungsinya dengan ideologi.Walaupun keduanya tak boleh dirancukan,
namun tidak ada aparatus represif yang senuhnya bersifat represif tanpa fungsi
sekunder ideologis. Begitu juga dengan aparatus ideologis tidak sepenuhnya
bersifat ideologis tanpa fungsi sekunder represif.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Aparatus represif yang hadir sebagai
totalitas terorganisir yang memusatkan bagian-bagiannya dalam suatu kesatuan
tugas berperan melestarikan secara paksa kondisi-kondisi politik yang
dibutuhkan bagi reproduksi relasi-relasi produksi dan juga menyiapkan kondisi-kondisi
politik bagi operasi aparatus ideologis. Aparatus ideologis hadir dan
beroperasi secara diam-diam dan menyebar dalam beragam lembaga-lembaga ‘privat’
semisal keluarga, budaya, pendidikan, dan agama. Operasi ideologis membentuk
dan menanamkan persepsi ilusif mengenai suatu dunia pada diri individu atau
komunitas sosial melalui gambaran imjiner yang didalamnya relasi antar subyek
dibentuk dan dialami sebagai eksistensi nyata yang dianggap bersifat alamiah.
Modus operasi ideologis ini bisa bersifat koersif berupa tindakan-tindakan
pendisiplinan yang termanifestasi, semisal, dalam tata cara ritual maupun
metode-metode penghukuman. Bisa juga melalui modus interplasi atau pemanggilan
dimana ideologi merekrut subyek-subyek sebagai suatu kategori-kategori yang
ditentukan secara ideologis.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dengan demikian, bagi Althusser, baik
aparatus ideologis maupun aparatus represif merupakan instrumen penting bagi
suatu kekuasaan borjuis (negara) untuk melestarikan dirinya sendiri melalui
reproduksi relasi-relasi produksi, yang pada prinsipnya merupakan
hubungan-hubungan penghisapan. Sebagai pengikut Marx, Althusser menerapkan dan
mengembangkan lebih jauh dalil hubungan hirarkis antara suprastruktur dan
struktur dimana semua tatanan masyarakat sosial berdiri di atas landasan atau
struktur dasar yang bersifat material, di atas hubungan-hubungan sosial yang
terbentuk melalui relasi-relasi produksi.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Seperti telah dinyatakan sebelumnya, Usingisasi
atau pembentukan identitas Using tidaklah terjadi secara spontan atau alamiah
tanpa campur tangan kekuasaan. Usingisasi merupakan operasi ideologis untuk
menghasilkan identitas Using. Kapan identitas Using mulai ditanamkan? Saya
menduga pada masa yang disebut oleh Bernard Arps sebagai kebangkitan genre
musik Banyuwangi tanpa <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer</i>
dan dalam konteks politik yang berbeda secara radikal. Yakni<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tahun 1970-an ketika Bupati pertama era Orde
Baru berkuasa. Istilah Using pada masa itu tentu saja tidak serta merta muncul
menguat. Namun kualitas-kualitas keusingan yang kelak akan menjadi penanda
identitas Using mulai diletakkan. Modus operasi ideologis yang terutama
dilakukan pada saat itu adalah pelarangan dan penyensoran.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Jatuhnya Orde Lama, dengan demikian
berkuasanya Orde Baru, diikuti dengan dilikuidasinya faham seni realisme
sosialis. Terjadi depolitisasi seni secara masif, baik menggiring seni ke
wilayah otonomnya sendiri maupun memperlakukan seni sebagai hiburan belaka dan
komoditas. Disamping itu produk seni diarahkan sebagai instrumen penanaman
nilai-nilai Orde Baru yang bersumber pada pembangunanisme dan stabilisasi
keamanan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Dalam
konteks Banyuwangi, pemberangusan haluan seni realisme sosialis dilakukan
melalui tindakan-tindakan pelarangan menyanyikan dan mendengarkan lagu-lagu
yang dikarang oleh para seniman-seniman Lekra atau yang dianggap komunis. Lagu-lagu
seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-Genjer</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nandur Jagung</i> yang dikarang oleh Mohamad
Arief maupun <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Podo Nginang,</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nelayan</i> karangan Endro Wilis dengan
begitu saja lenyap. Pemberangusan ini lantas diikuti dengan tindakan kontrol
melalui penyensoran. Kasus nyata tindakan kontrol ini adalah peniadaan nama
Endro Wilis pada lagu-lagu karangannya yang dipublikasikan pada masa itu (karena
Endro Wilis dianggap komunis) dan perubahan judul lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang Abang</i> menjadi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Selendang
Sutro</i> (Abang/Merah berkonotasi komunis).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Depolitisasi produksi lagu-lagu
Banyuwangi dimulai setelah Banyuwangi melewati masa ‘tanpa lagu’ selama sekira
lima tahunan. Tindakan depolitisasi ini dilakukan dengan menggali nilai-nilai
patriotik dalam sejarah Banyuwangi silam (Blambangan) yang direpresentasikan
baik melalui tokoh-tokoh maupun episode-episode perlawanan. Patriotisme pada
masa awal Orde Baru ini berbeda dengan romantisme heroik pada produk-produk
lagu periode sebelumnya. Patriotisme ala Orde Baru diciptakan untuk mengobarkan
semangat rela berkorban atau cinta tanah air. Apa yang dimaksud tanah air
adalah pemerintah. Sebagaimana semangat rela berkorban juga ditujukan pada
pemerintah. Sedangkan yang dilucuti dalam heroisme romantik oleh patriotisme
ala Orde Baru adalah keberpihakan pada yang tertindas dan pembongkaran praktik
penghisapan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Depolitisasi berikutnya adalah
menggiring lagu-lagu Banyuwangi belaka sebagai barang komoditi dan hiburan.
Varian depolitisasi jenis ini mendapatkan momentumnya pada tahun 80-an ketika
industri rekaman lagu-lagu Banyuwangi mulai marak. Produksi lagu-lagu
Banyuwangi pada tahun ini, secara populer disebut kendang kempul, yang
berlandas pada permintaan pasar atau berpretensi melayani pasar mulai beranjak
meninggalkan irama dan instrumen angklung dan mengadopsi irama dangdut. Tema
dalam syair-syairnya didominasi hubungan cinta remaja, sebagaimana dalam
syair-syair dangdut, tersusun dengan kalimat-kalimat yang jelas dan bersifat
menggoda bahkan sampai seronok. Pada masa ini, identitas Using mulai terbentuk
secara berangsur-angsur bersamaan dengan tumbuhnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">life style</i> Lare Osing. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Identitas Using menyebar secara luas dan
masif pada saat gerakan reformasi 98 yang berhasil menumbangkan Orde baru
membuahkan desentralisasi kekuasaan politik. Sistem otonomi daerah yang
diberlakukan pasca Orde Baru membuka praktik politik identitas yang pada
dasarnya adalah kulturalisasi politik yang membasis pada eksploitasi dan
manipulasi nilai-nilai etnisitas demi tujuan-tujuan politik, terutama
elektoral. Disamping penggalian kembali sejarah masa lalu Banyuwangi
(Blambangan) guna menumbuhkan sensasi nilai ‘asli’, operasi ideologis
menegakkan identitas Using (Usingisasi) berlangsung secara sistematis melalui
pengajaran Bahasa Using di sekolah-sekolah, penerbitan kamus Bahasa Using,
hingga modus <i style="mso-bidi-font-style: normal;">interplasi</i> atau
pemanggilan dalam ruang-ruang publik yang dilakukan melalui spanduk-spanduk
himbauan berbahasa Using. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Penanaman identitas Using dalam
masyarakat Banyuwangi berlangsung secara bertahap yang dimulai dengan
pelarangan dan penyensoran, depolitisasi, interplasi atau pemanggilan.
Pelarangan dan penyensoran dilaksanakan oleh agen represif dan agen ideologis
negara, depolitisasi dilaksanakan oleh pasar (agen ideologis), pemanggilan
dilaksanakan oleh negara (pemerintah) dan pasar. Namun demikian, tahap-tahap
penanaman ini sesungguhnya tidak dapat dibayangkan terpisah-pisah secara tegas,
sebab dalam pelarangan dan penyensoran juga terkandung depolitisasi dan
pemanggilan sebagai modus sekunder. Begitu juga dengan dua tahap
berikutnya.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Terjawab sudah pertanyaan mendasar yang
diajukan pada paragraf awal bagian ini;<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Bagaimana dan apa yang menghalangi atau memblok ingatan kolektif <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>(mengenai nilai istilah Using) satu generasi
sebelumnya untuk diwariskan ke generasi berikutnya? Penghalangnya adalah
tumbuhnya persepsi baru mengenai nilai istilah Using dalam masyarakat sosial
melalui operasi ideologis yang diselenggarakan secara berangsur-angsur dan
melalui beberapa tahap.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bacaan:</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Amartya Sen, “Kekerasan dan Ilusi
Tentang Identitas” (terjemahan) , Serpong: Marjin Kiri, 2011</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Bernard Arps, “Osing Kids and the
Banners of Blambangan: Ethnolinguistic Identity and the Regional Past as
Ambient Themes in an East Javanese Town”, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Wacana</i>, Vol. 11 No.1 (April 2009).</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Endro Wilis, “Istilah “Using” adalah
Racun yang Melumpuhkan Jiwa, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lembaran
Kebudayaan</i> No. 10, Maret 2010</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Louis Althusser, “Filsafat sebagai
Senjata Revolusi” (terjemahan), Yogyakarta: Resist Book, Februari 2007</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-indent: -18.0pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-list: Ignore;">-<span style="font: 7.0pt "Times New Roman";">
</span></span></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;">Sri Margana, “Melukis Tiga Roh:
Stigmatisasi dan Kebangkitan Historiografi Lokal di Banyuwangi”, makalah
Konferensi Nasional Sejarah IX, Jakarta, 5 – 7 Juli 2011<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 150%;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-NWvcHAtt6o4/UJnYI5-7nwI/AAAAAAAAAIQ/aNzOhxyi0jA/s1600/New+Picture+%281%29.bmp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="176" src="http://4.bp.blogspot.com/-NWvcHAtt6o4/UJnYI5-7nwI/AAAAAAAAAIQ/aNzOhxyi0jA/s320/New+Picture+%281%29.bmp" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; mso-layout-grid-align: none; text-autospace: none;">
<br /></div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span></span></span></span></a>
Berikut adalah nukilan kutipan Sri Margana dari anthropolog Belanda yang
disebut ‘insider’ yang termuat dalam makalah untuk Konferensi Nasional Sejarah
IX (2011) dengan judul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Melukis Tiga Roh:
Stigmatisasi dan Kebangkitan Historigrafi Lokal di Banyuwangi</i>: ‘Nama
“oesing” yang biasa digunakan untuk menyebut orang Blambangan di ujung timur
(Jawa) dan yang diambil dari istilah Bali “sing” atau “bukan”, dipandang kurang
atau lebih ejekan. “Wong Oesing” berarti “bukan manusia”, dan bagi kesadaran
diri seseorang ini tentu saja “di bawah segala sesuatu’<span style="font-size: 11.5pt;">. </span></div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: EN-US; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span></span></span></span></a>
Sri Margana, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Melukis Tiga Roh:
Stigmatisasi dan Kebangkitan Historiografi Lokal di Banyuwangi</i>, makalah
untuk Konferensi Nasional Sejarah IX (2011) </div>
</div>
</div>
Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-49129517436256122482012-07-04T21:37:00.000-07:002012-07-04T21:37:09.059-07:00Belambangan & Syair-syair lagu Endro WilisTanah-hun Belambangan sugih alas lan gunung jejer-jejer<br />Sawahe gumelar jembar mrana-mrene disigar kali<br />Pesisire ngubengi latar wetan kaya kalung rante ngalungi perawan ayu<br />(Tanahku Belambangan melimpah hutan dan gunung berjejajar<br />Sawah menghampar luas diiris sungai sana-sani<br />Pantai melingkup latar timur laksana kalung rantai melingkar leher gadis ayu)<br />(petikan dari Tanah-hun Belambangan, Endro Wilis<br /><br />Nama
Belambangan dapat ditemukan dalam kitab Negarakretagama yang ditulis
pada tahun 1927 Saka atau 1365 Masehi dalam kata Balungbung yang berarti
wilayah lumbung padi. Bahkan menurut Dr. J.W. de Stoppelaar dalam Hukum
Adat Belambangan (terjemahan Pitoyo Budhy Setiawan), nama Belambangan
telah dikenal sejak 900 Masehi. Hal ini juga dinyatakan oleh
Poerbatjaraka dalam Dagteening van het Und-javaansche Ramayana. Lebih
tua dari pernyataan Poerbatjaraka, Drs. Abdul Choliq Nawawi dalam
makalah seminar Sejarah Belambangan di Banyuwangi yang berjudul
Belambangan di Banyuwangi sekitar Abad XV – XVIII, mengemukakan bahwa
nama Barambanan dalam Babad Buleleng, secara ethimologis mungkin dapat
berubah menjadi Belambangan. Dan berdasar kajian ethnolinguistik, kata
Belambangan berasal dari bahasa Austronesia purba yang kemudian
diwariskan secara linear dalam bahasa Melayu Purba. Jika demikian, dapat
diduga bahwa keberadaan Belambangan mungkin telah dikenal sejak jaman
prasejarah, sejaman dengan keberadaan situs purba Gua Istana dan Gua
Padepokan yang berada dalam hutan lindung Alas Purwo. Di dalam hutan
lindung Alas Purwo , sebelah selatan Banyuwangi, juga diperkirakan
sebagai pusat kerajaan Belambangan pada masa pemerintahan raja Bhre
Wirabhumi. <br />
<br />Dalam Pararaton disebutkan bahwa Bhre Wirabhumi adalah
putra raja Hayam Wuruk dari selir yang diberi wewenang untuk memerintah
Kedaton Timur atau wilayah Belambangan. Namun setelah Hayam Wuruk wafat,
Bhre Wirabhumi melancarkan pemberontakan terhadap Majapahit karena
dirajakannya Wikramawardhana yang merupakan suami dari Kusuma-wardhani,
putri Hayam Wuruk dari permaisuri. Dalam Pararaton pemberontakan yang
dilakukan oleh Bhre Wirabhumi itu dikenal sebagai perang Paregreg. Pada
awal pertempuran, Majapahit banyak menderita kekalahan, namun setelah
mendapat bantuan dari Bhre Tumapel, Belambangan dapat ditundukan dan
Bhre Wirabhumi sendiri gugur. Gugurnya Bhre Wirabhumi dengan kepala yang
dipenggal oleh Raden Gajah atau Bhra Narapati, kemudian dikisahkan
kembali oleh pujangga keraton Mataram dalam serat Damarwulan yang sering
dilakonkan dalam wayang krucil. Fiksionalisasi tokoh sejarah Bhre
Wirabhumi sebagai tokoh antagonis Menak Jinggo yang berperilaku dan
bertampang buruk, merupakan upaya Mataram untuk mendiskriditkan
Belambangan secara kultural dan politik, setelah Mataram gagal menguasai
kerajaan yang berpusat di ujung timur pulau Jawa itu secara penuh.
Cerita Damarwulan sendiri menjadi populer di Banyuwangi setelah menjadi
lakon wajib dalam sebuah teater rakyat Banyuwangi yang diadaptasi dari
drama Arja yang berasal dari Bali. Bahkan karena sangat populernya tokoh
Menak Jinggo dalam cerita Damarwulan, tokoh antagonis tersebut sering
dianggap tokoh sejarah dan diyakini sebagai leluhur orang-orang
Banyuwangi.<br />
<br /> Kenyataannya, sejarah Belambangan sebelum masuknya VOC
merupakan sejarah yang berkabut. Para sejarawan tidak dapat menunjukan
batas-batas wilayah Belambangan ataupun pusat kerajaannya secara
absolut. Karena miskinnya data fisik yang ditinggalkan Belambangan pada
masa pra-VOC, akhirnya sejumlah Babad sering menjadi rujukan primer
untuk menggali sejarahnya. Namun, berbagai data yang ada dalam babad
yang satu dengan babad yang lainnya tak jarang mengandung pertentangan
yang tak terjembatani. Jadilah Belambangan menjadi wilayah imajiner yang
lebih dikenal dalam dunia panggung teater rakyat. <br />
<br /> I Made Sudjana
dalam buku Negari Tawon Madu mengatakan bahwa Belambangan tidak pernah
mengalami jaman kertayuga yang sesungguhnya dimana kehidupan seni,
sastra, ekonomi mengalami masa keemasannya. Hal ini, menurut I Made
Sudjana disebabkan oleh tingginya intensitas dan kuantitas konflik
politik yang terjadi di Belambangan yang sering muncul dalam bentuk
kekerasan fisik yang mengakibatkan seringnya pusat kerajaan Belambangan
berpindah. Namun, seni yang hidup dan berkembang di Belambangan adalah
seni yang tidak tumbuh dalam lingkungan keraton dan tidak dihidupi oleh
keraton. Kehidupan seni di Belambangan dihidupi dan memiliki domain
dalam masyarakat (baca: rakyat jelata). Dalam upacara ritual yang tua,
Seblang, dapat disaksikan fragmen-fragmen yang mewakili kehidupan
pesisir dan persawahan di dalam gerakan-gerakan tariannya dan teks-teks
syairnya. Seperti dalam syair gending Layar-layar Kumendung berikut:<br />Layar-layar Kumendung <br /><br />Layar-layar Kumendung<br />Ombak umbul ring segara<br />Segarane tuan agung<br />Temenggung nunggang kereta<br /><br />Lilira-lilira kantun<br />Hang kantun liliro ugo<br />Ya sapanen dayoh rika<br />Mbok sungrupo milu tama<br /><br />Lilira-lilira gileh<br />Sabuk cinde ring gurise<br />Kakang-kakang ngelilira<br /><br />Terjemahan bebasnya: <br />Layar-layar Terbentang<br /><br />Layar-layar terbentang<br />Ombak pasang di lautan<br />Lautan tuan agung<br />Tumenggung naik kereta<br /><br />Bangun, bangunlah kalian yang tidur<br />Yang tidur cepatlah bangun<br />Temuilah tamumu<br />Kakak sungrupo(?) ikut cengkrama<br /><br />Bangun, bangunlah segera<br />Sabukan kain di pinggang<br />Saudara-saudara bangunlah<br />Sawah kekayaan tak ternilai<br /><br />Seblang
merupakan sebuah upacara ritual yang merefleksikan kehidupan yang
dinafasi oleh gelora ombak lautan dan desir angin persawahan.
Sebagaimana seni rakyat yang lain, Seblang pertama-tama terbentuk dari
interaksi material antara manusia dan alam serta hubungan antara manusia
dengan manusia lainnya dalam sebuah aktifitas produksi. Dan di atas
landasan hubungan material tersebut kemudian terbentuk bangunan estetis
dan spiritual yang mempunyai makna komunal. <br />
<br /> John Scholte dalam
Gandroeng van Banjoewangi menggambarkan ekspresi yang khas dalam
Gandrung dengan membandingkannya dengan ekspresi kesenian mataraman:
“Harus diperhatikan bahwa penari-penari Legong (Bali) dan Gandrung atau
penari-penari rakyat bukanlah pembawa cap dari etiket kekratonan yang
berciri mengekang dan menghaluskan segala ekspresi vital . . .” John
Scholte menamakan gelora dan kesahajaan dalam ekspresi seni Belambangan
sebagai kedinamisan estetis. Gelora laut dan kesahajaan persawahan yang
menafasi seni Gandrung dan Seblang ini kemudian mengalami penafsiran
ulang dan mendapatkan aktualitasnya dalam syair-syair lagu yang digubah
oleh Endro Wilis. Kedinamisan estetis yang terlahir sebagai kegembiraan
erotik dalam Gandrung dan keritmisan ritual dalam Seblang mengalami
perwujudannya kembali dalam syair-syair Endro Wilis yang sarat dengan
kegetiran modernitas. Pada akhirnya perubahan dan pencapaian tekhnologi
produksi mengakibatkan juga perubahan dalam hubungan antar manusia
(struktur sosial) dan relasi antara manusia dengan alam, yang diikuti
pula dengan perubahan fungsi seni dalam masyarakat. Oleh karenanya pada
masa kini syair-syair Seblang dan Gandrung “gagal” berhubungan dengan
realitas aktual, tapi tidak demikian dengan syair-syair gubahan Endro
Wilis yang lugas dan simbolik. Jika syair-syair Seblang mencerminkan
suatu keselarasan antara alam dan manusia, serta manusia dan manusia
sebagai hal aktual, dalam Gandrung, keselarasan merupakan suatu hal yang
hilang dan menjadi romantik. Sedangkan dalam syair-syair Endro Wilis
keselarasan itu tak lagi menjadi sesuatu yang romantik, namun hilangnya
keselarasan itu adalah hal yang dialami bersama segala akibat yang
ditimbulkannya. Pahitnya kehidupan masa kini, yang terutama menimpa
rakyat jelata, tercermin dengan jelas dalam syair-syair Endro Wilis,
sebagai contoh simak syair lagu berikut:<br /><br />Segara <br /><br />Segara ya tantangan<br />Segara panguripan<br />Segara dadi sawahe buruh nelayan<br />. . .<br /><br />Mula sing bisa pisah<br />Bengi lan ya raina<br />Iku dudu ukuran<br />ngandrung laut paribasan anak nong gendongan<br />. . .<br /><br />Alune kembang ombak<br />Kudang ombake ati<br />Hasile megawe ngetoq tenaga<br />Nublek nong tangane juragan<br /><br />Terjemahan bebasnya: <br />Laut<br /><br />Laut adalah tantangan<br />Laut adalah penghidupan<br />Laut jadi sawah bagi buruh nelayan<br />. . .<br /><br />Betapa tak terpisahkan<br />Malam maupun siang<br />Itu bukan bandingan<br />Nggandrung laut ibarat anak dalam buaian<br />. . .<br /><br />Ayun bunga ombak<br />Lipur ombaknya hati<br />Hasil kerja peras tenaga<br />Tumpah di tangan majikan<br /><br />Perbenturan
antara kegembiraan dan ketertindasan dalam aktivitas produksi dalam
kehidupan modern tergambar secara lugas dalam syair Segara. Kegembiraan
infantil ketika menceburi alam yang diibaratkan dalam syair sebagai
“anak dalam buaian” merupakan manifestasi kegembiraan yang “mewarisi”
syair Empiq-empiq dalam Seblang yang mengungkapkan kegembiraan anak-anak
memancang baling-baling bambu. Seperti syair-syair dalam Seblang, dalam
syair-syair yang digubah oleh Endro Wilis tidak ada suatu sikap yang
bermusuhan dengan alam. Kesengsaraan manusia tidak disebabkan oleh alam,
tapi oleh perilaku manusia. Bangunan sistem produksi modern yang
berlandas pada suatu penguasaan atas alat-alat produksi dan kapital
telah melahirkan kelompok besar masyarakat yang tertindas. Selain
Segara, syair yang mengartikulasikan suara masyarakat yang tertindas
dapat ditemukan dalam beberapa syair seperti Nelayan Jaring Kambang,
Paman Tani, atau Wong Dodol Gedeg.<br />
<br /> Namun, dalam syair-syair Endro
Wilis dapat juga ditemukan suatu ekspresi kenikmatan tubuh. Suatu
kenikmatan yang dirasakan tubuh salah satunya dapat berasal dari
kesahajaan hidup kala menyantap makanan. Seperti lagu syair
Genjer-genjer gubahan M. Arif, Pindhang Koyong atau Pelasan Sempenit
gubahan Endro Wilis pun merupakan ungkapan kegembiraan hidup yang dapat
ditemukan dalam hal yang sangat sederhana.<br />Pindhang Koyong<br /><br />Selak mambu angin!<br />Kerapu, Cundhing lan Seranggigi iki,<br />Goq sampe bedhug, Maq,<br />Yara sing wurung manju, eman<br />Mulane gancangan!<br />Endhase, Maq, pindhagen koyong!<br />. . .<br /> <br />Tentu
sangat mengherankan sekali jika lagu Genjer-genjer yang mengungkapkan
sebentuk kegembiraan atas hal yang sederhana; mencari, mengumpulkan,
memasak, dan menyantap sebuah jenis sayuran, dihakimi menyiarkan sebuah
pandangan politik yang dianggap subversif. Tapi kenyataannya stigma
politik ini telah terjadi dalam khazanah pertumbuhan lagu-lagu daerah
Bayuwangi. Dalam film G.30S PKI yang pada masa Orde Baru menjadi film
wajib tayang di televisi saat tanggal 1 Oktober selama
bertahun-tahun,Genjer-genjer telah mengalami suatu maltafsir visual
paling brutal. Trauma politik yang diciptakan oleh rezim yang paranoid
itu hampir menghapus ingatan masyrakat akan lagu-lagu daerah Banyuwangi
yang ada di masa awal pertumbuhannya seperti Nandur Jagung ciptaan M.
Arif ataupun Segara ciptaan Endro Wilis. <br />Represi politik rezim Orde
Baru bagaimanapun ikut memainkan peran penting dalam kerja kreatif Endro
Wilis. Sebelum Endro Wilis dipenjarakan di Malang tanpa proses
pengadilan, ketika ia bertugas sebagai tentara di Kalimantan Barat, ia
menggubah sebuah syair yang penuh kecemasan mengenai peristiwa teror
tahun 1965. Syair lagu Mbok Irat sangat bagus sekali sebagai pengingat
apa sebenarnya yang terjadi pada masa-masa yang penuh penculikan itu.<br />Selepas
tahun 1965, selama dan sebebas dari penjara, Endro Wilis banyak
menggubah lagu-lagu yang lebih biografis semacam Ulan Andung-andung.
Pada masa-masa itu Endro Wilis tampak mengalami suatu tahap “asketik”
dimana ia banyak menggubah lagu-lagu yang bersyair mengenai kehidupan
binatang atau tumbuh-tumbuhan. Dalam periode ini Endro Wilis benar-benar
terserap dalam mortalitas bentuk-bentuk fisik kehidupan, kepelikan
nilai baik-buruk. Endro wilis menggali sebuah pelajaran falsafi dari apa
yang tengah dialaminya melalui sebuah perumpamaan-perumpamaan kehidupan
binatang dan tumbuhan. Di dalam syair-syairnya kehidupan fisik bergetar
oleh kefanaan yang dikandungnya sendiri. Namun kehidupan sendiri, dalam
bentuk tertingginya, mengalami suatu resonansi yang menembus batas
penghabisan bentuk fisiknya. Bersama spektrum kehidupan yang luas ini
syair-syair Endro Wilis melepaskan diri dari bentuk biografisnya
sendiri. Sebagaimana syair Dhonge Mekar yang muram, bahwa kefanaan
merupakan hal yang niscaya. Bukanlah kefanaan yang mesti dihindari namun
kehormatan atau harga dirilah yang harus dijaga sampai kehidupan
direnggut kefanaan; Wirang gedhe kadhung sampe alum nong tengah dhalan/
Alum-alumo nong bale umah, tumeko garing malah saya arum. <br /> <br />
Sejarah tanah Belambangan adalah sejarah yang penuh konflik, sejarah
yang dipupuk oleh kekerasan fisik dari perang Paregreg, teror dan
pembunuhan politik, sampai teror yang menggerak massa melakukan
pembunuhan dukun santet. Namun, jika pada masa lalu konflik hanya
berkisar pada raja, kaum bangsawan, dan balatentaranya, maka sejak
masuknya VOC rakyat tanah Belambangan ikut terseret dan berpusar dalam
berbagai konflik kekerasan fisik. Gandrung dan Seblang yang dihidupi
masyarakatnya dari kehidupan pantai dan persawahan pada akhirnya
terbentur juga pada konflik-konflik yang secara radikal mengubah
struktur sosial masyarakat. Vitalitas kehidupan yang pada mulanya
tertenung dalam asketisme estetis ritual Seblang dan erotisme Gandrung,
kemudian meledak dalam bentuk pembangkangan para petani yang pergi
meninggalkan sawah-sawahnya, pertempuran brutal di Bayu, atau
ketaksudian penduduk Bedewang untuk tunduk. Pada masa merdeka pun
masyarakat Belambangan tak luput dari konflik seperti teror dan
pembunuhan pada tahun 1965 atau teror ninja. Konflik yang terjadi sejak
1965, bukan lagi konflik yang mempertentangkan antara pihak yang
berkuasa dan pihak yang dikuasai belaka, namun juga telah
mempertentangkan antara lapisan-lapisan masyarakat yang sejajar bahkan
antara lapisan masyarakat yang tertindas. <br />
<br /> Tak ubahnya sejarah
Belambangan, riwayat kehidupan Endro Wilis sendiri merupakan suatu kisah
tragis. Kekuasaan politik telah merampas semua hak yang mestinya ia
dapatkan. Penggubah, budayawan, dan veteran ini mengandaikan kisah
tragis masa tuanya dalam sebuah syair lagu yang tragik-komik; Man, Paman
butol karung, angger liwat hun eling awak/ Saiki hun magih kuwasa,
mbisok goq wis leren dadi kaya barang rombengan” (dua baris terakhir
syair lagu Paman Butol Karung). Keinsyafan akan kefanaan dan daya hidup
merupakan kekuatan dialektik yang menjadi api dalam syair-syair lagu
gubahan Endro Wilis. Namun, lebih dari itu, khazanah syair-syair lagu
yang digubah oleh Endro Wilis merupakan potret manusia yang hidup
bersama seluruh hasrat dan perasaan yang dimilikinya bersama alam,
kerja, kebudayaan, dan peradaban yang dilahirkannya. <br />
<br /> Dalam usia
senjanya ini Endro Wilis telah menggubah lebih dari tiga ratus lagu
daerah Banyuwangi. Seperti yang tercermin dalam banyak syair lagunya,
fisik yang mulai melemah tak juga memadamkan gairahnya untuk terus
menggubah lagu dan terus semangat untuk menyuarakan suara orang-orang
yang dipinggirkan. Memang tak ada pilihan lain, untuk menghargai hidup
tak ada cara lain selain mengabdikannya dalam sebuah kerja. <br />**************<br /><br />Catatan: <br />Semua
syair lagu-lagu yang ditulis kembali di sini diperoleh dari Endro
Wilis, kecuali lagu Segara. Menurut Endro Wilis, ia sendiri sudah tak
lagi menyimpan dokumen syair lagu itu.Syair lagu Segara diperoleh dari
seorang sumber yang “hafal” lagu tersebut. Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-50261707951573238872012-04-23T22:21:00.001-07:002012-04-23T22:40:14.219-07:00Apa Harus Dikata<br />
<b><span style="font-size: large;">Gunter Grass</span></b><br />
<div class="MsoNormal">
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengapa kita terus diam, bungkam terlalu lama,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tentang apa yang nyata dan dilakukan </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">dalam permainan perang, seakhirnya kita semua</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">lolos sebagai catatan kaki terbaik.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Merasa berhak lakukan serangan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ancam hancurkan rakyat Iran</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Diperbudak oleh pembual besar</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dipandu untuk bertempik sorak</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebab di wilayah mereka</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Diduga, bom atom sedang dibikin</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengapa aku tahan diriku sendiri</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menyebut negeri lain</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yang bertahun-tahun, walau secara rahasia</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Telah ada tumbuh potensi nuklir di tangan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tanpa kendali, sebab tanpa inspeksi?</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Semua diam pada fakta nyata ini</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Berpenjelangnya kebungkamanku tunduk</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku menampak kesukaran, menyatakan kebohongan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Membuah bakal penghukuman</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Momen pecah:</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Putusan ‘anti-Yahudi’ jatuh dengan mudah</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kini di negeriku</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menanggung dari masa ke masa</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Rundungan kejahatannya sendiri</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam dan tanpa tara</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bersalin basis komersial murni, apa lagi</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kilah cekatan menyebutnya penebusan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Maklumkan akan kirim U-boat ke Israel</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kapal selam khusus peluncur misil-misil penghancur
ke wilayah</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dimana tak satupun bom atom dibuktikan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebab kengerian telah terang</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku katakan apa yang harus dikata</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Lantas kenapa aku masih bungkam sampai kini?</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebab aku pikirkan asalku</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menanggung cemar tak terhapuskan lagi</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jaga negara Israel, padanya aku diikat,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dan berharap masih diikat,</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menerima fakta ini sebagai suara kebenaran</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengapa aku baru katakan sekarang</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saat tua dan dengan tinta terakhirku</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bahwa kekuatan nuklir Israel berbahaya</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Telah merapuhkan kedamian dunia?</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Karenanya ini harus dikatakan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebab besok mungkin terlalu telat untuk mengatakan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pun karena kami – cukup terbebani sebagai warga
Jerman – </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dapat jadi pemasok bagi kejahatan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Yang dapat diduga, betapa keterlibatan kami </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tak tertebus penyesalan biasa apapun</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dan pasti: Aku tak lagi bungkam</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku lelah dengan kemunafikan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Barat; apalagi ini adalah harapan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bakal bebaskan banyak kebungkaman</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mendesak pelaku berbahaya</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menanggalkan kejahatan dan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Juga menuntut kendali tanpa halang dan permanen</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagi potensi nuklir Israel</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dan situs-situs nuklir Iran</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dikuasakan pada agen internasional</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Oleh pemerintah dua negara</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hanya inilah jalannya, bagi Israel dan Pelestina
sedua</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagi semua yang hidup berdampingan bermusuhan</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di daerah yang diduduki para maniak</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dan akhirnya, bagi kita semua</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-DhiTuj3FoJI/T5Y7Mg0U6XI/AAAAAAAAAHw/qY4DEGO52mk/s1600/gg.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/-DhiTuj3FoJI/T5Y7Mg0U6XI/AAAAAAAAAHw/qY4DEGO52mk/s1600/gg.jpg" /></a><br />
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Apa Harus Dikata</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">, diterjemahkan dari terjemahan
bahasa Inggris Heather Horn (<a href="http://www.theatlantic.com/">www.theatlantic.com</a>,
6/4/2012), <i style="mso-bidi-font-style: normal;">What Must Be Said</i>, yang juga
dibandingkan dengan terjemahan Breon
Mitchell (<a href="http://www.guardian.co.uk/">www.guardian.co.uk</a>, 5/4/2012) dengan judul yang sama. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Was Gesagt Werden Muss</i>, pertama kali
dipublikasi dalam surat kabar Jerman </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Süddeutsche Zeitung</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> pada hari Rabu, 4 April 2012 dan
sontak meledakkan tanggapan beragam dari berbagai dunia. Seperti ditulis oleh </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebastian Hammelehle di Spiegel
Online Internasional (4/4 2012); tak pernah ada cendekiawan Jerman pasca perang
yang menyerapahi Isreal dengan lugas sebagaimana puisi Gunter Grass ini. </span><br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-9211967926849126582012-04-18T06:18:00.000-07:002012-04-18T06:37:09.338-07:00Dari Gending Seblang yang Magis sampai Dangdut Koplo<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 150%;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
Oleh: Dwi Pranoto</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dengarlah
dia menyanyikan gendingnya, “Cengkir Gading” dan menggerakan kipasnya, lalu
rakyat Blambangan yang dewasa dan masih anak-anak mengalir ke suatu tempat dan
di luar kesadaran mereka riwayat yang telah lampau diproyeksikan kembali, irama
yang gembira dari tarian Ciwa di Chidambaram, tariannya si Gandri di Cungking,
pusat dari segala-galanya, yakni dalam hati manusia</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">.
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Gandroeng
Van Banjoewangi</i>, John Scholte, 1927) </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-HcV9-UKU2m8/T4681B-OzyI/AAAAAAAAAHU/vbx8CmKUmy8/s1600/Gambar1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="640" src="http://4.bp.blogspot.com/-HcV9-UKU2m8/T4681B-OzyI/AAAAAAAAAHU/vbx8CmKUmy8/s640/Gambar1.jpg" width="380" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span><br />
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span><br />
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span><br />
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sejak jaman Blambangan
kuno hingga Banyuwangi modern masyarakat Using tak kehabisan gending-gending
untuk didendangkan; dari gending-gending Gandrung yang diwarisi dari Seblang ke
gending-gending Angklung Paglak yang disenandungkan di ketinggian pondok
pengusir burung di persawahan lantas turun ke Angklung Caruk yang penuh tempik
lantas ke piringan hitam sampai kaset dan vcd. Namun tentu saja gending-gending
Banyuwangian memiliki karakteristik berbeda ditiap zamannya. Gending-gending
Seblang yang berfungsi sebagai elemen ritual memiliki irama berulang yang
ritmis. Syair-syairnya dibangun dari pasemon dengan kiasan berlapis-lapis serta
menggambarkan kehidupan masyarakat, seringkali erotik, yang dinafasi oleh tanah
persawahan. Sementara Gandrung, yang sejak masa Gandrung pria telah berfungsi
sebagai hiburan atau seni tari pergaulan, menyanyikan gending-gending sembarang
– kecuali di babak awal dan akhir pagelaran – oleh karena melayani permintaan
gending-gending dari pemaju (pengibing). Karena tidak ada gending yang
diciptakan khusus untuk pagelaran Gandrung, pada dasarnya gending-gending
Gandrung tak memiliki ciri khas tertentu. Musik Angklung Banyuwangi barangkali bisa
dikatakan sebagai seni musik peralihan dari gending-gending klasik Seblang yang
ritmis,magis dan erotis ke lagu-lagu banyuwangian modern. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Musik angklung
Banyuwangi berawal dari angklung paglak yang dimainkan di ketinggian bangunan pondok
pengusir burung saat padi di persawahan mulai menguning. Angklung paglak
terdiri dari dua ancak yang masing-masing terdiri dari tiga belas potong bambu
tersusun berjajar dari nada rendah ke tinggi; satu ancak pembawa gending dan satu
ancak lainnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">ngeleboni</i> gending. Angklung
paglak juga dimainkan di tempat terbuka, seperti halaman rumah, pada tanggal
14, 15, 16, di tiap bulan pada penanggalan lunar atau pada saat bulan purnama. Gending-gending
yang dimainkan dengan angklung paglak adalah gending-gending Gandrung. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada perkembangan
berikutnya, karena pengaruh Bali, perangkat angklung paglak mengalami
penambahan instrumen yakni, slenthem, saron, peking, kendang dan gong yang
semua terbuat dari besi. Angklung paglak yang mengalami penambahan sejumlah instrumen
ini kemudian disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tabuhan bali-balian</i>.
Angklung kemudian tak hanya dimainkan di atas pondok pengusir burung atau pada
saat bulan purnama, tapi juga dimainkan untuk hiburan pada saat hajatan,
sunatan atau perkawinan. Pada saat hajatan
biasanya ditanggap dua kelompok angklung dimana dua kelompok angklung
tersebut saling beradu ketangkasan, kecermatan, dan kejelian dalam menebak
lagu. Permainan saling menebak gending dalam partunjukan angklung ini disebut <i style="mso-bidi-font-style: normal;">angklung caruk</i>. Di masa pertunjukan
angklung, terutama setelah jaman Jepang, banyak digubah gending-gending baru
yang diciptakan oleh Mohamad Arief, Endro Wilis dan Mahfud. Mulailah babak baru
musik “modern” Banyuwangi, pertanda paling kentaranya adalah gending-gending
tak lagi diciptakan secara anonim seperti di masa Seblang tapi lagu-lagu telah
dikenali siapa penciptanya. Lagu-lagu angklung tak lagi bersifat lisan namun
dituliskan dengan syair dan notasi lagu; Mohamad Arief menuliskan dengan notasi
ji, ro, lu, pat, mo, nem, sedang Mahfud dianggap paling mula menggunakan notasi
pentatonis. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Mohamad
Arief & Endro Wilis Sang Perintis</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Telah sejak masa
penjajahan Belanda M. Arief memiliki perangkat angklung dan sekaligus menjadi
pemimpin kelompok angklung. Pada masa itu kelompok angklungnya selain main di panggung-panggung
hajatan juga sering diundang main di serambi depan gedung bioskop. Kelompok
angklung M. Arief menjadi penanda jika bioskop sedang memutar film <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jawa</i> (istilah untuk film yang
menceritakan kisah Indonesia dan diperankan oleh orang Indonesia di masa itu). Namun,
bersama dengan kedatangan balatentara Jepang di tahun 1942 yang bersama itu
pula Jepang menguasai dan mengendalikan sarana-sarana umum maka kelompok
angklung M. Arief mulai sepi undangan. Akan tetapi, di masa sepi tanggapan
itulah M. Arief mempunyai lebih banyak waktu luang untuk sendiri dan mengarang
lagu-lagu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Lagu-lagu yang dikarang
oleh M. Arief untuk dimainkan kelompok angklungnya berbeda dengan
gending-gending Gandrung dan Seblang. Walaupun pada bentuk dasarnya syair-syair
lagu karangan M. Arief masih mempunyai pertalian dengan gending-gending
Gandrung dan Seblang, yakni berbentuk pengulangan seperti wangsalan (istilah
Banyuwangi untuk pantun), namun syair lagu-lagu M. Arief telah meninggalkan gaya
pasemon dengan kiasan yang berlapis-lapis. Syair lagu-lagu karangan M. Arief
lebih sering lugas, jenaka dan kadangkala ironis dengan irama lagu yang girang seperti
irama gending-gending dolanan. Gaya khas M. Arief ini bisa disimak dalam
lagu-lagu karangannya seperti <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Genjer-genjer</i>,
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Don-adone Sumping</i>, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Sekolah</i>, atau <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lurkung</i>. Tema syair lagu-lagu M. Arief mengungkap kehidupan masyarakat
jelata, kesulitan dan kepahitan hidup yang dialami akibat relasi produksi yang
timpang atau praktik penghisapan penguasa tanpa jatuh pada keputusasaan.
Seringkali kritik dilancarkan dengan cara jenaka, seperti pengungkapan
kesulitan pangan di jaman pendudukan Jepang dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lurkung</i> yang tajam kritiknya bisa disebandingkan dengan kidungan
Cak Durasim walaupun disampaikan dengan jenaka. Simaklah dua baris syair lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Lurkung</i> berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 26.95pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> <i>Kung golet lurkung</i> / Kung cari lurkung</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 26.95pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jaman
Jepang boyok melengkung</span></i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> / Jaman Jepang punggung melengkung</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; margin-left: 26.95pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagaimana M. Arief,
lagu-lagu Endro Wilis juga mengungkapkan kepahitan hidup rakyat jelata akibat
ketakadilan dalam relasi produksi. Namun kritik dalam syair lagu-lagu Endro
Wilis dilancarkan dengan lebih tandas dan meradang, seringkali diekspresikan dengan
irama mars yang menggebu seperti dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Podho
Nginang</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Nelayan.</i> Namun
sesudah tahun 1965, setelah peristiwa politik yang merenggut banyak hal dari
kehidupan pribadi dan sosialnya, syair lagu-lagu Endro Wilis menjadi lebih
biografis-kontemplatif, sarat dengan pertimbangan-pertimbangan filosofis dalam
bahasa kias yang agak pekat seperti dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dhonge Mekar</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jaran Ucul</i>.
Namun, jika M. Arief tak punya kesempatan untuk mengungkapakan kesaksiannya dalam
lagu mengenai kemelut politik ’65 karena ia sendiri menjadi salah satu korban
hilang. Endro Wilis yang pada saat kemelut ’65 berada di Kalimantan dalam tugas
ketentaraan saat konfrontasi Indonesia-Malaysia sempat menumpahkan kegirisannya
dari kejauhan dalam lagu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mbok Irat</i> .
Situasi teror yang dipenuhi dengan peristiwa penculikan dan pembunuhan itu ia
ungkapkan dengan dua kata: <i>dinone gemigil</i> (hari yang menggigil).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setelah
Kemelut ’65</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Banyuwangi mengalami
masa “sunyi” pada tahun 1966 sampai 1970-an. Seniman-seniman dan
kelompok-kelompok kesenian yang pada masa jaya “ideologi” banyak bergabung
dalam lembaga-lembaga kebudayaan milik partai politik, terutama Lekra, menanggung
dampak berat dari kemelut politik ’65 yang bahkan banyak diantara mereka yang
tak memahaminya. Anggota masyarakatpun mengunci mulutnya, menahan dorongan
gairah bernyanyi dalam tubuh yang diwarisi dari kakek buyut semenjak masa
Blambangan kuno. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Baru pada tahun 1980-an
muncul pencipta lagu-lagu seperti Hawadin, Sutrisno dan Andi Suroso dari
Banyuwangi Selatan, Genteng. Namun tema-tema lagu-lagunya telah bergeser jauh
dari angkatan pengarang lagu sebelumnya. Dengan irama yang lebih dekat dengan
musik pop-dangdut dan pop-mandarin, para pencipta lagu dari Genteng lebih
banyak menyuguhkan tema-tema asmara antara pria dan wanita, terutama remaja. Pada
masa inilah dikenal istilah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kendang
kempul</i>. Jenis kendang kempul sarat dengan syair yang cenderung hendak
memikat khalayak dengan bahasa yang gampang dan bahkan terkadang vulgar ini
menandai suatu kemunculan industri rekaman lokal pada masa itu. Salah satu lagu
populer pada tahun 80-an adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Rehana</i>.
Lagu-lagu yang diciptakan pada tahun 80-an ini juga seringkali menjadi corong
kampanye pembangunan pemerintah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tema-tema asmara remaja
yang mendominasi lagu-lagu ciptaan para pengarang lagu dari Genteng ini
berlanjut dalam lagu-lagu ciptaan Catur Arum, Yons D.D dan Adistya Mayasari
yang merupakan angkatan penggubah lagu banyuwangian masa kini, angkatan 2000.
Namun, irama lagu-lagu masa kini lebih menyerap pengaruh irama yang beragam;
dari langgam Jawa, bossas, blues sampai dangdut koplo. Hal yang patut dicatat
pada angkatan terbaru ini adalah tumbuhnya “kesadaran” akan nilai komoditas
dalam lagu-lagu yang mereka ciptakan. Oleh karenanya mereka lebih rapi dalam
urusan manajerial dari angkatan pendahulunya. Bahkan diantara para pencipta
lagu, seperti Adistya Mayasari, memilih memproduseri sendiri produksi rekaman
lagu-lagu ciptaannya. Angkatan terbaru ini juga dikenal dengan jenis musik
patrol orchestra. Pelopornya grup <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Patrol
Orkestra Banyuwangi</i> yang digawangi oleh Catur Arum dan Yons D.D dengan lagu
hitsnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Layangan</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Semebyar</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hari ini produksi
rekaman lagu-lagu Banyuwangian dengan berbagai format rekam mengalami kemajuan
kuantitatif yang luar biasa. Distribusi produksi rekaman dan popularitas
lagu-lagu Banyuwangian makin luas hingga ke luar dari wilayah Banyuwangi.
Bahkan Namun persoalan sama yang tetap
merundung para penggubah lagu Banyuwangian dari semua angakatan adalah sebagian
besar dari karya kreatif mereka tak mendapatkan perlindungan hukum yang layak.
Sebagian besar dari mereka pun sering tidak mendapatkan apa-apa dari berbagai
kegiatan ekonomis yang melibatkan lagu-lagu mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">*
* * * *</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-90472890336978144202012-01-06T22:27:00.000-08:002012-01-06T22:27:44.392-08:00Mencari Tuhan<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-uP0mTnsDo18/TwflA99LntI/AAAAAAAAAG8/Dq5oh3iwGXM/s1600/religious_symbols.bmp" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="186" src="http://1.bp.blogspot.com/-uP0mTnsDo18/TwflA99LntI/AAAAAAAAAG8/Dq5oh3iwGXM/s200/religious_symbols.bmp" width="200" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Bagaimana
Tuhan dipersepsikan melalui pikiran-pikiran atau imajinasi-imajinasi adalah
upaya mengurai atau menyingkap semacam kemuskilan. Upaya-upaya yang selalu
terperangkap dalam kemelimpahan semesta raya. Berdiri selalu diambang: hadirnya
ketiadaan yang dibayangkan melalui realitas-realitas keras yang hadir. Sebagaimana
Jorge Luis Borges menelusur dalam <i>The Mirrors of Enigma</i>. Kehadiran
Kebenaran yang tak tertampung dalam pengalaman diri itu “terasa” ada di dalam
diri sendiri. Pelukisan serba terbalik yang hendak menyatakan
keserba-sempurnaan. <i>Lebih terang dari segala cahaya, tapi lebih tertirai
dari segala misteri</i>, kata St. Augustine.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sesuatu yang lebih daripada sekedar pemahaman
yang dipusakakan melalui simbol-simbol dan pengertian-pengertian baku. Tubuh –
pikiran dan setiap indera – mensyaratkan sebuah pengalaman. Bukan hal-hal di
luarnya. Bukan hal-hal yang serba telah jadi, kaku, dan menghendaki
kebertundukan tanpa syarat. Tak ada jalan lain, kecuali mengembarai ngarai tak
terperi yang mengerikan itu sendiri. Jauh masuk ke dalam diri, dalam curam
kesunyian dan menarung kehampaan yang mengamuk hati. Maka <i>Di Mesjid</i>
Chairil Anwar <i>Bersimbah peluh diri yang tak bisa diperkuda</i>. Sedang Amir
Hamzah diumbang-ambingkan keberhampiran yang mematah-arangkan nyaris. <i>Bertukar
tangkap dengan lepas</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Janji pertemuan selalu saja berarti
penangguhan. Atau merupakan pertemuan dengan jejak-jejak, bekas kehadiran
semacam abu atau hantu. Perlambang-perlambang yang hanya mungkin di isi oleh
atau membayangkan diri sendiri. Begitulah. Segala pandang yang ditebar pada
akhirnya tertumbuk pada diri sendiri. Diri yang terpencil dengan jiwa yang
melingkup seluruh semesta.<i> Jika kita melihat Bima Sakti, hal itu
sesungguhnya karena ada di dalam jiwa kita</i>, kata Borges dalam kerja
penerjemahannya. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Oleh karenanya
mengenali diri sendiri merupakan sebuah jalan. Namun, dengan begitu harus
mengenali semesta yang ditampung oleh jiwa. Bukan sebagai jumlah namun nilai,
menggali kebernilaian tepatnya. Suatu pernyana yang menganggap semesta raya
sebagai isyarat yang ditata secara gramatikal dan berbicara pada kita. Artinya,
jika kita berbicara dengan semesta kita bicara dengan diri sendiri, dan juga
sebaliknya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Semesta sebagai bahasa dari
keagungan yang berbicara tak hanya terbayangkan dalam gugus-gugus bintang atau
tata planet-planet. Setiap teks juga merupakan bahasa dari keagungan. Setiap teks
merupakan teks liturgis yang menyediakan bahan-bahan pengenalan dalam suatu
pencerminan. Pencerminan dari kehadiran yang tak hadir. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Tuhan mistis tersembunyi di dalam
diri dan/atau semesta. Tuhan individu yang dikenal dengan cara mesti mengenali
diri sendiri. Memahami segenap isyaratnya sebagai semesta yang berbicara dalam
sunyi melubuk yang serba rawan. Berbicara mengenai kehendak-kehendaknya dengan
kemelimpahan suara yang memekak, simpang siur lambang dengan simpang-simpang
menyesatkan. Maka setiap Kebenaran tak pernah beranjak dari kemungkinan. Bahkan
meski Kebenaran pasti bukan dusta. Sebab Tuhan adalah Kebenaran.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Namun, pengembaraan pemikiran ini –
pengembaraan di dalam sebentuk cermin – penuh bahaya yang sanggup menghinggakan
manusia sebagai belaka penghuni kepompong. Suatu kehidupan yang penuh
pengabaian terhadap kehidupan sendiri. Kehidupan yang melaknat tubuh sebagai sarang
dosa.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Sebuah
gagasan penganiayaan tubuh dengan memadamkan segenap tanda kehidupannya ini
digugat A.A Navis dalam <i>Robohnya Surau Kami</i>. Melalui Ajo Sidi kehendak-kehendak
Tuhan diperdengarkan. Kehendak-kehendak yang bukan untuk Tuhan sendiri dan
bukan untuk diri sendiri. Melainkan kehendak untuk tubuh (sosial). <i>. . .
kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua</i>,
demikian Ajo Sidi memperdengarkan suara Tuhan dalam sebuah cerita negeri
akhirat kepada Kakek.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Jauh
sebelum A.A. Navis, abad 19 di Polandia, I.L Peretz menyerang pemahaman atas
kehendak Tuhan yang memurungkan, bahkan membusukan kehidupan dengan cerita parodi.
<i>Bonthse Shvayg</i> (Bonthse The Silent), memparodikan kuasa ilahiah dalam
kehidupan parokial masyarakat Yahudi yang pasif meski dalam penindasan melalui
tokoh Bontshe yang tak bicara sejak lahir hingga matinya sebab keyakinannya
atas janji kedatangan juru selamat yang dikirim Tuhan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Namun,
melalui tubuhlah kehadiran Tuhan sering tertangkap sebagai kengerian.
Sebagaimana penyosokan Tuhan di padang Kurusetra menjelangkan perang Bharata
melalui tubuh Krisna yang membuat ngeri Arjuna. Dengan sedikit kesalahpahaman
mengenai metafor itu kemudian kita juga bisa mengenangkan Perang Salib, inkuisi
dan pembakaran di semenanjung Iberia di zaman Isabella I dari Castile,
runtuhnya menara kembar WTC, bom Bali, atau sekian ledakan yang melantakan kota-kota
di Iraq. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Bahwa
Kebenaran itu ternyata meliputi perang dan damai. Sebuah kehadiran yang tak
hanya meletakan jejaknya pada bunga teratai. Namun pun pada koyak moyak mayat.
Kehidupan dihidupkan tubuh dengan kecemasan-kecemasan dan
pelampiasan-pelampiasannya. Bersama itu Tuhan individu dibunuh. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Bersama
pecahnya kesunyian, suara-suara semesta berkeping dan mendesak ke permukaan
dunia material. Kehendak-kehendak Tuhan menjadi sebagaimana benda-benda milik.
Dikuasai, diperjualbelikan, diwariskan, dan membentuk kelompok-kelompok berketuhanan.
Tuhan pun tak lagi tunggal. Tak lagi menjadi Tuhan semesta raya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Jika
jiwa bisa membuat diri tak kebal menghadapi janji akhirat, tubuh membuat diri
tak kebal menahan godaan duniawi. Sampai di sini kita merasakan kebimbangan di
penjelang Tuhan. Suatu kebimbangan yang mungkin saja terus menguat hingga
menyanggupkan kita membunuh diri sendiri sebagaimana Kakek dalam <i>Robohnya
Surau Kami</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Namun,
kebimbangan ini juga yang membawa Chaim Potok menanyakan kehendak Tuhan atas
masyarakatnya (Yahudi) yang dikatakan mereka menderita karena mereka pilihan
Tuhan. Dalam kecamuk perang di Korea di akhir tahun 1950-an Chaim Potok <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>menggugat, <i>Apakah orang-orang Korea juga
orang-orang pilihan Tuhan, atau apakah segala penderitaan adalah tak bermakna?</i>
Lebih jauh lagi Chaim Potok juga mempertanyakan kekakuan ajaran mengenai
kekafiran terkutuk yang selama ini digenggamnya sebagai hal yang terwariskan
turun-temurun. Setelah melihat wajah umat lain (yang dianggap kafir) sedang
beribadah dengan kesungguhan dan kepasrahan Potok menyangsikan asumsi bahwa
Judaisme sebagai satu-satunya kebenaran. <i>Bagaimana mungkin Tuhan membenci ketulus-hatian
orang-orang yang beriman</i>, kata Potok. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Tak
pelak, Tuhan meninggalkan jejaknya dalam spektrum suara yang melimpah. Dengan
cara seperti itu Ia terus hadir tanpa harus menanggalkan kemisteriusan. Mungkin
seperti kata Pendeta dalam <i>Before The Law</i>-nya Franz Kafka, <i>Tidak
perlu menerima segala benar, namun mesti menerimanya sebagai sesuatu yang
dibutuhkan</i>. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Wahai,
Ia yang berbicara sebagai nyala api di Gunung Sinai! <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-indent: 36.0pt;">
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-67468212942077761792011-12-18T19:22:00.000-08:002011-12-18T19:23:40.550-08:00Jan 'Sondang Hutagalung' Palach<br />
<div class="MsoNormal">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku Jan Palach. Aku seorang Ceko, Aku seorang Polandia,
Lithuania, Vietnam, Afganistan, menyingkapimu. Setelah ribuan kali aku membakar
diri, mungkin kita akan menang</span></i><span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">.
(Wiktor Szostalo, 1983)</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Jan Palach membakar
diri di </span><span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Wenceslas_Square" title="Wenceslas Square"><span style="color: windowtext; text-decoration: none;">Wenceslas
Square</span></a>, lima bulan pendudukan Uni Soviet di <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Czechoslovakia" title="Czechoslovakia"><span style="color: windowtext; text-decoration: none;">Cekoslowakia</span></a>
setelah membubarkan pemerintahan <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Alexander_Dub%C4%8Dek" title="Alexander Dubček"><span style="color: windowtext; text-decoration: none;">Alexander Dubček</span></a> selama masa yang dikenal
sebagai Musim Semi Praha. Jaroslava Moserova, dokter spesialis bedah plastik,
yang di hari pembakaran diri Jan Palach, 16 Januari 1969, menjadi salah seorang
yang pertama merawat dan membersihkan tubuh gosong Jan Palach mengingat apa
yang dikatakan Jan Palach ketika dibawa ke ruang perawatan intensif. Jaroslava
tak mendampingi Jan Palach ketika itu, tapi seorang perawat mengatakan
mahasiswa berusia duapuluh tahun itu berulang kali mengatakan, ‘Tolong sebarkan
ke semua orang kenapa aku melakukannya, tolong sebarkan ke semua orang’.
Menurut Miroslava, Jan Palach membakar diri sendiri bukan belaka disebabkan
oleh pendudukan tentara Uni Soviet atas Cekoslowakia, lebih dipicu oleh
kehendak untuk menghentikan demoralisasi yang merundung masyarakat; masyarakat
tak hanya diam saja atas pendudukan Uni Soviet, bahkan menyerah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pesan yang dinyatakan Jan Palach begitu jelas. Tapi ‘revolusi beludru’,
buah dari kehendak untuk kebebasan yang tak tertahankan baru terjadi dua puluh
tahun kemudian. Kehendak untuk kebebasan menyeruak ke jalanan dan mencapai
kemenangannya pada November 1989 setelah bertahun-tahun hidup dan dipelihara di
gorong-gorong <i style="mso-bidi-font-style: normal;">samizdat</i> oleh
orang-orang keras kepala semacam Vaclav Havel dan generasi ‘Musim Semi Praha’ <a href="http://en.wikipedia.org/wiki/Alexander_Dub%C4%8Dek" title="Alexander Dubček"><span style="color: windowtext; text-decoration: none;">Alexander Dubček</span></a> yang sudah tua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tidak ada yang tahu persis apa yang hendak dinyatakan Sondang Hutagalung
dengan pembakaran diri sendirinya di depan Istana Presiden 7 Desember lalu. Ia
tak meninggalkan pesan apapun dengan jelas sebelumnya. Luka bakar derajat tiga
atau 98 persen yang merenggut kesadaran selama perawatan tiga hari tak
memungkinkannya menyatakan kenapa ia membakar diri sendiri. Seorang polisi
sempat menyangkal jika aksi bakar diri Sondang sebagai pernyataan politik. Tapi
latar belakang Sondang dengan sendirinya membantah keras-keras. Ia aktivis HAM,
seorang mahasiswa yang kerap terlibat dengan kegiatan Kontras. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagaimana Zdenek Adamec yang pada tahun 2003 meneladani Jan Palach.
Barangkali Sondang Hutagalung terinspirasi Mohamed Bouazizi yang menjadikan
tubuhnya sebagai obor penerang gerakan ‘musim semi’ di negara-negara Arab
seperti Tunisia, Mesir, dan Yaman. Jika Zdenek Adamec mengeluhkan Revolusi
Beludru 1989 yang menurutnya melahirkan demokrasi yang bukan demokrasi sejati
dan sekaligus mengutuk segala keserakahan global yang menimpakan kerusakan
lingkungan, kekerasan, dan ketimpangan sosial. Sondang Hutagalung, tanpa
cekaman global, mungkin menyesalkan Reformasi 1998 yang belaka melahirkan
pemimpin-pemimpin korup, kekerasan dan ketimpangan sosial yang tak kunjung
tersembuhkan. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Namun Jaroslava Moserova digusarkan oleh pembakaran diri Zdenek Adamek, 34
tahun setelah Jan Palach. Walaupun tak menyangkal motivasi idealistis di balik
pembakaran diri Zdenek Adamek, dokter spesialis bedah plastik yang menjadi
saksi peristiwa Jan Palach itu khawatir bila kenangan akan kewiraan Jan Palach
yang mashur memicu pelaku-pelaku bakar diri yang tak cukup punya alasan kuat
dan rasional untuk melakukannya. Hal yang sama, peristiwa pembakaran diri
Mohamed Bouazizi pun terbuka untuk menyulut persoalan lagak ketika penjual buah
yang penuh harga diri itu terkenal dan dielukan masyarakat luas. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pembakaran diri politis boleh jadi laksana perang yang merupakan
pelaksanaan lebih lanjut dari upaya-upaya politik ‘normal’ yang gagal. Namun,
jika perang melibatkan banyak orang yang maju memenuhi altar pengurbanan demi
cita-cita politik idiil. Pembakaran diri sendiri adalah perang ‘soliter’.
Peristiwa itu memberikan efek kejut pada masyarakat luas sekaligus pada rezim
kekuasaan yang ditujunya. Jika pembakaran diri sendiri dilakukan pada momen
yang tepat, saat cengkaman penindasan hebat yang melemahkan misalnya, kengerian
yang diruapkan dari daging terbakar itu seibarat menantang sikap tunduk dan
takut masyarakat dengan menyingkapkan keberanian tak terkalahkan dalam diri
sang martir. Keberanian yang tumbuh dari keyakinan kuat yang melampaui tubuh
itu tak terhancur-abukan. Semirip keteguhan para martir teologis yang dijatuhi
hukum bakar dengan dalih bid’ah, Joan d’Arc dan Jan Hus misalnya, yang
keyakinannya semakin tak terkalahkan dan semakin merebak kuat ke sembarang arah
setelah tubuh-tubuh mereka mengabu di tiang pancang penghukuman. Pada sisi
lain, pembakaran diri sendiri menyelusupkan ‘rasa bersalah’ pada rezim penindas
yang pada akhirnya menghasilkan dua akibat sekaligus; bila tak melemahkan para
aparatusnya, tak pelak, bakal membuatnya lebih brutal. Pada kasus Sondang
Hutagalung, pernyataan seorang polisi yang menyangkal kaitan pembakaran diri
Sondang dengan demonstrasi (melepaskan dari kaitan politik) menjadi contoh
nyata. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">9 Oktober 1983, Wiktor Szostalo mengulang kembali Jan Palach dalam
pertunjukan teater jalanan yang berjudul <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Performance
for Freedom</i> di depan gedung Craft Alliance Gallery, Missouri, Amerika Serikat.
Sebagaimana Jan Palach limabelas tahun silam, pertunjukan diakhiri dengan api
yang berkobar-kobar. Tapi kali itu tak tercium aroma daging terbakar, tidak ada
tubuh yang dilalap api, hanya patung kayu dan kertas-kertas yang
mengarang-mengabu. Drama seniman pelarian itu seperti hendak melaksanakan
amanat Jan Palach saat dibawa ke ruang perawatan intensif. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Performance for Freedom</i> bukan hanya ditujukan kepada Cekoslowakia,
kampung halaman yang ditinggalkan dengan tergesa. Ia menyeru kepada penindasan
dan genosida di sepenjuru dunia. Sebuah plakat yang digantung dilehernya saat
memulai pertunjukan menyeru dengan tulisan, ‘Aku Jan Palach. Aku seorang Ceko,
Aku seorang Polandia, Lithuania, Vietnam, Afganistan, menyingkapimu. Setelah
ribuan kali aku membakar diri, mungkin kita akan menang’. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;">
<span lang="EN" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">* * * * *</span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-87280323553418067332011-11-18T12:10:00.000-08:002011-11-18T12:10:55.604-08:00Puisi Vladimir Mayakovsky<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<b><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"></span></span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> </span><br /><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-Nz4scMWcD9w/Tsa5v1NL3pI/AAAAAAAAAGc/kIrXHA7XAqU/s1600/Untitled-2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="640" src="http://2.bp.blogspot.com/-Nz4scMWcD9w/Tsa5v1NL3pI/AAAAAAAAAGc/kIrXHA7XAqU/s640/Untitled-2.jpg" width="395" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">ilustrasi oleh Vladimir Ilyushchenko dalam <i>Vladimir Mayakovsky Poems</i> (1972)</td></tr>
</tbody></table>
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-gw06LcCvExs/Tsa3sEMOXgI/AAAAAAAAAGU/dhXwkCOtd9M/s1600/Bedbug.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><br /></a><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="color: #990000;">Diterjemahkan oleh Dwi Pranoto dari </span><i style="color: #990000;">The Bedbug and Selected Poetry</i><span style="color: #990000;"> (terjemahan), Meridian Books, New York, 1960</span></b></div>
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 16.0pt;"><span style="font-size: small;"></span></span></b><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<b><span style="font-size: large;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Vladimir
Mayakovsky (1893 – 1930)</span></span></b><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 16pt;"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 16pt;">Lewat Jam Satu</span></b><a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_edn1" name="_ednref1" style="mso-endnote-id: edn1;" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Symbol; font-size: 16.0pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: "Times New Roman"; mso-symbol-font-family: Symbol;"><span style="mso-char-type: symbol; mso-symbol-font-family: Symbol;">*</span></span></b></span></a><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 16.0pt;"></span></b></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt; line-height: 115%;"></span>Lewat
jam satu. Kau mestinya sudah tidur</div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;"></span><div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Bima
sakti berpijar perak lintas langit</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tak
tergesa aku; dengan telegram-telegram menghalilintar</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Tak
sealasan ku bangunkan atau ganggumu</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Dan
seperti mereka bilang, perkara ditutup</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Perahu
cinta hantam urusan sehari-hari</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Kini
kau dan aku habis. Lantas buat apa resah</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Genapkan
kesedihan-kesedihan, perih-pedih, dan luka-luka</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Lihatlah,
khidmat semayami dunia</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Malam
membungkus langit dengan tabik bintang-bintang</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Pada
jam-jam kayak gini, mulai menyebut</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Umur,
riwayat, dan semua karya</span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div style="mso-element: endnote-list;">
<br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="edn1" style="mso-element: endnote;">
<div class="MsoNormal">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=9107860923207236544#_ednref1" name="_edn1" style="mso-endnote-id: edn1;" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: Symbol; mso-ascii-font-family: Calibri; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-char-type: symbol; mso-hansi-font-family: Calibri; mso-hansi-theme-font: minor-latin; mso-symbol-font-family: Symbol;"><span style="mso-char-type: symbol; mso-symbol-font-family: Symbol;">*</span></span></span></a><span> <i>Lewat Jam Satu</i> ditemukan di
antara kertas-kertas Mayakovsky setelah ia bunuh diri pada 14 April 1930. Puisi
ini ia tulis di bagian tengah selembar kertas dengan sedikit coretan, seperti
catatan epilog bunuh dirinya. </span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Pemerintah
Soviet menyatakan Vladimir Mayakovsky bunuh diri disebabkan putus hubungan
dengan aktris Veronika Polonskaya. Viktor Pertsov, dalam pengantar untuk buku <i>Vladimir
Mayakovsky Poem</i> (1972), mengungkapkan bunuh diri penyair futuris ini
diakibatkan oleh kombinasi persoalan kehidupan pribadinya dan atmosfer sangat
buruk yang mengepung karena hasrat kesastraannya yang pelik dengan diperburuk
oleh kegagalan produksi perdana lakonnya yang menakjubkan <i>The Bathhouse</i>.
Namun, seperti dikonfirmasi oleh dua naskah lakon satirisnya terakhir, <i>The Bedbug</i>
(1929) dan <i>The Bathhouse</i> (1930), bisa jadi Mayakovsky kecewa dengan
filistinisme dan birokrasi Uni Soviet di bawah Joseph Stalin.</span></div>
<div class="MsoEndnoteText">
<br /></div>
</div>
</div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-79470523807390640532011-11-14T03:21:00.001-08:002011-11-14T04:11:37.106-08:00Pergulatan PKI dalam Tiga Generasi<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://3.bp.blogspot.com/-QFqOz8uJ_d4/TsD6aZgrKOI/AAAAAAAAAFg/0vNdvYski-w/s1600/mencari+kiri.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://3.bp.blogspot.com/-QFqOz8uJ_d4/TsD6aZgrKOI/AAAAAAAAAFg/0vNdvYski-w/s320/mencari+kiri.jpg" width="199" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #990000; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i><span style="line-height: 115%;">Mencari Kiri: Kaum Revolusioner Indonesia </span></i></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #990000; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><b><i><span style="line-height: 115%;">dan Revolusi Mereka</span></i></b><i><span style="line-height: 115%;"><br /></span></i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #990000; font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<span style="font-size: small;"><span style="line-height: 115%;">Jacques Leclerc</span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="color: #990000;">
<span style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: small;"><span style="line-height: 115%;">Marjin Kiri, 2011</span></span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"><br /></span></i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Arial,Helvetica,sans-serif;">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: large;"><i><span style="line-height: 115%;">Di
Indonesia namalah yang telah mencari organisasi dan pertarungannya; ketika nama
ditemukan ia telah kalah dalam pertempuran.</span></i><span style="line-height: 115%;"> (hal. 178)</span></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Saya masih ingat betul, ketika pelajaran sejarah di
bangku SMP dan SMA mempelajari peristiwa kemelut politik 65 atau yang dikenal
sebagai pemberontakan G30S PKI, guru sejarah menyatakan bahwa PKI harus
ditumpas sampai ke akarnya, sampai anak, cucu, cicitnya. Alangkah pelajaran
sejarah tersebut ikut andil membentuk persepsi para remaja mengenai komunisme
dan membentuk sikap mereka terhadap keturunan PKI. Bukan hanya membentuk
persepsi dan sikap remaja dari keluarga “bersih” pun mereka yang berasal dari
keluarga “ET”. Bagaimana seorang remaja membenci bapaknya yang terlibat atau
seorang remaja dari keluarga PKI yang patah arang akan masa depannya memilih
mabuk-mabukan sepanjang masa bujangnya. Atau bagaimana seorang bapak yang harus
“membuang” anak laki-lakinya dengan mengubah identitas orang tua pada akta
kelahiran demi membersih-lapangkan masa depan si anak. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sejarah resmi mengenai komunisme selama lebih dari
30 tahun rezim Orde Baru adalah reka-sejarah komunisme (PKI) yang bukan saja
berfungsi sebagai pembenar dari apa yang disebut sebagai kudeta merangkak dan
menentukan posisi politik dalam pergaulan intenasional. Lebih dari itu, indoktrinasi
anti-komunis melalui sejarah resmi dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang
dikenal sebagai “bersih diri” dan “bersih lingkungan” telah mengakibatkan
masyarakat menjadi terpecah-pecah, penuh wasangka dan curiga. Menjadi komunis
atau menjadi keturunan dari orang tua komunis adalah aib atau bahkan dosa besar
yang tak terampuni. Gerakan komunisme yang sesungguhnya punya andil besar dalam
perjuangan kemerdekaan Indonesia dihapus dalam sejarah resmi dan digantikan
sejarah komunisme yang dipenuhi pengkhianatan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mencari
Kiri</span></i><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">,
buku kumpulan artikel-artikel terpilih dari Jacques Leclerc mengenai lahir,
tumbuh, kembang dan lumpuhnya faham komunis di Indonesia ibarat membongkar
timbunan tanah sejarah resmi yang mengubur komunisme hidup-hidup. Empat artikel
yang dikumpulkan dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mencari Kiri</i>
menyuarakan suara lain yang selama puluhan tahun dibungkam. Suara lain yang
mengkritisi, menyangkal, mengguyahkan, dan menggugat sejarah resmi dengan
membeberkan peran hebat gerakan kiri dalam perjuangan menggulingkan kekuasaan
kolonial; intrik, pertikaian politik dan pengaruh luar negeri semasa awal
kemerdekaan yang menggencet gerakan kiri dan menumbalkan tokoh-tokohnya; dan
perselisihan tokoh-tokoh komunis mengenai teori dan menentukan strategi dan
taktik perjuangan kaum kiri. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Aliran
Komunis: Sejarah dan Penjara</i> Leclerc melacak jejak cikal bakal gerakan
komunisme semulai berdirinya sindikat buruh kereta api <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Vereeniging Van Spoor en Tramweg Personeel</i> (VSTP) dan Budi Utomo
tahun 1908 yang menurutnya PKI adalah hasil radikalisasi progresif dari dua
organisasi yang lahir akibat penindasan intensif dari dominasi kolonial awal
abad 20. Partai Komunis Indonesia yang sebelum kongres 1924 bernama
Perserikatan Komunis di India sedikit banyak lahir dari pertentangan di tubuh
Sarekat Islam antara militan prokomunis dan penentangnya. Perubahan nama dari
“Perserikatan” menjadi “Partai” membawa konsekwensi-kensekwensi yang mungkin
secara singkat dapat diringkas mesti dapat berperan sebagai penyemai dan
pelaksana ide-ide yang membuahkan tekad untuk mengupayakan perubahan politik.
Untuk itu PKI mesti menjadi partai pelopor yang besar dan kuat dengan disiplin
baja agar mampu mengatasi tekanan pemerintah kolonial Hindia Belanda. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jacques Leclerc tak hanya memaparkan sepak terjang
PKI seperti aksi pemogokan di jawatan kereta api pada tahun 1923 yang gagal dan
perlawanan umum bersenjata untuk menggulingkan kekuasaan kolonial akhir 1926 – awal 1927 yang berakhir dengan
porak-porandanya partai. Leclerc juga mengungkap manuver Semaun di pembuangan
yang menyerahkan peran partai polopor PKI kepada Hatta di Belanda. Begitu pula
dengan Tan Malaka, tokoh komunis yang dianggap <i style="mso-bidi-font-style: normal;">trotskys,</i> yang mendirikan Partai Republik Indonesia di Bangkok
karena menganggap PKI sudah tidak ada. Pasca perlawanan 1926 – 1927 yang
meremukan PKI sebagai organisasi tulang punggung perjuangan politik, kaum kiri
terpecah, bukan hanya terbagi dalam gerakan bawah tanah dan gerakan legal,
memperebutkan pewaris sah dari PKI. Pada masa inilah, Soekarno yang mendirikan
PNI pada tahun 1933 menemukan sosialisme ala Indonesia, Marhaenisme, untuk mengatasi
dualisme buruh/petani atau kelas/massa yang tak terpecahkan semenjak Sarekat
Islam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<a href="http://4.bp.blogspot.com/-2bP2xR8mSdo/TsEBjkuHY2I/AAAAAAAAAF4/sWbrqqRvmBQ/s1600/Musso.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://4.bp.blogspot.com/-2bP2xR8mSdo/TsEBjkuHY2I/AAAAAAAAAF4/sWbrqqRvmBQ/s200/Musso.jpg" width="157" /></a><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pergulatan menghimpun kembali gerakan sayap kiri
menjadi satu kesatuan menghadapi rintangan tak kepalang. Pelarangan pemerintah
kolonial, datanganya ancaman dan bercokolnya kekuasan fasis Jepang, serta krisis
teori dalam komunisme internasional mengakibatkan situasi tak menguntungkan
untuk menyatukan perjuangan kaum kiri. Percobaan pembentukan front bersama
semacam Gerindo terbukti rapuh dan tidak tahan lama. Upaya terakhir, sebelum
1950, kristalisasi gerakan sayap kiri, penyatuan partai-partai yang tergabung
dalam Front Demokrasi Rakyat menjadi satu partai tunggal, PKI, tahun 1948
hancur sebelum PKI sempat melaksanakan programnya. Tuduhan kudeta terhadap
prakarsa “Jalan Baru untuk Republik Indonesia” Musso berakhir dengan perang
sudara yang menumbalkan 9 pemimpin PKI termasuk Musso dan Amir Sjarifuddin. Sejarah
resmi versi Orde Baru, seperti diajarkan di sekolah-sekolah, peristiwa Madiun
diibaratkan “menusuk dari belakang". Walaupun, seperti ditulis oleh Leclerc,
proklamasi Republik Soviet di Madiun <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tidak
seorang pun pernah mendengarnya, begitu juga tidak seorang pun berminat membuktikan
kebenaran kabar yang diucapkannya itu </i>(hal.65). Leclerc membandingkan
peristiwa Madiun dengan apa yang terjadi di China 20 tahun sebelumnya.
Pembangkitan kembali PKI tahun 1948 dianggap terinspirasi dengan kebangkitan
PKC tahun 1937, serbuan balatentara Jepang disamakan dengan kedatangan Belanda
kembali dan pemerintahan Indonesia yang dikuasai golongan kanan disamakan
dengan kekuasaan Kuomintang di Cina. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<a href="http://2.bp.blogspot.com/-jlfgqGv_Jmc/TsEBZI6pqcI/AAAAAAAAAFw/vehM4eTN270/s1600/Amir.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/-jlfgqGv_Jmc/TsEBZI6pqcI/AAAAAAAAAFw/vehM4eTN270/s200/Amir.jpg" width="157" /></a><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sosok Amir Sjarifuddin diungkapkan Leclerc dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Amir Sjarifuddin: Antara Negara dan Revolusi</i>
sebagai tokoh revolusioner yang kontroversial. Tokoh yang nyaris terlupakan
dalam sejarah Indonesia, jika disebut selalu saja dengan nanda sumbang,
digambarkan Leclerc semirip Faust; tidak saja karena menukar agamanya pun sebab
“kerjasamanya” dengan Van Mook. Amir yang dilukiskan sebagai orator ulung dan
dekat dengan gerakan revolusioner bawah tanah itu pada kenyataannya hampir
selalu berada di pinggiran dalam gerakan perlawanan dan pusat kekuasaan di masa
awal kemerdekaan. Sebagai tokoh revolusioner ia memainkan dua kaki antara bawah
tanah dan legal, sebagai Perdana Menteri atau Menteri Pertahanan ia tak dapat
mengatasi hantaman kaum kanan dan militer yang menggerogoti kewenangan
jabatannya. Diantara empat tokoh di jantung kekuasaan, Soekarno, Hatta,
Sjahrir, yang menjadi “kartu mati” adalah Amir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br />
<br />
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tak dapat disangkal, Amir adalah “orang merah”,
sepak terjang politiknya sepanjang tahun 1928 – 1948 mengonfirmasi hal itu.
Namun, apa yang disebut Leclerc sebagai tahun-tahun Amir berlangsung pada 1936
– 1940, setahun setelah Amir bebas dari penjara pada Juni 1935. Masa empat
tahun dimana perdebatan antara perjuangan koperasi dan nonkoperasi memanas yang
mana kaum kiri baru yang nonkoperasi diidentifikasi pada Amir. Pada sekitar
tahun-tahun itu pula ia diduga menjalin kontak rahasia dengan dedengkot
komunis, Musso, yang menurut dokumen resmi pada tahun 1935 telah membangun
kembali PKI setelah kehancurannya pada 1926 – 1927. Dengan Musso inilah Amir dipasangkan
sebagai lawan dari Soekarno-Hatta ketika peristiwa Madiun meletus. Peristiwa
yang merenggut nyawa Musso dan Amir yang mati ditembak oleh letnan Polisi
Militer di dekat desa Ngalihan pada 19 Desember 1948. Leclerc mencatat bahwa
peristiwa Madiun ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Komisi Jasa Baik
PBB untuk menengahi konflik Indonesia – Belanda yang diisi oleh negara-negara
Barat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<a href="http://1.bp.blogspot.com/-lHxY7KMbL7Y/TsEBUzur9DI/AAAAAAAAAFo/gvqIl5eAC8Y/s1600/Aidit.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-lHxY7KMbL7Y/TsEBUzur9DI/AAAAAAAAAFo/gvqIl5eAC8Y/s200/Aidit.jpg" width="157" /></a></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Setelah kehancuran pada Oktober 1965, barangkali
tidak ada pribadi yang begitu lekat diidentikkan dengan PKI seperti Aidit. Memulai
dengan kembali menghidupkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bintang Merah</i>
pada 1950 sekembalinya dari pelarian setelah peristiwa Madiun, bersama Lukman,
Aidit yang pada 1947 telah menjadi sekretaris Central Comite, pada tahun 1956
menjadi orang pertama dalam partai dengan menduduki Sekretaris Jenderal.
Setelah itu pengaruh Aidit tak tertahankan lagi dalam tubuh PKI. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Aidit
dan Soal Partai Pada Tahun 1950</i>, Leclerc menyatakan bahwa dengan tampilnya
pasangan Aidit – Lukman sebagai pimpinan partai memperlihatkan bahwa PKI hendak
mengidentifikasikan diri dengan proklamasi 17 Agustus. Bagaimanapun Aidit dan
Lukman serta Wikana termasuk para pemuda Menteng 31 yang mendesak Soekarno dan
Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan ketika Jepang menyerah dan
sebelum Belanda kembali masuk. Walaupun upaya untuk mengaitkan PKI dengan
semangat proklamasi ini mesti menyingkirkan tokoh-tokoh tua yang berpengalaman
dalam perjuangan seperti Alimin dan Tan Ling Djie.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengenai pembangunan partai tahun 1950 – 1953 Aidit,
pada pidato di Cina 1963, menyatakan bahwa dalam kondisi yang masih kacau dan
ruwet partai harus dibangun dari atas ke bawah untuk menjamin terpilihnya orang-orang
terpercaya untuk mengendalikan partai. Sedangkan dalam pidato yang ditujukan
kepada kaum revesionis sekembali dari Cina tahun 1963 Aidit menyatakan bukanlah
partai yang menentukan jalan damai atau tidak-damai, namun kondisilah yang
bakal menentukan. Dua tahun setelah pidato tersebut, sepuluh tahun setelah
pencapaian partai dalam pemilihan umum 1955, malapetaka hebat dan tak
tertanggungkan hingga kini meluluhlantakan PKI.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Boleh dikatakan buku <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mencari Kiri</i> yang merupakan kumpulan empat artikel peneliti sejarah
politik Indonesia dari Prancis, Jacques Leclerc, lebih menitikberatkan sejarah
PKI dari tahun-tahun awal pendiriannya atau bahkan embrionya hingga peristiwa
Madiun 1948. Suatu serial kajian yang mengisi ‘kekosongan’ di tengah
melimpahnya kajian peristiwa 1965. Tiga artikel pertama dalam Mencari Kiri seperti
membagi PKI dalam tiga generasi, dimana artikel ke-empat atau terakhir, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Kondisi Kehidupan Partai: Kaum Revolusioner
Indonesia Mencari Identitas (1928 – 1948)</i>, menjadi semacam epilognya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="font-family: Verdana,sans-serif;">
<span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sudah saatnya sejarah politik Indonesia yang lebih
dari tiga puluh tahun termanipulasi dikaji ulang. Sejarah perjuangan-perjuangan
dan pejuang-pejuang pergerakan yang telah dibenamkan mesti digali dan dibawa ke
terang cahaya siang hari ini. Upaya semacam membukukan artikel-artikel Leclerc
yang mencahayai bagian gelap sejarah Indonesia mesti tak berhenti pada <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Mencari Kiri</i>. </span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-75141320364012181392011-10-25T06:46:00.000-07:002011-10-25T06:50:43.619-07:00Hantu-Hantu<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="footer"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="page number"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="Body Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" Name="Body Text Indent"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin:0cm;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sejak kendaraan-kendaraan berat
tak diijinkan lagi melintas dalam kota, jalanan pinggir kota itu selalu
bergetar hingga larut malam. Bus-bus antar kota, truk-truk barang, truk-truk
kontainer,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>meninggalkan jejak retakan,
rekahan, dan lubang besar pada ruas jalan. Walau jalanan pinggir kota itu
sekarang lebih lebar dan hidup, tak ada rumah baru yang dibangun di sepanjang
pinggir ruas jalan. Sejumlah perubahan yang membedakannya dengan masa seratus
tahun lalu adalah terik dan gersang akibat ditumbangkannya puluhan pohon kenari
raksasa yang memagar tepi jalan. Ketika jalanan itu dijadikan satu-satunya
jalur pelintasan kendaran-kendaraan berat, pos pungutan retribusi kendaraan
barang didirikan di dekat jembatan.</div>
<a name='more'></a> Sedikit ke utara dari pos retribusi, lima
buah warung makan yang sekaligus<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tempat
pelacuran berdiri berjajar dengan latar kebun bambu. Di sepanjang tepi timur
ruas jalan seribu meter itu terdapat sebelas bangunan rumah yang semuanya menghadap
ke barat. Tiga buah rumah hampir terkubur ilalang, satu rumah berubah fungsi
jadi losmen murah, dan selebihnya, meski masih berpenghuni, tampak merana
dengan dinding-dinding yang mengelupas dan bergaram. Rumah-rumah itu pada
jamannya adalah tempat tinggal pegawai Belanda yang bekerja di pabrik minyak
naga bulan. Bangunan pabrik itu sekarang nyaris runtuh, tinggal cerobongnya
yang masih menjulang. Persis di tengah ruas jalan, terdapat pekuburan Belanda.
Dalam areal pemakaman, yang jika musim hujan dipenuhi gerumbul-gerumbul semak
berduri dan tanaman <i>rambusa</i>, menyisakan dua patung malaikat kecil
berlumut yang terpotong sayapnya dan sebuah salib yang juga berlumut. Menurut
cerita , puluhan orang merah dikubur satu lubang di sebagian areal pemakaman
ini. Di samping selatan pemakaman mengalir sebatang sungai yang alirannya
membelah kota dan bermuara di pelabuhan lama. Kebun singkong yang menghampar di
tanah yang membukit berada di utara pemakaman. Di puncak kebun singkong, pohon
mahoni raksasa menjulang. Dari bawah pohon mahoni, dari sela-sela daun
singkong, di seberang jalan, nampak sebuah rumah dengan halaman ditumbuhi dua
pohon flamboyan dan berpagar bluntas dicerlangkan cahaya matahari senja.
Seorang laki-laki, seperti bayangan, melintas dalam naungan flamboyan. Sejenak
ia berhenti di depan pintu, menundukan kepala, lalu mengetuk. <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Matahari
seperti besi ditempa. Tanah-tanah, atap-atap rumah, persawahan dan kebun,
sungai, jalan setapak, jalanan beraspal; semuanya tampak khidmat diseliput
cahaya jingga. Ketenangan mendebarkan menghantar hari menuju ke barat,
menciptakan tebing penghabisan cahaya sebagai puncak keagungan yang keramat.
Segala berkas bunyi tertahan dalam bisik; demi kerajaan mambang dan
hantu-hantu, demi segala perasaan halus yang menyimpan ingatan jadi tak
terhancurkan dalam lubuk dendam. Setiap kehadiran seperti terhisap dalam
ambang, menunggu dan gemetar menjelangkan dirinya sendiri. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Ketika
melintas naungan pohon flamboyan ia kenangkan potret hitam putih keluarganya
yang menguning. Dalam potret, sebagai cucu laki-laki tunggal ia duduk di
pangkuan kakeknya yang duduk di sebelah neneknya, diapit anggota keluarga lain
yang berdiri berjajar di sebelah kanan-kiri dan belakang mereka. Ayah dan
ibunya berdiri bahagia, berdampingan persis di belakang kakek-neneknya. Semua
orang dalam foto berlatar rumah beratap limasan dengan pohon-pohon kembang
kertas yang sedang berbunga itu tampak gembira. Foto itu dibuat saat ulang
tahunnya yang ke-tiga, lima hari sebelum semua orang di foto itu mati terbunuh.
Sebenarnya ia sendiri tak punya ingatan mengenai momen gembira dalam foto itu.
Tapi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dalam foto itu ia merasa
mendengarkan sebuah nada lagu tanpa syair yang pernah dihafalnya. Iramanya
seperti nyanyi <i>puji-pujian</i> yang biasa ia lantunkan saat memulai
pelajaran mengaji</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></div>
<div class="MsoBodyTextIndent" style="line-height: normal;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12.0pt;">Daun pintu dibuka seorang laki-laki
tua. Dengan isyarat tangan, orang tua itu menyilahkannya masuk. Duduk
berhadapan ia dengan orang tua itu, diantarai meja marmer persegi empat yang di
atasnya setangkai bunga kantil kering terkulai dalam jambangan kaca warna hijau
bening yang jenjang. Semua jendela<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>dibuka lebar-lebar, membuat seluruh ruangan dibarakan cahaya matahari
senja. Semesta senjakala seperti terhisap ke dalam orang tua yang duduk
dihadapannya; rambutnya yang ikal berwarna perak, wajahnya yang melampiaskan
kepuasan tertampar cahaya jingga, hidungnya menjulang, dan anugerah kebutaan
yang diterimanya membuat tubuh rapuhnya tenggelam dalam kegaiban dunia mimpi.
Sambil menyambut uluran salam orang tua itu, sekilas ia tertusuk sepasang
matanya yang putih melulu. Segala bayangan hidup berkelebat di ceruk bola mata
melubuk, dinaung sepasang tulang pelipis yang menjorok. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Setelah
berpuluh tahun menghilang, tiga hari yang lalu orang tua itu tiba-tiba muncul
kembali di bekas rumahnya. Walaupun rumah itu lama tak berpenghuni, namun tetap
terawat. Meski sebagian dindingnya megelupas digerogot usia, tidak ada
rumput-rumput liar yang tumbuh di halaman, tidak ada debu di lantainya, dan
tanaman-tanaman di pot seperti kuping gajah, srirejeki, dan mawar masih segar
terawat. Tak seorang pun tahu, kenapa rumah itu tak berubah sejak ditinggal
penghuninya bertahun-tahun lalu. Orang-orang hanya mengingat keluarga penghuni
rumah itu; ayah orang tua buta itu adalah seorang tukang sihir yang ditakuti,
atau banyak juga yang menyebutnya wali, dan istrinya, seorang perempuan
berperangai aneh yang suka mengecap kuncup-kuncup flamboyan. Menurut cerita
yang beredar di masyarakat, suatu kali seorang Belanda pegawai pabrik
minyak<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>naga bulan pernah menyuruh ayah
orang tua buta itu berjalan jongkok dari pabrik sampai rumahnya karena ia tidak
menunduk ketika berpapasan dengannya. Sore harinya, istri orang Belanda itu,
seorang perempuan Manado, menjerit-jerit histeris ketika menemukan tubuh
telanjang suaminya membatu di kamar mandi. Sejak itu, orang-orang tak berani macam-macam
lagi dengannya. Sedangkan orang tua buta itu sendiri, ketika masih muda,
dikenal sebagai jagoan pasar sapi, yang kebal bacokan senjata tajam apapun.
Ketika peristiwa penumpasan orang-orang merah ia adalah algojo yang tak
berbelas kasih. Saat itu orang-orang menyebutnya Izroil. Dengan tangannya
sendiri ia menghabisi semua laki-laki anggota keluarga ketua paguyupan Kesenian
Agawe Tentrem Santoso; kelompok kesenian <i><span style="color: black;">janger</span></i><span style="color: blue;"> </span>yang bernaung pada lembaga seni partai merah, yang
tinggal di sebelah rumahnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Ketika telapak
tangannya bersalaman dengan telapak tangan orang tua buta itu ia berkata,
“Mbah, saya cucunya Mbah Warso, anaknya Saim. Masih ingat kan mbah? Dulu mbah
saya ketua kelompok janger KATS. Masih ingat mbah? Rumah mbah saya di sebelah
rumah ini, dulu pernah dibakar orang-orang hitam. Masih ingat mbah? Sekarang
sudah saya bangun lagi. Saya tinggal dengan istri, dan dua anak saya. Masih
ingat mbah?”. Ia ucapkan seluruh kalimat dengan sekaligus, tanpa jeda nafas. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Suaramu
seperti Ndari, ibumu. Bukan ayahmu”, kata orang tua itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Pak
Ta’am, ingat mbah? Tukang kebun mbah Warso, yang mengasuh saya dan saya panggil
Bapak, sudah meninggal?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kapan?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Persis
ketika mbah baru pulang”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kamu
tahu waktu aku pulang?”. Kata orang tua buta itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Tiga
hari yang lalu”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Bertahun-tahun
ia menunggu pertemuan ini. Bertahun-tahun ia ingin melihat wajah orang yang
membantai seluruh anggota keluarganya. Ia ingin menenangkan arwah keluarganya
yang tiap malam mengunjunginya dengan wajah-wajah sedih yang berdedarah. Ia
pernah bersumpah, kelak jika pembantai itu ditemukannya ia akan mencincang
tubuhnya dan mengumpankan kerat-kerat daging mayatnya pada anjing. Sekarang,
ketika ia sedang bertemu,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ia berniat
membunuhnya dan menguburnya diam-diam di halaman belakang rumahnya sendiri,
mungkin ia hanya akan meludahi mayatnya dengan puas sebelum ditimbun tanah.
Orang tua buta yang duduk di hadapannya itu, menurut anggapannya, berperawakan
lebih pendek dan kurus dari perkiraannya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Saya
tidak melihat anak dan istri mbah”, katanya, seraya ia sentuh gagang pisaunya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kau
kenal mereka?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kata
orang-orang”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Lebih
baik mereka melupakanku”, kata orang tua itu tanpa nada sedih.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kenapa?”,
ia menyelidik.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kamu
tahu dimana ayah, ibu, kakek, dan paman-pamanmu dikuburkan?”, kata orang tua
buta itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Sudah!”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kebanyakan
penduduk sini, menyangka anggota keluarganya dikuburkan di kuburan Belanda”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Ayahku
tidak dikubur di sana?”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Yang
dikubur di pemakaman Belanda itu mayat-mayat dari Madiun. Mereka yang pernah
tinggal di sini, dibawa truk ke arah utara, mungkin ke Besuki atau ke
Panarukan”, jelas orang tua itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Menurut
cerita pak Ta’am, ayahnya disabet parang dari muka sampai kemaluannya.
Kakeknya, karena dipercaya punya ilmu kebal, dijepit pintu sampai putus nafas
dan usus-ususnya keluar dari dubur. Kedua pamannya dipenggal kepalanya. Semua
pembunuhan itu dilakukan sendiri oleh Izroil, yang sekarang menjadi orang tua
buta. Anggota gerombolan lain hanya mengumpat-umpat dengan segala nama babi dan
anjing di halaman, mereka tidak berani masuk. Sedangkan lima anggota keluarga
lain, yang kesemuanya perempuan, digiring keluar dengan kedua tangan diikat ke
belakang dan kepala dibungkus sarung. Para perempuan itu gemetaran. Kecuali
neneknya, dengan berani dia berteriak menyerukan tantangan ke semua gerombolan.
Neneknya habis dicincang di halaman rumahnya sendiri. Ibu, dan tiga orang
bibinya, dihabisi setelah diperkosa. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Izroil!”
tanpa sadar ia serukan nama itu dengan marah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Dulu,
orang-orang memang menyebutku dengan nama itu”, kata orang tua buta itu dengan
datar.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kau
tahu, aku akan membunuhmu?”, dengan gemetaran ia genggam gagang pisaunya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Tidak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Tidak?
Kau bunuh semua anggota keluargaku! Di umur tiga tahun lima hari aku yatim
piatu!” ia berteriak.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Orang tua buta
itu diam. Beberapa lembar daun flamboyan kering gugur di halaman. Di angkasa
sekawanan burung bangau terbang membentuk formasi busur. Wajah orang tua itu
puas dan lembut seperti permukaan lautan pada cuaca tenang. Saat senja seperti
ini, tiga hari setelah pembantaian, pertama kali ia lihat hantu Saim di sebelah
pintu kamar mandi. Hantu itu hanya menatap sedih padanya, tubuhnya teriris dari
dahi hingga kelamin. “Untuk apa kau datang ke mari?” katanya dengan gusar.
Hantu itu diam saja, seperti hanya ingin memperlihatkan keadaannya. “Kau sudah
mati. Tempatmu bukan di sini!”.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Sejak
itu, setiap senja sampai menjelang pagi rumahnya dipenuhi dengan orang-orang
mati. Hantu Mbah Warso muncul di ambang pintu masuk dengan usus-usus terjurai
dari duburnya seperti ekor. Hantu dua adik laki-laki Saim muncul tanpa kepala
di pintu dapur. Di depan pintu kamar tidurnya terbaring hantu empat orang
perempuan dengan tubuh telanjang, sepasang payudara dan kemaluan mereka rusak
berdedarah. Sedangkan hantu istri mbah Warso, perempuan yang pemberani di masa
hidupnya, mencecerkan kerat-kerat daging tubuhnya di atas meja ruang tamu,
sepasang matanya yang seperti kelereng sering tergelincir ke bawah kursi.
Setelah berbagai cara gagal mengusir hantu-hantu itu, ia menyingkir ke rumah
paman istrinya, bersama istrinya yang ketakutan dan anaknya yang terus-menerus
menangis. Tapi sembilan hantu itu mengikuti ke rumah pengungsiannya. Belum
genap dua hari ia di rumah pamannya, istrinya yang sangat ketakutan
mengusirnya. Sebelum jatuh senja, ia tinggalkan istri dan anaknya dengan marah
kepada hantu-hantu itu. Ketika masih di rumahnya sendiri, beberapa kali dengan
amarah meluap ia sabet-sabetkan parangnya ke tubuh-tubuh hantu itu. Sampai
akhirnya ia tahu kalau ia tidak bisa membunuh orang mati. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Pagi
berikutnya, setelah ia berjalan tak tentu arah, sampai ia di sebuah pantai.
Perahu-perahu warna-warni dengan layar tergulung berserak di<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>teluk kecil. Lampu-lampu petromak di geladak
masih menyala dengan cahaya kotor. Nelayan-nelayan dengan muka kusut-lelah
sibuk menurunkan hasil tangkapannya semalam. Para pencari nener hilir-mudik
dialun ombak pantai. Di kejauhan tampak segumpal pulau. Ia pikir hantu-hantu
tak bisa menyeberang laut. Lalu ia putuskan untuk menetap di pulau seberang
yang pohon-pohon kelapanya nampak berjejajar seperti bayangan dari pantai
tempatnya berdiri.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Ia
putuskan menetap di suatu sisi pantai pulau Nusabarung. Di pesisir dekat muara
yang dilingkung bukit granit, ia bangun sendiri rumah kayu dengan atap anyaman
nyiur. Tiga hari pertama, setiap malam selepas senja ia menatap pulau di
seberang yang bertabur kerlip cahaya. Ia seperti mendengar tangisan anaknya dan
suara istrinya yang memangil-manggil. Dan di hari yang ke- empat, saat ia
keluar dari pintu gubuknya, ia melihat sembilan hantu melayang di atas
permukaan laut yang digetarkan cahaya senja. Langsung ia menyerbu ke pantai,
menghadang sembilan hantu itu dan berteriak-teriak mengusirnya. Sembilan hantu
itu tak memperdulikan teriakannya, mereka melintasinya, terus masuk ke dalam
gubuk. Bergegas ia menyusul ke dalam, lalu menyerapahkan segala sumpah dan
kutuk kepada mereka.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Detik
berbilang menit, menit berbilang jam, jam berbilang hari, hari berbilang
minggu, minggu berbilang bulan, bulan berbilang tahun, tahun berbilang umur.
Kesendirian dan kesepian yang menekan-mendesak di dalam diri membuatnya perlu
teman bicara. Tak ada siapa-siapa, hanya sembilan hantu yang terus membungkam;
merekalah yang terus setia menemaninya, mendengarkan ceritanya tanpa menyela,
dan menerima segala kesal tanpa membantah. Kadang-kadang Saim atau kedua
adiknya menemaninya memancing, atau mencari kayu bakar. Hantu lima perempuan
yang telanjang lebih sering menemaninya bergiat di dapur. Sedangkan dengan mbah
Warso dan istrinya ia sering menceritakan masa lalu, mengenai tetangga-tetangga
mereka, pemogokan buruh di pabrik minyak naga bulan, termasuk membicarakan
pandangan-pandangannya mengenai kebajikan Jawa yang ia pelajari dari ayahnya.
Bersama usia yang terus merangkak tua dan sepasang mata yang mulai buta total
ia merasakan ketenangan hidup di tengah hantu-hantu dan debur ombak pantai. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Suatu
hari, ketika orang tua buta itu melintas kamar mandi, ia berpapasan dengan
Saim. Sejak Saim menjadi hantu, baru saat itu ia mengeluarkan suara. Ia meminta
orang tua buta itu pulang. Permintaan Saim itu ia sampaikan kepada mbah Warso
dan istrinya, kedua adik laki-laki Saim, ketiga adik perempuan Saim, dan istri
Saim. Mereka semua diam saja. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Keesokan
harinya, pagi-pagi sekali ia sudah berkemas dan meninggalkan gubuknya. Dengan
berjalan tertatih bersanggakan dan berpandu tongkat ia menyusur pantai pergi ke
tempat penyeberangan yang berada di sisi pantai lain di balik bukit
granit.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: normal;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Empat hari kemudian, di suatu senja ia menerima tamu
seorang laki-laki muda di rumah yang telah berpuluh tahun ditinggalkannya. Ia
tahu laki-laki itu memendam amarah sejak ia bukakan pintu untuknya dari
bayangan tubuhnya yang jatuh di sepasang matanya yang buta. Semakin matang
senja semakin amarah laki-laki itu meradang.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
“Izroil!”
tanpa sadar ia serukan nama itu dengan marah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Dulu,
orang-orang memang menyebutku dengan nama itu”, kata orang tua buta itu dengan
datar.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Kau
tahu, aku akan membunuhmu?”, dengan gemetaran ia genggam gagang pisaunya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Tidak.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>“Tidak?
Kau bunuh semua anggota keluargaku! Di umur tiga tahun lima hari aku yatim
piatu!” ia berteriak.“Aku akan membunuhmu Izroil”. Dengan sengaja,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>laki-laki itu memanggil orang tua buta
dihadapannya dengan julukan masa mudanya. “Sungguh! Aku akan membunuhmu! Aku
akan membunuhmu meski kau buta dan sebentar lagi akan mati sendiri.”</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36.0pt;">
Gerombolan
burung kecil mencicit-cicit mencari sarang tempat tidurnya. Angin menderu
mengoyang pucuk-pucuk pohonan. Lampu jalan dinyalakan. Terdengar teriakan
meradang, “Aku bunuh kau!”</div>
<div class="MsoBodyText" style="line-height: normal;">
<span style="mso-tab-count: 1;"> </span>Deru roda truk menghempaskan debu-debu yang tak
kelihatan. Pohon-pohon<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>nampak setipis
kertas. Di seberang kebun singkong, di bawah naungan pohon mahoni raksasa,
seorang laki-laki berulang kali menusukan ranting kering ke udara. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;">
2004</div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: right;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-66832862777586729782011-08-27T05:25:00.000-07:002011-09-04T06:29:18.481-07:00Ismail Kadare, Wawancara dengan Shusha Guppy<br />
<div class="MsoNormal"><a href="http://4.bp.blogspot.com/-JQLOnUYHGtM/TljatCJan5I/AAAAAAAAADg/FRHy4CjnzKI/s1600/kadare.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="132" src="http://4.bp.blogspot.com/-JQLOnUYHGtM/TljatCJan5I/AAAAAAAAADg/FRHy4CjnzKI/s200/kadare.jpg" width="200" /></a><span style="font-size: small;"><b><span style="line-height: 115%;">Ismail Kadare 1936 –</span></b></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novelis, pengarang cerita pendek, penyair, eseis, penulis naskah drama, kritikus ini nyaris tak tak dikenal di Indonesia. Hanya ada dua karyanya yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Elegi untuk Kosovo</i> (Jalasutra, 2004) yang merupakan serial tiga novela dan novel <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Piramid</i> (Marjin Kiri, 2011).</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="MsoNormal"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">Wawancara lumayan panjang Ismail Kadare dengan Shusha Guppy ini diterjemah dari <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Art of</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Fiction No 153</i>, dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Paris Review No. 147</i>, Summer 1998, </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pada tahun 1970 sebuah novel karya penulis Albania tak dikenal mengguncang Paris. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The General of the Dead Army</i> adalah kisah seorang jendral Italia yang kembali ke Albania setelah Perang Dunia Kedua untuk mencari tubuh para tentara Italia yang gugur di sana dan membawa mereka kembali ke Italia untuk dikuburkan. Novel itu dielukkan sebagai sebuah masterpiece dan pengarangnya diundang ke Perancis, dimana ia disambut para cendekiawan Perancis sebagai berkas suara yang kuat dan aseli dari balik Tirai Besi. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The General</i> diterjemah ke lusinan bahasa dan mengilhami dua film: satu film berjudul sama dengan dibintangi Michel Piccoli, satu lagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Life and Nothing Else (La Viet et rien d’autre)-</i>nya Bernard Tavernier yang terkenal. </span></div><a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sejak itu lebih dari selusin novel dan beberapa kumpulan puisi maupun eseinya telah diterjemahkan ke bahasa Perancis, Inggris, dan bahasa-bahasa lain. Ia dianggap sebagai satu dari penulis-penulis besar dunia dan telah diusulkan untuk Penghargaan Nobel beberapa kali. Para penerbit Perancisnya saat ini tengah mempublikasikan enam jilid karya-karya lengkapnya, dalam bahasa aseli Albania dan Perancis sekaligus. Tiga volume awal telah terbit. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ismail Kadare lahir dan tumbuh di kota Gjinokaster, Albania. Ia belajar sastra di University of Tirane dan menghabiskan tiga tahun untuk menyelesaikan pasca sarjana di Gorky Institute di Moscow. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The General</i> adalah novel pertamanya, dipublikasi sekembalinya ke Albania pada 1962, saat ia duapuluh enam tahun.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kadare sering dibandingkan dengan Kafka dan Orwel, tapi ia punya bentuk aseli, universal sekaligus berakar kuat di negerinya sendiri. Lebih dari empat puluh tahun Albania hidup di bawah diktator Komunis, Enver Hoxha, terutama cap kekejian Stalinisme yang bertahan lebih lama disbanding negara Eropa Timur lain. Kadare menggunakan beragam genre tulisan dan gaya – alegori, satir, penjarakan sejarah, mitologi – guna menghindari sensor kejam dan pembalasan mematikan Hoxha terhadap setiap bentuk pembangkangan. Karyanya adalah kronikel mengenai dekade-dekade mengerikan kendati kisah-kisahnya sering disituasikan dalam masa lalu yang jauh dan di negeri-negeri berbeda. Dua dari novel-novel paling terkenalnya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Pyramid</i>, masing-masing berlatar masa Kekaisaran Ottoman dan Mesir kuno, sementara <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Great Winter</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Concert</i> dengan jelas merujuk pada putusnya Hoxha dengan Rusia dibawah Khrushchev dan dengan China setelah mangkatnya Mao.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ismail Kadare meninggalkan Albania tahun 1990 dan mukim di Paris. Tahun 1996 ia dipilih sebagai anggota asosiasi Akademi Perancis untuk Ilmu Pengetahuan Moral dan Politik (L’Academie des Sciences Morales et Politiques), menggantikan filusuf Inggris kelahiran Austria, Karl Popper, yang wafat tahun itu.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ia tinggal dengan istri dan anak perempuannya di Paris, di sebuah wilayah yang terkenal dengan atmosfer intelektual karena dikelilingi oleh banyak universitas (Latin Quarter), di apartemen yang lega dan cerah dengan pemandangan Luxembourg Garden (<i>Jardin du Luxembourg</i>, taman umum di Paris); Ia sering melawat ke Albania. Wawancara ini berlangsung di rumahnya pada bulan Februari dan Oktober 1997, diantaranya dengan percakapan telepon. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kadare dikenal tak suka diperlakukan main-main, tapi aku diterimanya dengan ramah, sopan, dan bersabar pada seseorang yang tidak tahu negerinya pun kesusastraannya, kedua hal tersebut ia jelaskan dengan semangat. Ia lancar berbicara dengan bahasa Perancis dalam logat asing dengan suara yang sangat terukur. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda adalah penulis Albania kontemporer pertama yang mencapai kemashuran internasional. Bagi kebanyakan masyarakat, Albania adalah sebuah negeri kecil di pinggiran Eropa dengan tiga setengah juta penduduk. Nah, pertanyaan pertama saya mengenai bahasa Albania. Apa itu?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">ISMAIL KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Separuh populasi penutur bahasa Albania hidup di negara tetangga, di Yugoslavia, di wilayah Kosovo. Totalnya ada sepuluh juta masyarakat di dunia berbicara bahasa Albania, yang merupakan salah satu basis bahasa-bahasa Eropa. Aku tidak mengatakan hal ini di luar kebanggaan nasional – ini fakta. Secara linguistik, ada enam atau tujuh rumpun-rumpun pokok bahasa di Eropa: Latin, Germanik, Slavic, Baltic (dituturkan di Latvia dan Estonia), dan tiga bahasa tanpa rumpun, katakanlah – Yunani, Armenia, dan Albania. Oleh karenanya bahasa Albania lebih diperhitungkan daripada negeri kecil tempat bahasa itu dituturkan, karena menduduki tempat penting dalam kartografi linguistik Eropa. Bahasa Hungaria dan Finlandia bukan bahasa-bahasa Indo-Eropa. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bahasa Albania juga penting karena menjadi satu-satunya pewaris bahasa Ilyrians kuno. Pada zaman kuno ada tiga wilayah di Eropa Selatan: Yunani, Roma, Ilyria. Bahasa Albania adalah satu-satunya yang tersisa dari bahasa-bahasa Ilyria. Itulah sebabnya hal ini selalu menggugah rasa penasaran para ahli bahasa hebat di masa lalu. Orang pertama yang melakukan kajian serius mengenai bahasa Albania adalah filusuf Jerman, Gottfried Leibnitz, tahun 1695. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Seorang yang Voltaire parodikan dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Candide</i> sebagai Dr. Pangloss, mengatakan, “Segalanya baik dalam kemungkinan terbaik dunia”.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tepat. Tapi pada masa itu tidak ada Albania sebagai suatu entitas terpisah; bagian dari Kekaisaran Ottoman seperti negeri-negeri Balkan lain, termasuk Yunani. Tapi jenius Jerman ini menemukan bahasa yang menarik. Setelahnya, para sarjana Jerman lain menghasilkan kajian panjang mengenai bahasa Albania – Franz Bopp misalnya, bukunya sangat rinci. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagaimana dengan sastra Albania? Apatah asal-usulnya? Adakah Dante Albania, Shakespeare, atau Goethe?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Secara mendasar sumber-sumbernya adalah lisan. Buku sastra pertama dalam bahasa Albania diterbitkan pada abad enam belas, dan itu adalah terjemahan Injil. Negeri ini lantas Katolik. Setelah itu ada para penulis. Bapak kesusastraan Albania adalah penulis abad sembilan belas, Naim Frasheri. Tanpa mempunyai kebesaran Dante atau Shakespeare, namun ia seorang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">bapak</i>, tokoh yang kuat terpahat. Ia menulis sajak epic panjang, sebaik puisi-puisi liriknya, untuk membangkitkan kesadaran nasional Albania. Setelahnya muncul Gjergj Fishta. Kita bisa sebut keduanya adalah raksasa sastra Albania, hal yang anak-anak pelajari di sekolah. Kemudian muncul para penyair dan para penulis yang mungkin menghasilkan karya-karya lebih baik dari keduanya, namun mereka tak menempati tempat yang sama dalam ingatan bangsa. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Turki menduduki Constantinople tahun 1454, selanjutnya bagian Balkan lainnya dan Yunani. Apa dampak bahasa Turki pada bahasa Albania?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bahkan hampir tidak ada. Kecuali dalam kosakata administratif atau masakan – kata semacam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">kebab, café, bazaar</i>. Tapi tak berpengaruh pada struktur bahasa karena alasan sederhana bahwa kedua bahasa tersebut adalah dua mesin yang secara total berbeda sehingga tak bisa saling bertukar suku cadang. Bahasa Turki tak dikenal dimanapun di luar Turki. Bahasa Turki modern dikonstruksi oleh para penulis Turki abad sembilanbelas dan duapuluh, walaupun kering, bahasa Turki yang administratif bukan suatu bahasa yang hidup dan karenanya tidak dapat menyebarkan suatu pengaruh pada bahasa-bahasa lain dalam Kekaisaran Ottoman. Aku ketemu para penulis Turki yang mengeluh padaku bahwa mereka punya masalah dengan bahasa mereka. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Pada sisi lain, banyak sekali kosakata manca masuk dalam bahasa Turki – bahasa Persia, Arab, Perancis, dan lain-lainnya. Sebelum era modern, para pengarang Turki menulis dalam bahasa Persia, atau dalam bahasa Arab bila subyeknya theology. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagiku, sebagai seorang penulis, bahasa Albania sungguh sarana luar biasa untuk berekspresi – kaya, lentur, luwes. Sebagaimana aku katakan dalam novel terakhirku, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Spiritus</i>, ia punya modalitas yang hanya ada dalam bahasa Yunani klasik, kekunooan dan mentalitas dapat direngkuh sekaligus. Sebagai misal, ada katakerja dalam bahasa Albania yang punya makna dengki dan dermawan sekaligus, begitu juga dalam bahasa Yunani kuno, dan ini memfasilitasi penerjemahan tragedi-tragedi Yunani, sebagaimana Shakespeare, penulis Eropa terakhir yang paling dekat dengan para penulis tragedy Yunani. Bila Nietzsche bilang bahwa tragedi Yunani bunuh diri selagi muda karena hanya hidup seratus tahun, ia benar. Tapi dalam visi global tragedi terus bertahan melalui Shakespeare dan berlanjut hingga hari ini. Pada sisi lain, aku percaya bahwa era puisi epic tamat. Kalau novel masih sangat muda dengan permulaan yang sulit.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tapi kematian novel telah diramalkan selama limapuluh tahun!</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-ilYCM3KG6dA/Tljc2lmTWhI/AAAAAAAAADk/SwWbzXai_B8/s1600/the+general.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://2.bp.blogspot.com/-ilYCM3KG6dA/Tljc2lmTWhI/AAAAAAAAADk/SwWbzXai_B8/s200/the+general.jpg" width="130" /></a></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Selalu ada banyak orang yang selalu mengatakan banyak omong kosong! Tapi dalam jurus pandang universal, bila novel menggantikan dua genre penting puisi epik – yang punah – dan tragedi – yang berlanjut – maka ia baru saja mulai dan dua ribu tahun masa hidupnya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Nampak bagiku bahwa dalam karya-karya Anda, Anda berupaya memasukan tragedi Yunani ke dalam novel modern.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tepat. Aku berupaya bikin semacam sintesis dari tragedi agung dan grotesque, yang mana contoh hebatnya adalah <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Don Quixote</i> – salah satu karya terbesar kesusastraan dunia.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novel telah dibagi menjadi banyak genre . . .</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sama sekali tak! Bagiku pembagian genre itu tidak ada. Hukum penciptaan sastra unik; mereka tak berubah, dan mereka sama bagi setiap orang dimanapun. Maksudku kau dapat kisahkan sebuah cerita yang meliputi tiga jam kehidupan manusia atau tiga abad – itu menghasilkan hal sama. Setiap penulis yang menciptakan suatu hal otentik dengan cara alamiah, secara naluriah juga menciptakan tekhnik yang sesuai. Jadi semua bentuk atau genre adalah alami.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Camkan, aku pikir bahwa dalam sejarah kesusastraan hanya ada satu perubahan: perubahan dari lisan ke tulisan. Untuk waktu yang lama sastra hanya diujarkan, dan kemudian dengan tiba-tiba orang-orang Babylonia dan Yunani menghasilkan tulisan. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Itu</i> mengubah segalanya, karena sebelumnya ketika penyair mendaraskan atau mendendangkan sajaknya, penyair dapat mengubah sajaknya pada tiap penampilan, sekehendaknya, bebas. Pada saat yang bersamaan ia bersementara, karena sajaknya berubah secara tutur tinular dari generasi ke generasi. Sekali dituliskan, teks menjadi tetap. Pengarang memperoleh sesuatu karena dibaca, tapi ia juga kehilangan suatu hal – kebebasan. Itu adalah perubahan besar dalam sejarah kesusastraan. Memang sedikit mengalami perkembangan seperti pada pembagian bab-bab dan paragraf-paragraf, pungtuasi, secara relatif tak bermakna; hal-hal detil. </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Sebagai misal, mereka katakan bahwa sastra kontemporer sangat dinamis karena dipengaruhi oleh sinema, televisi, kecepatan komunikasi. Tapi yang benar adalah sebaliknya! Bila kamu bandingkan teks Yunani kuno dengan kesusastraan hari ini, kamu akan menemukan bahwa sastra klasik beroperasi pada wilayah yang sangat luas, melukis pada kanvas yang jauh lebih besar, dan punya suatu ukuran keakbaran secara tak terbatas – sebuah huruf bergerak diantara langit dan bumi, dari suatu kadewatan ke fana, dan kembali lagi, sama sekali secara nirwaktu! Kecepatan tindakan, visi kosmis pada satu setengah halaman dalam buku kedua <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Iliad</i> tak mungkin ditemukan dalam penulis modern. Kisahnya sederhana: Agamemnon telah berbuat sesuatu yang menggusarkan Zeus, hingga menyebabkannya menjatuhkan hukuman baginya. Ia memanggil seorang pembawa pesan dan memerintahnya terbang ke bumi, mencari jendral Yunani bernama Agamemnon, untuk memasukan mimpi palsu dalam kepalanya. Pembawa pesan tiba di Troya, mendapati Agamemnon tidur, menuangkan mimpi palsu ke dalam kepalanya bak cairan, lantas kembali ke Zeus. Pada pagi hari Agamemnon memanggil para perwiranya dan berkata pada mereka bahwa ia mendapat mimpi indah dan bahwa mereka akan menyerang orang-orang Troya. Ia menderita kekalahan yang menghancurkan. Semua itu hanya satu setengah halaman! Suatu hal yang melintas dari otak Zeus ke otak Agamemnon, dari langit ke bumi. Penulis hari ini mana yang dapat membikinnya? Misil-misil balistik tak secepat itu!</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Namun demikian ada event-event kesusastraan modernism – Joyce, Kafka . . .</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kafka sangat klasis, begitu juga Joyce. Ketika Joyce menjadi benar-benar modernis dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Finnegans Wake</i>, ia gagal. Ia melakukan terlalu jauh dan tak seorangpun suka buku itu. Bahkan Nobokov, pengagum berat Joyce, menyebutnya tak bernilai. Ada penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi yang tidak dapat diterima, karena ada suatu irisan yang orang tak dapat memotongnya dengan abai, sama seperti orang tak dapat membuang aspek-aspek tertentu dari sifat manusia. Seorang laki-laki bertemu perempuan dan mereka jatuh cinta. Dalam cinta ini ada segala hal yang mungkin, aneka ragam, tapi orang tak dapat mengimajinasikan perempuan tersebut bertubuh makhluk lain. Jika ada pemenggalan total dari kenyataan, ini berakhir – masuk ke semesta tanda-tanda.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Maksud Anda ada suatu kesinambungan tertentu dalam kreatifitas manusia?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tepat. Kita disesatkan oleh masa lalu umat manusia; kita tak perlu tahu psikologi, katakanlah, para buaya dan jerapah-jerapah. Masa lalu boleh saja beban, tapi tak ada yang dapat kita lakukan mengenainya. Segala keributan tentang inovasi-inovasi, genre-genre baru, adalah omong kosong. Ada sastra nyata dan ada sisanya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda juga mengatakan tentang ‘penciptaan negatif’. Apa maksud Anda dengan hal itu?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Penciptaan negatif bagi seorang penulis adalah apa yang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">tidak</i> ia tulis. Kamu memerlukan bakat besar untuk tahu apa yang kamu tidak bakal tulis, dan dalam kesadaran seorang penulis karya-karya yang tak tertulis lebih banyak daripada yang ia telah tulis. Kau membuat sebuah pilihan. Dan pilihan ini penting. Pada sisi lain, orang harus membebaskan dirinya sendiri dari mayat-mayat ini, menguburkannya, karena mereka menghalangi orang untuk menulis apa yang bakal, hal ini sama pentingnya dengan membersihkan puing guna mempersiapkan lokasi untuk bangunan. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hal ini mengingatkanku pada Cyril Connolly yang mengatakan, ‘Buku-buku yang tidak aku tulis jauh lebih baik dari yang kawan-kawanku telah hasilkan.’ Tapi mari kita omong-omong tentang permulaan Anda. Pertama-tama masa kecil Anda: Anda masih sangat kecil ketika pecah perang, yang mana setelahnya segala hal berubah di Albania.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Masa kecilku kaya, karena aku menyaksikan banyak kejadian. Perang mulai ketika aku lima tahun. Aku tinggal di Gjinokaster, kota kecil yang sangat indah, yang dilintasi tentara-tentara manca, suatu tontonan yang bersinambung – tentara-tentara Italia, Yunani . . . kota dibom bertubi oleh Jerman, Inggris, silih berganti dari satu pihak ke pihak lain. Bagi anak-anak hal tersebut sangat menakjubkan. Kami tinggal di sebuah rumah besar dengan banyak ruang-ruang kosong tempat kami bermain – suatu bagian penting dari masa kecilku. Keluarga pihak ayahku sederhana – ayahku penyampai pesan pengadilan, orang yang mengirim surat-surat pengadilan – tapi keluarga pihak ibuku sangat kaya. Paradoksnya adalah keluarga ibuku Komunis, sedangkan ayahku konservatif dan puritan. Kami hidup sederhana di rumah, tapi saat aku berkunjung ke rumah kakek pihak ibuku aku adalah anak keluarga kaya. Ayahku menentang rezim Komunis; ibuku dan keluarganya sebaliknya. Mereka tidak betengkar mengenai hal itu, tapi mereka saling mengejek dengan ironi dan sarkasme. Di sekolah aku selain berteman dengan anak-anak yang berlatar belakang miskin dan pro-Komunis, juga dengan mereka dari keluarga-keluarga kaya yang ngeri dengan rezim. Tapi aku tahu kedua sisi itu. Hal itu membuatku bebas, lepas dari kebencian masa kanak-kanak. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Setelah sekolah Anda pindah ke Tirana, ibu kota negara, dan mempelajari sastra di universitas. Lantas ke Gorky Institute di Moskow. Saat itu era Khrushchev, tatkala berhembus semacam kebebasan, suatu kemencairan setelah kebekuan Stalinis yang panjang. Bagaimana Anda mendapati pemandangan kesusastraan di Moskow?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku dikirim ke Gorky Institute untuk menjadi penulis resmi bagi rezim – hal ini tak lebih suatu pabrik untuk memproduksi pengarang-pengarang picisan dogmatik dengan sekolah realism-sosialis. Faktanya, mereka merampas tiga tahun untuk membunuh setiap kreativitas, setiap orisinalitas yang kamu punya. Aku beruntung sudah kebal karena apa yang telah aku baca. Pada umur sebelas aku telah baca <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Macbeth</i>, yang menghantamku bak halilintar, dan karya-karya klasik Yunani, setelah itu tak sehal apa punya kuasa atas jiwaku. Apa yang terjadi di Elsinor atau di perbentengan Troy Nampak bagiku lebih nyata dari pada segala banalitas buruk novel-novel realis-sosialis.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di institute aku dijijikan dengan indoktrinasi, yang dengan cara itu menyelamatkanku. Aku terus mengatakan pada diri sendiri bahwa bagaimanapun juga aku harus tidak lakukan apa yang mereka ajarkan padaku kecuali persis sebaliknya. Para penulis resmi mereka semuanya budak partai, kecuali sedikit pengecualian seperti Konstantin Paustovsky, Chukovsky, Yevtushenko.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Selama masaku di institute aku menulis novel berjudul ‘The Town Without Publicity’. Sekembaliku ke Albania aku takut untuk menunjukannya pada siapapun. Aku mempublikasikan ekstrak pendeknya di sebuah majalah dengan judul ‘A Day at the Café’, yang dengan segera dilarang. Tak lama ada permintaan untuk mempublikasikan buku. Ketua Communist Youth Organization yang merekomendasi publikasinya lantas dituduh liberalisme dan dihukum limabelas tahun penjara. Untungnya ekstrak itu selamat; kalau tidak tak seorangpun hari ini akan percaya bahwa aku menulis novel. Novel itu berkisah tentang dua bajingan kesusastraan yang ingin memalsukan teks guna membuktikan bahwa teks itu dapat diadaptasi pada Marxisme, dengan demikian mendongkrak karir mereka. Ini membongkar ke dalam problem pokok inti budaya sosialis – kepalsuan. Novel ini akan dipublikasikan dalam jilid keenam dari karya lengkapku, sedang dipersiapkan oleh penerbit Perancisku. Tak sekata darinya bakal berubah. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tapi pada masa remaja Anda tertarik dengan Komunisme, bukankah begitu?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ada suatu sisi idealistik padanya; kamu pikir bahwa mungkin aspek-aspek tertentu dari komunisme bagus dalam teori, tapi kamu dapat melihat bahwa praktiknya mengerikan. Dengan segera aku menyadari bahwa seluruh bangunannya adalah menindas, menimbulkan bencana.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di institut apakah Anda diijinkan membaca para penulis haram atau pembangkang semacam Pasternak, Akhmatova, Tsvetayeva, Mandelstam?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku membaca Gogol dan Pushkin dan tentu novel-novel Dostoyevsky, khususnya <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The House of Death</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Brother Karamazov</i>.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Bagaimana di Albania?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di Albania semua penulis-penulis tersebut dilarang. Dari waktu ke waktu aku berusaha mendapatkan sebuah buku ketika aku berpergian ke manca. Aku membaca Orwell dan Kafka. Aku pikir yang kedua lebih penting. Aku suka <i style="mso-bidi-font-style: normal;">1984</i> tapi tak menggubris <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Animal Farm</i> karena alegori-alegori kerajaan binatang tak banyak menyentuhku. Apa yang terjadi di negeri-negeri totalitarian lebih buruk dari segala hal yang sastra pernah buat.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Orwell unik di Inggris. Pada masa ketika mayoritas cendekiawan menjadi simpatisan atau penggembira, ia memahami sifat totalitarianisme dan menyingkapkannya. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku tidak dapat mengerti mengapa Sartre bisa membela Uni Soviet. Selama Revolusi Kebudayaan di China ia katakan bahwa ribuan penulis, seniman, dan cendekiawan dianiaya, disiksa, dibunuh. Dan ia menjadi seorang Maois!</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Alangkah suatu kejayaan anumerta bagi Camus, yang reputasinya dicapai pada tahun-tahun terakhirnya! Ia menjadi benar pada setiap permasalahan politik, sementara Sartre selalu salah. Camus berdiri tegak kendati semua tekanan menggencetnya, hal yang tak mudah pada masa itu.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku sangat menghormati Camus – ia adalah teladan. Sebagian besar cendekiawan Barat yang tinggal di sini, bebas, tak terancam oleh kediktatoran totalitarian, mendorong kami untuk menunjukan keberanian dan mempertaruhkan hidup kita. Di Cina bahkan lebih buruk dari Albania. Mengapa cendekiawan-cendekiawan Barat tak protes?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda kembali ke Albania tahun 1960 dan mempublikasikan novel yang membuat Anda terkenal – <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The General of the Dead Army</i>. Apakah kisah itu berdasar pada kejadian nyata, suatu renungan-renungan keadaan?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Enver Hoxha baru saja putus dengan Uni Soviet, menuduh Khrushchev sebagai revisionisme, berusaha mendekati Barat . . .menarik perhatian Barat dengan pura-pura menjadi liberalism budaya. Tentangan pada novelku datang dari kritik-kritik resmi setelah publikasinya. Mereka menyerapahiku karena tak optimistis, karena tak mengekspresikan kebencian pada jendral Italia, karena menjadi kosmopolitan, dan sejenisnya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novel kedua Anda, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Monster</i>, tentang tema kecemasan politik. Bagaimana sambutannya?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Monster adalah kisah mengenai sebuah kota kecil yang di suatu pagi cerah Kuda Troya muncul. Di dalam kuda tersebut ada tokoh-tokoh dari masa lalu – seperti Ulysses – yang hanya tinggal menunggu hari kota kecil itu akan jatuh. Tapi aku tambahkan sesuatu yang aneh: Troy tak jatuh; kuda tersebut menetap di sana selamanya. Warga hidup dalam kecemasan permanen. Mereka berkata, Bagaimana kita akan hidup? Hal ini berlangsung tiga ribu tahun dan kuda itu tetap di sana. Ia baka. Apa yang dapat kita lakukan? Mereka berbisik mengenai komplotan-komplotan, ancaman-ancaman dan hidup tak normal. Karena rezim totalitarian didirikan diatas paranoia akan ancaman-ancaman dari luar, membutuhkan musuh untuk membenarkan penindasan.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novel ini dilarang. Jadi bagaimana Anda bertahan hidup? Karena jika bukan penulis resmi, anggota Writers’ Union, tak dapat melakukan apa-apa.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Walaupun mereka mempublikasikanku pun memberangusku silih berganti, sekali kamu dipublikasi dan dikenal sebagai seorang pengarang, kamu menjadi anggota Writers’ Union dan menerima gaji bulanan, yang sama untuk setiap orang, tak peduli seorang jenius atau bajingan.Gaji ini seribu kali lebih sedikit dari royalty-royalti yang aku terima dari beberapa buku yang aku jual.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dalam iklim penindasan semacam itu, bagaimana Anda menangani penerjemahan dan publikasi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The General</i> di Perancis?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di Albania, sebagaimana di semua negara-negara Eropa Timur, ada suatau organisasi yang bertanggungjawab untuk penerjemahan buku ke bahasa-bahasa manca yang penting. Jadi mereka menerjemahkan bukuku ke bahasa Perancis. Kebetulan wartawan Pierre Paraf melihatnya, menyukainya, dan merekomendasikannya pada penerbit Perancis. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Setelah kesuksesan besar di Barat, apakah Anda merasa sedikit lebih aman, dilindungi oleh kemashuran internasional?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ya, tapi juga lebih diawasi, karena aku dianggap berbahaya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mari kita beralih mengenai apa-apa yang mempengaruhi Anda. Pertama-tama, Anda tertarik pada penulis-penulis tragedi Yunani, terutama Aeschylus yang mengenainya Anda menulis esei panjang, ‘Aeschylus or Eternal Loser.’ Kenapa ia?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku menganggap sejajar antara tragedi Yunani dan apa yang terjadi di negara-negara totalitarian, terutama sekali atmosfer kejahatan dan pertarungan untuk kekuasaan. Ambil contoh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">House of Atreus</i>, dimana setiap kejahatan memicu kejahatan lain sampai setiap orang terbunuh. Ada kejahatan mengerikan di lingkaran Hoxha. Misal, pada tahun 1981 perdana menteri, Mehmet Shehu, melakukan ‘bunuh diri’ – dibunuh oleh Hoxha. Bagiku, aku agaknya terhindar dari penjara karena kemashuran internasional, tapi tidak dari pembunuhan – mereka dapat membunuhku dan mengatakan hal itu adalah bunuh diri atau tabrakan mobil.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku akan menjadi devil’s advocate, karena aku mau, mengusulkan bahwa dalam suatu masyarakat semacam itu yang selamat itu sendiri menjadi tercurigai, seperti di Rusia-nya Stalin. Kita dapat menyebut mereka yang hilang, seperti Mandelstam, atau melakukan bunuh diri, seperti Tsavetayeva, atau berhenti menulis, seperti Pasternak – menelantarkan terjemahan Shakespeare – dan banyak lagi. Pada tahun 1970 Anda menulis novel enam ratus halaman, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Long Winter</i>, yang tak membasis pada mitos atau kejadian historis tapi pada situasi politik terkini di negara Anda. Buku Anda itu Nampak menjadi sebuah serangan terhadap revisionisme dan karenanya suatu pembelaan buat Hoxha. Alasan apa yang Anda miliki dengan menulis buku itu? Bagaimanapun juga, Anda dapat melanjutkan menulis hal yang samar-samar, kisah-kisah alegoris yang Anda telah tulis.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dari tahun 1967 sampai 1970 aku dibawah pengawasan langsung sang diktator sendiri. Camkanlah, ketakberuntungan ternaas para cendekiawan adalah Hoxha menghargai dirinya sendiri sebagai seorang pengarang dan penyair dan karenanya ‘kawan’ dari para penulis. Karena aku adalah penulis paling dikenal, ia tertarik padaku. Dalam situasi ini aku punya tiga pilihan: mengungkap keyakinanku, yang berarti kematian; diam membungkam, yang berarti kematian lain; atau membayar upeti, sogokan. Aku memilih solusi ketiga dengan menulis <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Long Winter</i>. Albania menjadi sekutu China, tapi terjadi pertikaian diantara dua negara tersebut yang kemudian membuat putus. Seperti Don Quixote, aku pikir bukuku itu dapat mengakselerasi pemutusan hubungan ini dengan ‘persekutuan’ terakhir kami dengan memberanikan Hoxha. Dengan kata lain, aku pikir bahwa sastra dapat melakukan ketakmungkinan – mengubah sang diktator!</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-vBgx2hV5VKw/TljdH5VeiII/AAAAAAAAADo/4BAQg0riRmM/s1600/piramid.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-vBgx2hV5VKw/TljdH5VeiII/AAAAAAAAADo/4BAQg0riRmM/s200/piramid.jpg" width="123" /></a><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Buku itu adalah satu-satunya, sepengetahuanku, yang di dalamnya Anda berurusan dengan situasi politis secara langsung. Selebihnya Anda menggunakan beragam penyaruan – mitos, alegori, humor. Aku pikir <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Pyramid</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i>, dibuat secara berurutan dengan latar Mesir kuno dan zaman Ottoman. Dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Pyramid</i>, Firaun Cheops ingin membangun pyramid yang bakal menjadi lebih besar dan lebih awet dari yang lainnya – suatu kegiatan yang membenarkan dan melegitimasi setiap pengorbanan, setiap penindasan. Dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i>, kontrol dan klasifikasi mimpi-mimpi yang salah. Apakah para pembacamu di Albania memahami pasemon-pasemon pada kekaisaran Soviet dan Firaun Hoxha?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ya. Dengan jelas mereka melihatnya bahwa aku menyindir kekaisaran Komunis, itulah kenapa mereka melarang <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i>. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apakah Anda terpengaruh oleh para penulis yang menggunakan muslihat yang sama, seperti Bulgakov dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Master</i> <i style="mso-bidi-font-style: normal;">and Margarita</i>, Zamyatin dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Z</i>, yang mempengaruhi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">1984</i>-nya Orwell, sebagaimana juga Hrabal dan Kundera, atau Kafka dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Castle</i> dan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Trial</i> – cikalbakal-cikalbakal bagi suatu tema penindasan dan sistem tertutup. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku membaca mereka dan aku sadar dengan kemiripan-kemiripan tertentu. Pada waktu yang sama, aku cemas tak bisa menghindari muslihat-muslihat banal. Aku harus yakin akan menjadi sastra <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyata</i>, dengan pandangan global. Dalam hal ini <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i> berhasil. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Gulag-gulag<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_edn1" name="_ednref1" style="mso-endnote-id: edn1;" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">[i]</span></span></span></a> Soviet menghasilkan suatu sastra kesaksian yang kaya dalam karya-karya Solzhenitsyn, Natalia Ginzburg, Nadezhda Mandelstam, dan lain-lainnya. Apa ada gulag di Albania?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ya, tapi lebih sedikit, karena negaranya kecil. Hoxha membangun ribuan bunker antinuklir untuk mengantisipasi pecahnya perang atom, tapi semuanya tak berfaedah, karena ia tahu – tujuannya adalah menciptakan psikosis-ketakutan.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Meski sikapnya curiga terhadap Anda, Hoxha menjadikan Anda sebagai anggota Parlemen. Mengapa?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Itu tak berarti apa-apa sama sekali. Daftar anggota Parlemen dibuatnya sendiri, dan siapapun yang menolak disingkirkan, dibunuh. Tak seorangpun pernah menolak, dan itu tak menyangkut kerja apapun. Sekali setahun Parlemen diundang sidang, dan Hoxha mendiktekan apa yang ia mau – tidak ada diskusi, tidak ada debat. Utusan-utusan dipilih diantara para pekerja, ahli-ahli ilmu pengetahuan, para penulis, jadi Parlemen merupakan perwakilan masyarakat.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Setelah berhasil dengan buku-buku Anda di Barat, Anda dapat meninggalkan negara Anda. Apakah Anda pernah tergoda? Dalam buku Anda <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Albanian Spring</i>, terbit tahun 1992, Anda katakan bahwa beberapa kali Anda hampir mukim di Perancis. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku tidak pergi karena khawatir ancaman balas dendam pada sanak saudaraku, kawan-kawan, bahkan kenalan-kenalan ngeri. Pada tahun 1983 aku ke Perancis dengan maksud bermukim. Lalu aku menyadari itu tak mungkin. Ada resiko terputus totalnya aku dengan negeriku, bahasaku, semua yang aku cintai. Kawan-kawan Perancisku menganjurkanku untuk kembali, dan aku lakukan.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novel sedih yang Anda tulis kemudian, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Shadow</i>, memaparkan keterbelahan – pilihan antara pembuangan dan kebebasan pada satu sisi, penindasan dan tirani pada sisi lain. Apakah Anda takut pembuangan?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tidak. Penulis selalu berada pada suatu tingkat dalam pembuangan, dimanapun ia, karena ia bagaimanapun juga berada di luar, terpisah dari paralain; selalu ada jarak.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jadi mengapa Anda pergi setelah kejatuhan Komunisme?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku pergi tahun 1990, ketika Albania guyah antara demokrasi dan kediktatoran. Aku pikir bahwa kepergianku akan membantu mendorong demokrasi. Aku katakan bahwa bila negaraku memilih kediktatoran aku tak akan kembali, dan hal ini menyemangati perjuangan untuk demokrasi. Aku dating ke Perancis untuk publikasi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i>, dan aku membuat suatu pernyataan public. Media melaporkannya dan hal itu memainkan peran menentukan dalam dukungan untuk demokrasi.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Masyarakat hendak memilih Anda menjadi presiden, seperti Havel di Cekoslowakia, tapi Anda menolak. Kenapa?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku tak akan ragu-ragu menolak yang kedua kali. Kasusku berbeda dengan Havel; aku ingin tetap menjadi penulis dan bebas. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Ini benar-benar suatu dilema: menentang kediktatoran, menjadi seorang pembangkang, seperti dilakukan oleh para penulis di Cekoslowakia; atau meninggalkan negara, seperti para penulis Jerman tatkala Hitler berkuasa – mereka pergi berbondong-bondong.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jangan naïf! Keadaan berbeda di tiap negara. Kamu tidak dapat membandingkan Albania dibawah Hoxha dengan Cekoslowakia. Kami tak punya Dubcek, Musim Semi Ceko, dan segala yang menyertainya. Jika Havel di Albania, Ia akan ditembak segera. Itulah mengapa tidak ada para pembangkang di Rusia di bawah Stalin. Tak seorang dapat bertindak apa-apa. Di Albania, seperti di Romania, Stalinisme berlangsung sampai akhir. Saat Havel di dalam bui, ia punya mesin ketik, akses ke media dunia, setiap orang membicarakannya. Mereka yang membandingkan situasi kami dengan Cekoslowakia tak paham akan penindasan Stalinis.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jadi Anda benar-benar selamat karena keajaiban?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tak sepenuhnya. Setiap rezim perlu menyelamatkan mukanya di hadapan komunitas internasional, dan bila kamu penulis terkenal rezim harus hati-hati. Hoxha ingin dianggap penyair, seorang pelajar Sorbonne, seorang penulis, bukan pembunuh. Satu-satunya hal yang seorang penulis dapat lakukan di bawah kediktatoran macam itu adalah berupaya menghasilkan sastra <i style="mso-bidi-font-style: normal;">nyata</i>. Dengan cara itu orang melakukan tugasnya untuk kebakaan. Mengharapkan segala hal lain adalah sinis dan jahat. Albania punya aku sebagai penulis yang menghubungkan mereka dengan dunia. Aku menguasai kehidupan kebudayaan kami dan aku diperisai budaya Albania dengan karyaku, karenanya pada satu sisi apa yang aku ciptakan dan pada sisi lain produk Komunis, yang tak bernilai. Ketika sebuah buku diterbitkan, dalam limabelas menit habis – setiap cetakan dengan segera terbeli. Masyarakat tahu bahwa buku itu kemungkinan bakal dilarang, jadi mereka berebutan membelinya sebelum dilarang. Kadang buku dilarang sebelum didistribusi, tapi kemudian ribuan salinannya menyebar, masyarakat menyebarkannya dari tangan ke tangan secara berantai. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apakah Anda tak diperintahkan mengirim naskah Anda ke Writers’ Union, seperti kasus di Rusia?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tidak. Di Albania tidak ada sensor prapublikasi; karena sudah terlalu banyak teror, swasensor sudah cukup. Ini adalah satu diantara kekhasan-kekhasan Hoxha – seperti yang aku katakan, ia menganggap dirinya sendiri seorang cendekiawan. Jadi penerbitlah yang memutuskan apakah sebuah buku diterbitkan atau tidak. Penerbit membacanya dan mengatakan bahwa ia tak mau berresiko mempublikasikanya. Jadi aku katakan padanya bahwa aku bertanggungjawab: jika mereka mulai menyulitkanmu, katakan pada mereka bahwa kamu tersihir kesohoranku, dan bahwa aku menggertakmu. Dalam keadaan semacam ini mereka selalu menghukum sang pengarang, bukan penerbit. Ini kenyataan yang terjadi. Ia katakan pada penguasa bahwa karena perbawaku ia tidak berani menolak naskahku.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Jadi para penulis seperti Anda mengirim isyarat-isyarat, tapi masyarakat di Barat tidak mau percaya alangkah mengerikannya situasi di negara-negara Eropa Timur. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di Albania setiap orang tahu bahwa aku adalah seorang penulis antirezim. Dan faktanya bahwa rezim tidak dapat menghentikanku untuk menebarkan keberanian pada paralain. Ini adalah fungsi fundamental sastra: menyalakan obor moral. Pada tahun 1988 Perancis mengangkatku menjadi anggota kehormatan Institut de France, penghargaan yang sangat besar. Seorang wartawan Perancis mewawancaraiku di radio, menanyaiku dengan blak-blakan jika aku bebas menulis apa yang aku kehendaki. Aku jawab, Tidak, karena kebebasan di negaraku berbeda dari di sini. Apa lagi yang dapat aku katakan? Aku tidak dapat berbicara lebih terbuka melawan rezim. Apa yang aku upaya lakukan adalah memberikan masyarakat suatu asupan khusus – suatu kekayaan budaya yang sebanding dengan masyarakat bebas dunia. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Dapatkah Anda menjelaskan apa yang Anda maksud dengan sastra nyata?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kau memahaminya dengan seketika, secara naluriah. Setiap saat aku menulis buku, aku punya kesan bahwa aku sedang tusukkan belati ke dalam kediktatoran, sementara pada saat yang sama menebarkan keberanian pada masyarakat.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Berdasar apa yang terjadi di Yugoslavia, aku mau bertanya pada Anda mengenai intoleransi. Separuh masyarakat Albania adalah muslim, termasuk keluarga Anda. Apa Anda mendapat pendidikan keagamaan? Adakah bahaya fundamentalisme Islamis di Albania sekarang sebab praktik keagamaan telah bebas?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku tak sepakat. Keluargaku Muslim <i style="mso-bidi-font-style: normal;">KTP</i>, mereka tak mempraktikan. Tak seorangpun di sekelilingku relijius. Disamping itu, aliran Islam Bektashi yang dipraktikan di Albania sangat moderat, bahkan lebih daripada di Bosnia. Jadi aku pikir kita tak perlu khawatir pada soal itu.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Kembali ke sisi professional, bagaimana Anda membagi waktu antara Tirana dan Paris? Dan sehari-hari Anda, dimanapun Anda berada?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku lebih sering di Paris daripada di Tirana karena aku dapat bekerja lebih baik di sini. Di sana terlalu banyak kegaduhan politik, dan terlalu banyak permintaan. Aku diminta menulis pengantar di sini, sebuah artikel di sana . . . Aku tidak punya jawaban untuk semua hal.</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mengenai sehari-hariku: aku menulis dua jam di pagi hari dan berhenti. Aku tidak pernah dapat menulis lebih lama – otakku lelah. Aku menulis di café di pojokan, menghindari gangguan-gangguan. Sisa waktuku untuk membaca, mengunjungi teman-teman, sepanjang sisa hidupku. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apa menulis itu mudah buat Anda atau sulit? Apakah Anda gembira saat menulis, atau cemas?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Menulis selain menggembirakan juga pengalaman tak menggembirakan – suatu hal yang separuh-separuh. Ini hampir seperti kehidupan kedua. Aku menulis dengan mudah, tapi aku selalu takut tidak bagus hasilnya. Kamu perlu sarang humor; kegembiraan dan ketakgembiraan buruk buat sastra. Saat gembira, kamu cenderung menjadi gampangan, sembrono, dan bila tak gembira pandanganmu menjadi gelisah. Pertamakali kamu harus hidup, mengalami hidup, dan kemudian menuliskannya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Anda menulis di mesin tik atau dengan tangan?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku menulis dengan tangan dan istriku dengan baik mengetiknya.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apa Anda banyak menulis ulang?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tak banyak, hanya sedikit penyesuaian, bukan mengubah drastis. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Apa yang pertamakali terpikir – plot, karakter, gagasan?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Tergantung. Tiap buku berbeda. Proses itu misterius, tidak jelas. Bukan karakter-karakter, tapi sebuah gabungan segala hal. Ambil contoh <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Palace of Dreams</i>. Dalam novel sebelumnya, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">The Corner of Shame</i>, ada satu halaman dimana gagasan mengenai kendali-mimpi untuk pertama kali muncul. Kamudian aku pikir ini sayang hanya sebegitu singkat, atau begitu saja. Jadi aku menulis cerita pendek mengenai tema itu, tanpa harapan untuk publikasi. Tapi dua bab dipublikasi dalam sehimpun cerita pendek. Ketika aku merasa penguasa tak memperhatikannya, aku terberanikan dan memperluasnya menjadi sebuah novel. Jadi kamu tahu, asal-usul sebuah buku itu misterius. </span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Mereka yang membaca karyamu dalam bahasa asli, Albania, memuji keindahan prosamu. Apakah gaya adalah suatu kesadaran yang mengasyikan buat anda?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Aku sangat cermat, bahkan diharuskan, mengenai bahasa. Misalnya, aku selalu menulis puisi karena puisi memaksamu untuk berkarya mengenai bahasa. Ada dua jenis kekayaan linguistik: pertama mirip dengan batu-batu mulia – metafora-metafora, tamsil, sedikit penemuan – kedua adalah dalam kesegenapan. Kebahagian besar adalah penggabungan sempurna keduanya, ketika teksnya ditulis dengan indah dan isinya substansial juga. Tapi tidak ada kesadaran pencapaian stilistik dalam diriku.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Hal-hal apa yang menghalangi Anda untuk bekerja? Hemingway bilang telepon adalah pembunuh-kerja terbesar.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Di Tirana tak seorang berani menggunakan telepon kecuali untuk tujuan-tujuan dengan alasan yang sangat kuat telepon dipakai. Tapi seperti aku katakan, aku hanya dua jam menulis dalam sehari, dan ini untuk terisolasi dalam waktu selama itu tak menyulitkan.</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">PEWAWANCARA</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Novel terakhir Anda, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Spiritus</i>, disambut baik di Perancis, dan aku harap segera diterjemah ke bahasa Inggris. Apa Anda mulai menulis novel baru?</span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">KADARE</span></b></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;">Belum. Kenapa terburu-buru? </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%;"> </span></div><div style="mso-element: endnote-list;"><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="edn1" style="mso-element: endnote;"><div class="MsoEndnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ednref1" name="_edn1" style="mso-endnote-id: edn1;" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif";"><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[i]</span></span></span></span></a> Meski sebenarnya Gulag merupakan singkatan yang berarti Administrasi Kamp Utama. Namun istilah tersebut sering dimaknai sebagai tempat untuk tahanan politik, juga mekanisme untuk menindas musuh-musuh politik negara Uni Soviet. </div></div></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-28418768173800075792011-08-03T01:18:00.000-07:002011-08-03T01:30:57.467-07:00Subyek, Abnormalitas, Gaya*<div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Di sebuah jurnal digital, <i>Paralaks</i>, tulisan Gunawan Mohamad (27 Maret 2008), <i>S.T.A., Sebuah Prosa</i> mengutip sebuah paragraf S.Takdir Alisyahbana dalam Kebangkitan Puisi Baru Indonesia. Demikian S. Takdir Alisyahbana menggambarkan kelahiran sebuah puisi: Segala perasaan yang timbul di dalam kalbu berombak dan beralun melalui berjuta-juta jalan yang halus memenuhi seluruh tubuh; sampai kepada bahagian badan yang sekecil-kecilnya menurut terayun dan terbuai dalam ombak dan alun perasaan itu dan amat gaibnya terbayanglah ia ke dunia lahir pada perubahan detikan jantung, pada lekas lambatnya nafas, pada turun naiknya suara dan pada perubahan air muka. Dari paragraf S. Takdir yang disebut Gunawan Mohamad sebagai bergemuruh tersebut segera terbayang hubungan rapat tak tercerai serupa dua sisi mata uang antara puisi dan penyairnya. Puisi merupakan suatu ekspresi langsung jiwa sang penyair. Namun, Gunawan Mohamad rupanya keberatan dengan penggambaran asal-usul yang poetik tersebut.</span><span style="font-size: small;"> Melalui Julia Kristeva, Gunawan Mohamad menyatakan, “Kini kita tahu, transparansi (atau keselarasan) semacam itu sebenarnya tak terjadi”. Sebab, menurut Gunawan, antara gejala yang terjadi dalam tubuh dan bahasa yang dihasilkan (ditulis), atau dari semiotik menuju simbolis, seharusnya ada penapis. Jika memahami proses semiotik menjadi simbolis menurut Julia Kristeva, jelaslah apa yang dimaksud penapis ini adalah rasionalisasi untuk membangun sintaksis yang logis. Proses semiotik menuju simbolis ini, rasionalisasi, bagi Kristeva merupakan suatu “pendewasaan” yang dibentuk dengan paksaan oleh norma-norma semacam identifikasi jenis kelamin, pemisahan umum dan pribadi dan sebagainya. Namun, bahasa tak benar-benar menghapus seluruh akar semiotiknya dan penyair menggemaulangkan masa pra-oedipus itu dengan mengangkat yang tak sadar tersebut. Dengan cara ini Kristeva memisahkan dan sekaligus menghubungkan antara yang “normal” dan yang “poetik”. Bahwa bahasa puisi yang diperoleh dengan membangkitkan yang tak sadar akan selalu bersifat laten. Merongrong dan mengacaukan tatanan bahasa yang rasional, mapan, dan otoriter. </span><br />
<a name='more'></a></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Pernyataan S. Takdir tersebut pertama-tama mesti dipahami sebagai upaya S. Takdir mempertentangkan posisi dan watak Puisi Baru terhadap Puisi Lama. Demi upayanya memunculkan subyek individu (modernitas) dalam Puisi Baru, S. Takdir menolak sama sekali karakter-karakter dan bentuk-bentuk formal Puisi Lama. Bentuk-bentuk gurindam dan pantun melambangkan kehadiran masa silam, bentuk-bentuk yang dibekukan oleh tradisi, mati sebagai cetakan-cetakan atau formula-formula yang membuat sastrawan belaka sebagai mesin pabrik. S. Takdir menghendaki individualisme mencahayai Puisi Baru dengan otentitas. Dengan begitu kehadiran puisi adalah kehadiran subyek, kehadiran gaya poetik adalah kehadiran sukma dan pikiran penyair.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Namun, tak sejak mula gaya sastra dianggap sebagai cerminan dari jiwa pengarangnya. Plato dan Aristoteles menyatakan gaya – <i>lexis</i> – sebagai komponen ujaran yang dimanipulasi. Dengan begitu kemampuan seni berbahasa atau retorik bergantung pada pelatihan dan ketrampilan. Gaya merupakan suatu ornamen atau dekorasi bahasa. Gaya sastra tak lebih sebagai baju untuk melindungi makna di baliknya, ornamen luar yang secara tekhnis merupakan kombinasi dari pilihan kata-kata semakna. Dengan begitu gaya bernilai netral.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Gaya sastra muncul sebagai representasi subyek atau pengarang pada abad sembilan belas. Sebagai baju, gaya bukan lagi berfungsi untuk melindungi makna di baliknya. Namun, kini ia adalah seibarat baju basah yang melekati badan dan menunjukan lekuk-lekuk bentuk tubuh. Topeng adalah wajah itu sendiri, kata Susan Sontag. Kemunculan gaya sebagai cerminan subyektifitas pada abad sembilan belas bersamaan dengan munculnya gay sebagai spesies tersendiri dengan orientasi seksual kelamin sejenis. Michel Foucault dalam <i>The History of Sexuality</i> memaparkan praktik seksual sodomi telah berlangsung sepanjang sejarah umat manusia namun ia baru muncul sebagai gaya hidup pada abad sembilan belas. Kemunculan gaya sastra yang eksperimental dan mencerminkan subyektifitas pengarang berkait erat dengan kemunculan gay atau homoseksual sebagai gaya hidup tersendiri. Jika mengikuti Freud kita akan mendapati bahwa <i>abnormal tongues</i> atau gaya eksperimental yang obskur dan dipenuhi oleh metafor-metafor personal merupakan ekspresi pemberontakan terhadap represi nilai-nilai normal masyarakat. Gaya eksperimental mengungkapkan suatu perlawanan terhadap sistem masyarakat normal, seperti seks yang dirumahtanggakan dan pendeskriditan perilaku-perilaku menyimpang – gaya seks lain – dengan menyebutnya abnormal atau tak waras. Pada titik ini pernyataan Julia Kristeva bahwa munculnya bahasa poetik (tak normal) mengantisipasi gerakan revolusioner dalam tatanan masyarakat menemui konteksnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Suatu karya seni pada prinsipnya dapat direproduksi, begitu kata Walter Benjamin dalam <i>The Work of Art in The Age of Mechanical Reproduction</i>. Patung-patung dapat direproduksi secara masal melalui teknik cetak lilin, lukisan-lukisan direproduksi melalui tekhnik foto. Namun, bukan hanya secara material karya seni dapat direproduksi. Gaya atau style juga dapat direproduksi melalui duplikasi tekhnik stilistiknya. Benjamin menyatakan bahwa reproduksi telah mengosongkan karya seni dari aura atau kekeramatan. Jika pada tahun 1936, menurut Benjamin, tekhnik reproduksi menceraikan karya seni dari basis spiritual di awal kelahiran seni. Di masa sekarang reproduksi gaya telah mengosongkan gaya dari subyektifitas. Fredric Jameson menyatakan pengarang-pengarang dan seniman-seniman hari ini tak lagi menemukan gaya dan dunia baru. Mereka seudah ditemukan, yang tersisa hanyalah merakit kombinasi-kombinasi yang terbatas. Reproduksi tekhnik stilistik bentuk-bentuk eksperimental pada akhirnya menormalisasi (menetralkan) abnormalitas subyek pengarang. Gaya tak lagi mencerminkan otentisitas subyektif pengarang. Gaya kembali menjadi ornamen dekoratif dari isi, kembali menjadi <i>lexis</i>. Wajah telah dilepaskan dari topeng. Subyek telah dibunuh. Seperti maklumat Roland Barthes, pengarang telah mati. Gaya atau yang poetik hanyalah perangkat bagi pesan pemaknaan hal-hal, bukan makna itu sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Pudarnya ideologi representasi bukan saja menuntun kita pada jurang kehampaan. Namun membuka suatu hamparan kekhalayakan: dari abu kematian tubuh individu borjuis lahirlah khalayak ramai. Kematian bukanlah akhir, ia semacam batu tapal permulaan babak duplikasi besar-besaran perilaku hedonis borjuis. Sosok-sosok anggun, berkuasa, kharismatis, pendeknya individu otentik boleh berakhir, namun perburuan kenikmatan terus berbiak. Pengumbaran hasrat tubuh yang pada masa lalu merupakan lirisme subversif, pada hari ini menjadi hal yang encer dan dangkal. Abnormalitas bukan lagi suatu hal yang diperjuangkan. Abnormalitas telah dinormalkan melalui reproduksi bentuknya: alangkah Toni Blank Show ditonton tanpa risih. Tidak seperti pada masa jaya individu borjuis ketika abnormalitas merepresentasikan dirinya sendiri sebagai ungkapan perlawanan terhadap yang normal dan sampai ke khalayak sebagai hal mengganggu. Hari ini celoteh dan gaya skizofernia Toni Blank menjadi tontonan hiburan. Ia tidak merepresentasikan dirinya sendiri sebagai subyek yang direpresif. Sebaliknya lebih melayani hasrat khalayak untuk melihat yang aneh; khalayak menikmati tubuh depresif yang telah dijinakan, demi memuaskan hasrat kekerasan yang tersembunyi. Toni Blank Show merupakan contoh bagus dari normalisasi abnormalitas. Toni Blank merepresentasikan bagaimana, seperti dikatakan Slavoj Žižek, menyamar dengan mengenakan selubung yang “asli”. Toni Blank Show merupakan bentuk pastiche yang nyaris sempurna; yang asli menirukan keasliannya sendiri.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Abnormalitas tidak absen pada masa sekarang. Abnormalitas sebagai “spirit” yang menampakan diri pada gaya atau style (sastra/seni), sebagai otentisitas individu yang dilandasi oleh persepsi diri dan pandangan mengenai dunia yang khas barangkali telah pudar atau mungkin malah <i>laip</i>. Bersama surutnya masa jaya individu borjuis, sekelompok kaum istimewa, ekspresi material abnormalitas – bentuk estetik / gaya – belaka selongsong. Abnormalitas telah menjadi tiruan gaya abnormalitas yang dirakit dari kombinasi-kombinasi terbatas yang telah tersedia. Ini adalah momen kemunculan pastiche. Menurut Fredric Jameson, dalam <i>Postmodernism and Consumer Society,</i> saat ini adalah momen munculnya tiruan dari yang aneh atau gaya khas, penggunaan suatu topeng stilistik, ujaran dalam suatu bahasa mati:</span><span style="font-size: small;"> </span><span style="font-size: small; line-height: 115%;">tapi ini adalah praktik netral atau semacam mimikri, tanpa motif tersembunyi parodi, tanpa rangsang satiris, tanpa tawa, tanpa menyisa perasaan laten bahwa ada suatu yang <i>normal </i>yang dibandingkan dengan apa yang sedang ditirukan adalah komik. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Gaya-gaya abnormalitas hari ini bukanlah gaya-gaya abnormalitas pada masa jaya modernisme klasik yang berifat skandal, menantang, mengejutkan secara seksual. Menyerang kehidupan kelas menengah yang mapan dengan kasar, menghina selera baik, adab kesopanan dan pikiran sehat. Karya-karya James Joyce, Samuel Beckett yang pada masanya begitu memuakkan dan membingungkan sekarang telah dinormalkan, direproduksi dan menjadi klasik. Bahkan bentuk yang dianggap paling kasar dan penuh serangan pada masa sezaman kini, seperti punk rock, telah diterima secara luas dan berhasil secara komersial. Di sinilah kita menjadi maklum kenapa novel <i>Saman</i> dan <i>Larung</i> yang membeberkan penyimpangan-penyimpangan seksual atau perilaku abnormal secara blak-blakan berhasil memperoleh sukses komersial, setidaknya reputasi baik. Pada akhirnya bentuk-bentuk atau gaya-gaya abnormal yang kosong representasi subyektif itu menjadi majal daya revolusifnya. </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Kembali lagi ke STA di atas; kini kita tahu kenapa semangat individualistis yang digembar-gemborkan S. Takdir dengan kata-kata yang berbaris menderap menyerbu untuk menghancurkan bentuk-bentuk puisi lama tak kunjung melahirkan puisi baru yang secara radikal berbeda dari pantun, gurindam atau seloka. Pilihan kata atau diksi yang digunakan untuk membangun bahasa puisi pun begitu kuat menghujamkan dirinya pada bahasa puisi yang berbunga-bunga – walaupun sebagian besar karya puisi baru (Pujangga Baru) tak lagi menggunakan majas yang berlapis seperti pada pantun. Sebab subyek yang semayam dalam karya-karya Pujangga Baru adalah subyek yang terkendali, subyek yang hendak rasional. Gaya yang digunakan dalam puisi-puisi S. Takdir semirip praktik retorika dimana gaya estetik belaka baju bagi isinya. Gaya poetik yang tidak lahir dari suatu subyek yang digelorkan hasrat tubuh yang hendak menghisap tandas nikmat badani. Namun, subyek yang mau merengkuh rasionalisme modern, subyek pembangunan. Semangat yang menggelorakan S. Takdir adalah adalah semangat zaman baru, modernisme, yang berada di luar tubuh. Berbeda dengan subyek pada puisi-puisi Chairil Anwar yang liar, bohemian, penuh hasrat untuk mereguk tandas-tandas nikmat badani (seks). Oleh karenanya bahasa poetik Chairil Anwar berbeda sangat tegas dengan Pujangga Baru. Puisi-puisinya bersifat ofensif terhadap tatanan masyarakat pada masa itu; melabrak nilai agama, kepatutan seksualitas, melanggar konvensi sastrawi yang berlaku, juga menyimpan kekecewaan yang mendalam pada peri kehidupan khalayak banyak. Pendeknya revolusioner.</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">Namun, kita hidup berbeda zaman dengan Chairil, hari ini subyek telah dikosongkan, abnormalitas telah dinormalisasi, dan gerakan revolusioner seperti suatu hal yang mustahil. Benarkah mustahil? </span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"></div><div align="center" class="MsoNormal" style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: small; line-height: 115%;">* * *</span></div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: left;"><span style="font-size: 12pt; line-height: 115%;">*<span style="font-size: x-small;">Pernah dimuat di majalah Tegal Boto. Dimuat kembali di sini tanpa dua paragraf awal.</span> </span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-11992949657512812872011-08-01T00:18:00.000-07:002011-08-01T00:18:40.849-07:00Tiga Puisi Dwi Pranoto dari "Hantu, Api, Butiran Abu"<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/-q99bU0Kjpzc/TjZRQpggCiI/AAAAAAAAADc/B2SJxhxgwps/s1600/buku+puisi+dwi+pranoto+viks.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="270" src="http://2.bp.blogspot.com/-q99bU0Kjpzc/TjZRQpggCiI/AAAAAAAAADc/B2SJxhxgwps/s400/buku+puisi+dwi+pranoto+viks.jpg" width="400" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 16.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;"> <span style="font-size: small;">Don Quisot dalam Kamar Mandi (hal.4), Di Tepian Kali 1 (hal.29), Waktu dan Impian (hal.58)</span></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><b><span style="font-family: Consolas; font-size: 16pt;"><br />
</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><b><span style="font-family: Consolas; font-size: 16pt;">Don Quisot dalam Kamar Mandi</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Lokomotif itu meluncur sendirian dalam kamar mandi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Stasiunnya adalah kecemasan</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Siapapun akan dicekamkan,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Dijerat tanpa perlindungan;</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Kamar mandi tak pernah beri ampun,</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Sesuatu yang terlepas dibisikan lagi </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Dengan nyanyian tragedi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Sayap-sayap merontokkan bulu-bulunya</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Keyakinan terbuat dari kaca</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Kamar mandi adalah sarang influenza</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-tab-count: 4;"> </span>Penuh mata dan mulut kloset yang mengancam</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Taring-taring muncul dari bak mandi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Siap menghujam nadi</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">Dan perisai mengkhianat</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: Consolas; mso-bidi-font-family: Arial;">: dua puluh menit Don Quisot menginsyafi diri</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;"><br />
</div><br />
<br />
<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal"><b><span style="font-family: Consolas; font-size: 16.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Di Tepian Kali 1</span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Lempang jalan</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Lengang batu-batu</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Tajami desir air</span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span style="font-family: Consolas; font-size: 16.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Waktu dan Impian</span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">Pertama-tama manusia menjinakkan waktu, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">mengurungnya ke dalam almanak, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">mencencangnya dengan jarum, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">tapi itu tak cukup, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">dengan cahaya ia membekukannya, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">menggunting-gunting lalu merakitnya menjadi kenyataan lain, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">kenyataan lain yang diimpikan, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">manusia meletakan mimpi ke dalamnya, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">mimpinya sendiri, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">seluruhnya ditandas, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">hingga tak lagi ada untuk sendirinya, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">lalu manusia hijrah ke dalam kenyataan lain yang diciptakannya itu, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">agar dapat kembali merasakan lain mimpi, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">mimpi tentang kenyataan yang ditinggalkannya, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">mimpi tentang dunia, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">hasrat dunia, </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 11.0pt; mso-bidi-font-family: Arial;">dunia yang diimpikan dari dalam impian dunia. </span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-10675373977518738322011-06-13T06:22:00.000-07:002011-06-13T06:22:36.826-07:00Dua Puisi Jorge Luis Borges <span style="font-size: small;">Dua puisi Borges berikut diterjemah oleh Dwi Pranoto dari terjemahan bahasa Inggris <i>The Art of Poetry</i> dan <i>Elegy</i> oleh Anthony Kerrigan </span><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/-FbAGB2Q6E1s/TfYLqMFvDiI/AAAAAAAAADU/mMxzW95BOrI/s1600/borges1.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://1.bp.blogspot.com/-FbAGB2Q6E1s/TfYLqMFvDiI/AAAAAAAAADU/mMxzW95BOrI/s200/borges1.jpg" width="163" /></a><b><span style="font-size: large;">Seni Puisi</span></b></div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Menatap pada sebatang sungai pembuat waktu dan air</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">dan mengingat waktu sebagai lain sungai</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">tahu kita mengalir seperti sungai</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">dan wajah-wajah kita sirna ibarat air</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Merasa jaga juga lain mimpi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">mimpi-mimpi yang bukan impian dan maut</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">yang kita ngerikan dalam tulang-tulang kita adalah maut</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">yang setiap malam kita sebut suatu mimpi<br />
<a name='more'></a></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Melihat sebuah lambang dalam tiap hari dan tahun</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">segenap hari manusia dan tahun-tahunnya,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">dan mengubah kebiadaban tahun-tahun</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">menjadi sebentuk musik, seberkas suara dan sebuah lambang</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Melihat mimpi dalam maut, di dalam senja</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">suatu duka keemasan - semacam puisi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">sahaja dan tak bisa mati, puisi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">kembali seperti subuh dan maghrib</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Kadangkala pada senja ada seraut wajah</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">yang menatap kita dari kedalaman sebentuk cermin</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">seni mesti jadi semacam cermin</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">menyingkap pada setiap kita ia punya wajah</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Mereka sebut Ulysses, letih oleh keajaiban-keajaiban,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">tersapu bersama cinta pada penglihatan Ithaca,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">sahaja dan hijau. Seni adalah Ithaca,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">suatu kebakaan hijau, bukan keajaiban-keajaiban</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">Seni adalah tak berakhir seperti aliran sebatang sungai,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">mengalir, meski menyisa, sebentuk cermin yang sama</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">kebersalinan Heraclitus, yang sama</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif; text-align: center;">pun meski lain, seperti aliran sungai</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><b><span style="font-size: large;">Elegi</span></b></div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Oh takdir Borges</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk nempuh mengarung ragam lautan-lautan dunia</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">atau nempuh ragam nama-nama lautan kesendirian dan kesepian,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk jadi bagian Edinburgh, Zurich, dua Cordoba,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Colombia dan Texas,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk kembali pada penghabisan persalinan generasi-generasi</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">pada tanah-tanah kuno nenek moyang</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">pada Andalusia, pada Portugal, dan pada daerah-daerah </div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dimana kaum Saxon bertempur dengan kaum Dane dan mencampur darah mereka,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk kembara nembus merah dan labirin senyap kota London</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk tumbuh tua di dalam begitu banyak cermin,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk mencari sia-sia tatapan kelereng arca-arca,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><a href="http://3.bp.blogspot.com/-wkQL5rWPCUA/TfYMPaEPfeI/AAAAAAAAADY/EqIs4OZYQBE/s1600/Borges2.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://3.bp.blogspot.com/-wkQL5rWPCUA/TfYMPaEPfeI/AAAAAAAAADY/EqIs4OZYQBE/s200/Borges2.jpg" width="160" /></a>untuk meneliti litograf-litograf, ensiklopedia-ensiklopedia, atlas-atlas,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk mencari suatu hal yang manusia lihat,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">maut, rayapan subuh, rintihan,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">dan bintang-bintang nikmat,</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">untuk melihat tak suatu apa, atau tak suatu apa nyaris</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">kecuali wajah seorang gadis dari Buenos Aires</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">seraut wajah yang tak ingin kau ingatnya.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">Oh takdir Borges</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;">mungkin tak seganjil milikmu.</div><div style="font-family: Georgia,"Times New Roman",serif;"><br />
</div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-10706653896098864582011-05-22T21:06:00.000-07:002011-05-22T21:06:30.910-07:00Surat dari Jember: Apakah Ia Sedang Menyusun Biografi Baru, Afrizal?<!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:TrackMoves/> <w:TrackFormatting/> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:DoNotPromoteQF/> <w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther> <w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> <w:SplitPgBreakAndParaMark/> <w:DontVertAlignCellWithSp/> <w:DontBreakConstrainedForcedTables/> <w:DontVertAlignInTxbx/> <w:Word11KerningPairs/> <w:CachedColBalance/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathPr> <m:mathFont m:val="Cambria Math"/> <m:brkBin m:val="before"/> <m:brkBinSub m:val="--"/> <m:smallFrac m:val="off"/> <m:dispDef/> <m:lMargin m:val="0"/> <m:rMargin m:val="0"/> <m:defJc m:val="centerGroup"/> <m:wrapIndent m:val="1440"/> <m:intLim m:val="subSup"/> <m:naryLim m:val="undOvr"/> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267"> <w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/> <w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]> <style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style> <![endif]--> <div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Kini ia telah menjadi ingatan yang tak mungkin sepenuhnya teringat: di tempat percakapan yang setengah malu-malu untuk memenuhi dirinya dengan asap rokok itu suara yang keluar dari mulutnya jelas sekali mengisyaratkan kalau telah terlatih atau terbiasa mengatasi kegentingan di penjelang khalayak. Ia bergerak rileks; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">slow motion</i> nyaris. Tapi tubuh kurus yang terbalut jaket putih yang sesekali dibukanya memberi kesan tak sanggup menutupi bocornya kecemasan. Ia duga, mungkin juga berkeras pastikan, sudah tidak ada lagi yang bisa diyakini kini. Lembaga-lembaga (sosial) begitu berbahaya dan buas. Sebagaimana kota yang dengan agresif telah direbut oleh spanduk-spanduk dan baliho-baliho reklame, tubuh telah ditundukkan oleh kata-kata<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dimana ideologi mengeram di dalamnya sebagai lembaga-lembaga yang menyusun identitas untuk dirinya melalui luka-luka yang ditakiknya. Seperti kota yang mengasingkan, ia tak lagi mengenali dirinya. Sebagaimana Borges dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Borges dan Aku</i>, sebagian dirinya terperangkap dalam buku-buku. Borges menggambarkan hubungan antara Borges dan Borges di dalam buku begini; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Aku suka jam pasir, peta-peta, tipografi abad sembilan belas, rasa kopi dan prosa Stevenson; ia berbagi kesenangan-kesenangan ini, namun dengan suatu cara yang percuma<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mengubahnya menjadi atribut-atribut seorang aktor.</i> Dalam semacam pengantar buku mengenai teater yang ia tulis ia berkata kalau penulisnya sudah ‘mati’. Namun frasa-frasa yang menghambur dari mulutnya petang itu, tentang tubuh yang diagresi dan menjadi medan pertempuran kekuasaan dari luar, membawa kembali semua persoalan dalam puisi-puisi yang pernah ditulisnya, tentu dengan keberanian lain. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;"><span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Ia, bagaimanapun harus dibayangkan terpisah dari tubuhnya, menggigil di suatu tempat sambil menatap tubuh luka keranjangnya. Namun perih berabad itu ternyata juga memeras kuyup ketakutannya sampai <i style="mso-bidi-font-style: normal;">temali</i>. Saat itulah ia tahu harus merebut kembali tubuhnya. Menelentangkan tubuh di atas meja operasi untuk,menginvestigasi masa lalu. Menyembuhkan luka-luka seperti sefrasa kalimat surat yang ditulis Rosa ketika duduk di kursi kereta api yang berlari dalam sebuah film mengenai tentara yang menyerbu lembaga pendidikan dan memporak-poradakan tradisinya; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Siapa yang mengajari ibu untuk mengusap air mata?</i> Tidak ada cara lain kecuali menghapus narasi-narasi besar, mengusir kampung halaman dari tubuh. Namun, sepi rupanya bukan sesuatu yang bisa sungguh-sungguh ditanggungkan. Sebagaimana Helene Cixous, ia lantas menyusun biografi baru dari suara tubuhnya yang didengar; suara gemeretak tulang, suara pori-pori kulit yang membesar saat hari panas dan mengerut ketika hari dingin, desir darah dalam pembuluh dan teriakan-teriakan tubuh yang barangkali hanya bisa tertangkap orang lain saat mereka menatap mayat. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tidak ada lagi ibu dan bapak di dalamnya, mereka mati bersama kampung halaman yang terusir. Masturbasi sungguh merupakan aktivitas seksual paling simbolik dalam kondisi ini (tapi hasrat yang muncul tiba-tiba di tengah kerja kepengarangannya, mungkin tak mudah dikenali sebagai seks, oleh sebab itu ia katakan masturbasi tak ada hubungannya dengan seks). Karena masturbasi murni imajiner. Tidak ada obyek pengganti cinta pertama di situ, puting susu ibu; tak juga manifestasi cemburu tehadap bapak; seolah penindasan atas hasrat inses itu menghadapi jalan buntu untuk menemui obyek pengganti. Belaka ia dan tubuhnya; permainan orgy kesendirian.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Ataukan ini suatu tanda penyerahan total? Keputusasaan yang membawanya pada masa kini abadi; menghapus sekuen waktu. Karena sejarah ia bayangkan telah ditikam berkali hingga benar-benar mati oleh percepatan, perubahan mutlak. Tidak ada tubuh yang membusuk dimanapun namun bau bangkai berpusar sengit meruapi kilau lestari dunia yang nirwaktu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Jika benar sudah tak ada lagi yang layak atau mampu diperjuangkan mestinya ia mati, memilih terbakar habis daripada padam perlahan seperti Kurt. Atau setidaknya seperti Lenin yang meminta racun sebab tahu tubuhnya tak lagi berguna. Tapi rupanya ia lebih membayangkan diri sebagai Mishima yang tak hendak menjadi Mishima yang menuntaskan tandas-tandas biografi samurainya dalam <i style="mso-bidi-font-style: normal;">seppuku </i>setelah roda modernitas menggilas dan membusukkannya. Atau barangkali ia mau menjadi orang muda teruna dalam imajinasi Borges di umur delapan puluh lima tahun; <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Jika aku dapat hidup lagi – aku akan coba kerja telanjang kaki pada permulaan musim semi hingga penghabisan musim rontok</i>. Tak hanya kerja telanjang kaki, ia kerja telanjang bulat. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Ia ingin merasuki tubuhnya atau ia merasuki tubuhnya, membentuk subyektifitas murni yang sungguh-sungguh material. Hei, bukankah otentisitas pribadi ini cita-cita modernitas, jika tak semulai awalnya setidaknya tahun 60-an telah membekaskan jejak yang kuat dan dalam; alangkah perlawanan-perlawanan sengit seni garda depan masa itu terhadap modernisme klasik beserta lembaga-lembaga sosial mapan telah melahirkan karya-karya yang kurang ajar, penuh skandal. Bersama itu kegemparan teriakan manifesto-manifesto anti seni atau kematian seni, permusuhan terhadap lembaga-lembaga dan selera umum dan kutukan-kutukan anti perang terdengar. Seni bergegas meninggalkan keindahan yang telah menghuni pasar guna menuju sublimitas, menuju dunia dalam pandangan individu; menuju keunikan-keunikan pribadi; gaya seibarat baju basah yang menunjukan lekuk tubuh. Pembayangan masa depan pada masa itu adalah ancaman <i style="mso-bidi-font-style: normal;">keruntuhan menara Babel</i> yang bakal mengasingkan individu sebagai pulau-pulau bahasa yang terpisah. Namun, setengah abad kemudian, jika tahun 60-an kita jadikan tapal awal, kita masih bisa saling bercakap. Bahasa tak pernah menjadi sangat pribadi hingga membuat relasi komunikasi menjadi mustahil tanpa kamus. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Hari ini, ketika pasca modern menggulung semua permukaan bumi – di pelosok-pelosok terpencil pasca modern muncul sebagai imaji-imaji bersama televisi dan telepon seluler – tahun 60-an masih menaungkan bayangannya . Tapi tanpa kegemparan lagi, tekhnologi reproduksi telah menjinakkan dan komodifikasi telah memindahkannya ke pasar. Ada yang dilucuti dalam reproduksi dan komodofikasi itu; politik! Boleh dikatakan pasca modern adalah modernisme 60-an tanpa politik. Sebagaimana ia lebih memilih menggunakan kata ‘pertemuan’ daripada ‘negosiasi’ untuk menyifati dialog dalam relasi komunikasi. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">Masih gerimis ketika ia memasuki mobil setelah sedikit menyisakan kopi di cangkir. Ah, kepala yang gersang itu membuat lehernya tampak lebih jenjang dari yang seharusnya. Berboncengan aku pulang ke rumah. Di sepanjang jalan yang membuat kami basah, bahkan sampai saat surat ini aku ketik, masih aku mengira ia pasti sulit memahami tanggapanku yang membingungkan dalam forum penuh asap rokok itu. Masih terngiang seloroh yang ia katakan menjelang aku menuntaskan tanggapanku, ‘Pidato’. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span><span style="mso-spacerun: yes;"> </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: center;"><span style="font-family: Consolas; font-size: 12.0pt; line-height: 150%; mso-bidi-font-family: Arial;">* * * * *</span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-72595535192666443122011-03-21T04:46:00.000-07:002011-03-21T04:50:51.172-07:00Tanda di Dinding<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh6.googleusercontent.com/-QiuysRhktYI/TYc42W-RH7I/AAAAAAAAADQ/6L05LqpO920/s1600/Virginia.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://lh6.googleusercontent.com/-QiuysRhktYI/TYc42W-RH7I/AAAAAAAAADQ/6L05LqpO920/s1600/Virginia.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif";"> <span style="font-size: large;">Diterjemahkan dari <i>The Mark on The Wall</i>, <i>The Complete Shorter Fiction of Virgina Woolf</i>, Susan Dick (ed.), Harcourt Brace Jovanovich, Publishers, Orlando, 1985 </span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Tanda di dinding itu mungkin aku lihat dan perhatikan pada pertengahan Januari tahun ini. Menentukan tanggal pastinya adalah penting untuk mengingat apa yang kuperhatikan. Sekarang aku membayangkan api; cahaya kuning terang di atas halaman bukuku; tiga bunga matahari terbingkai pigura bundar tergantung di dinding perapian. Ya, pada musim gugur, dan kami baru saja selesai minum teh. Aku ingat, aku sedang merokok ketika aku perhatikan tanda di dinding untuk pertama kalinya. Aku memperhatikannya lewat tabir asap rokokku dan mataku terpaku pada bara batubara sebentar, lalu fantasi kuno tentang bendera merah yang berkibar di menara kastil masuk dalam pikiranku, dan aku membayangkan arak-arakan kesatria merah menyisir tepian batu karang hitam. Agaknya bentuk tanda itu menyela fantasiku, fantasi kuno, fantasi otomatis, mungkin berasal dari masa kanak-kanak. Tanda itu berbentuk bundaran kecil, menghitam di permukaan dinding putih, kira-kira enam atau tujuh inci di atas tungku perapian.<a name='more'></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Alangkah sigapnya pikiranku menggerumuti sebuah obyek baru, mengangkatnya dengan hati-hati, seperti semut-semut membawa potongan jerami dengan susah payah, kemudian meninggalkannya . . . . Jika tanda itu bekas paku, hal itu bukan untuk menggantung gambar, mestinya untuk sebuah miniatur seorang gadis berambut keriting perak, pipinya berbedak, dan bibirnya seperti anyelir merah. Arah yang menyesatkan, orang-orang yang memiliki rumah ini sebelum kami telah memilih gambar semacam ini – sebuah gambar kuno untuk rumah kuno. Mereka adalah orang-orang istimewa – orang-orang yang menarik, dan aku sering memikirkannya, di sebuah tempat yang aneh, karena seseorang tak akan pernah menjumpainya lagi, tak pernah tahu apa kejadian yang berikutnya. Mereka harus meninggalkan rumah ini karena mereka ingin mengubah gaya perabotannya, begitulah dikatakannya, dan ia kemukakan alasan semacam itu disertai pandangan seninya yang kami tidak bisa memahaminya, seperti seseorang yang berjarak dari gadis tua di dekatnya yang menuang teh, sekisar jarak darinya seorang laki-laki muda sedang memukul bola tenis di kebun belakang sebuah bungalow di pinggiran kota yang gaduhnya seperti suara kereta api sedang melintas. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Tapi tanda itu, aku tidak yakin mengenainya; aku tidak yakin dibekaskan paku untuk kegunaan apa pun; terlalu besar dan terlalu bundar. Aku bisa saja bangkit, tapi jika akau bangkit dan memperhatikannya dari dekat, lebih dari sepuluh kali aku akan tidak dapat mengatakannya untuk apa; karena sekali suatu hal dibuat dibuat, tidak seorang pun pernah tahu kejadiannya. Oh! malangnya aku, hidup yang misterius! Ketidaktepatan pikiran! Kemanusiawian yang dungu! Untuk memperlihatkan alangkah kecil kendali yang kita punya – apalagi kejadian dalam kehidupan setelah peradaban kita – belaka membiar kita menghitung serba sedikit sesuatu yang lolos di masa hidup kita, permulaan, selalu nampak sebagai kehilangan yang sangat misterius – alangkah kucing akan selalu mengerip, alangkah tikus akan selalu mengutil – Tiga kotak biru pucat peralatan menjilid buku? Lalu ada sangkar burung, simpai besi, sepasang sepatu luncur baja, lori batubara Ratu Anne, papan-papan yang tak berguna, piano pedal – semuanya lenyap, juga permata. Batu kecubung dan berlian-berlian berserak di dekat akar lobak. Alangkah sehimpun kulit kejadian yang teryakini! Mengagumkannya aku menyembunyikan gaun di belakang punggungku, aku duduk dikelilingi perabot kokoh pada momen ini. Mengapa jika seseorang ingin membandingkan hidup dengan setiap hal harus menyamakannya dengan tiupan lima puluh mil per jam yang melintasi rel bawah tanah – berakhir di perhentian yang lain tanpa arnal di rambutnya! Terhempas di bawah kaki Tuhan yang telanjang bulat! Kepala terguling di atas roda-roda besi di padang bunga bakung seperti bungkusan bersampul coklat yang dilemparkan ke kantor pos! Dengan rambut melayang ke belakang seperti ekor kuda pacu. Ya, nampaknya ekspresi hidup melenyap, kebakaan merana dan rusak; segalanya sangat kebetulan, segala sangat kebetulan . . . .</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Tapi sesudah hidup. Ditarik perlahan ke bawah oleh tangkai-tangkai hijau yang tebal dalam jambangan bunga, seperti pertumbuhan, dibanjiri warna ungu dan merah terang. Mengapa, setelah segalanya, seseorang tidak dilahirkan di sana seperti seseorang lahir di sini, tak berdaya, membisu, tak mampu pusatkan pandangannya, meraba-raba akar rumput, pada jeriji kaki para raksasa? Seolah mengatakan yang mana pohon-pohon , dan yang mana laki-laki dan perempuan, atau adakah yang semacam itu, bahwa seseorang tak perlu melakukannya pada usia lima puluh tahun. Tidak akan jadi apa-apa, tapi ruang yang terang dan gelap, dipotong oleh tangkai-tangkai tebal dan agak jenjang barangkali, mawar menyemburkan warna yang kacau – merah muda kabur dan biru – yang akan, seperti lalu waktu, menjadi lebih terbatas, menjadi – aku tidak tahu apa . . .</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Dan sebelumnya tanda di dinding itu tidak bundar sama sekali. Hal itu mungkin disebabkan oleh benda hitam kecil, seperti daun bunga mawar kecil yang menempel dari musim panas, dan aku bukanlah pemilik rumah yang sangat cermat – lihat debu pada rak di atas perapian, sebagai misal, debu tersebut, mereka katakan, mengubur orang-orang Troya lebih dari tiga kali, hanya fragmen jambangan-jambangan yang gagal dibinasakan, seperti yang dapat dipercayai seseorang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-size: large;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="color: black; font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Pohon di luar mengetuk</span><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">-ngetuk dengan keras kaca jendela . . . Aku ingin berpikir dengan tenang, perlahan-lahan, menyeluruh, tidak disela, tak perlu bangkit dari kursiku, menggelincir dengan mudah dari satu ke lain hal, tanpa permusuhan, atau menghalangi. Aku ingin tenggelam lebih dalam dan lebih dalam lagi, jauh dari permukaan, dengan menceraikan fakta yang menyulitkan. Menenangkan diri sendiri, membiarkan diriku menangkap gagasan pertama yang melintas. . . Shakespeare . . . Baiklah, ia akan bekerja sebaik yang lain. Seorang laki-laki yang mendudukan dirinya dengan teguh di atas kursi berlengan, dan menatap pada api, lalu – sebuah pertunjukan gagasan keabadian yang jatuh dari ketinggian Surga ke dalam pikirannya. Ia meletakan dahi di atas tangannya, dan orang-orang, melihat dari pintu yang terbuka – untuk bagian yang ini disarankan mengambil tempat di suatu sore musim panas – Tapi alangkah dungunya hal ini, fiksi sejarah ini! Hal <span style="color: black;">tersebut sama sekali tak menarik buatku. Aku harap aku dapat mengahajar lintasan pikiran yang biasa, sebuah lintasan yang secara langsung merefleksikan kredit atas diriku sendiri, dan sangat teratur masuk ke dalam pikiran orang yang rendah hati – orang-orang berwarna, yang mempunyai keyakinan asli, dan tidak suka mendengar doa mereka sendiri. Mereka tidak</span> berdoa untuk dirinya sendiri secara langsung; inilah keindahan mereka; mereka khayalkan seperti ini:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">“Lalu aku masuk ke dalam ruangan. Mereka sedang mendiskusikan pertanian. Aku mengatakan bagaimana kalau aku telah melihat sebuah bunga yang tumbuh di segumpal debu di sebuah lapangan rumah tua di Kingsway. Benih itu, aku katakan, mestinya telah disemaikan pada pemerintahan Charles Pertama. Bunga apa yang tumbuh pada pemerintahan Charles pertama? “ Tanyaku – (tapi lupa jawabannya). Bunga-bunga jenjang dengan tangkai ungu barangkali. Lalu hal itu berlalu. Sepanjang waktu kubungkus sosokku sendiri dalam pikiranku, menyenangkan, tanpa menjadi terbuka, tidak dengan terbuka memujanya, jika aku melakukannya aku akan menangkap diriku sendiri di luar, dan merentangkan tanganku pada sebuah buku untuk melindungi diriku sendiri. Sungguh merupakan keajaiban, dengan nalurinya sendiri seseorang melindungi citra diri dari pemberhalaan atau setiap penguasaan lain yang dapat mebuatnya jadi menggelikan, atau tidak menyukai keaslian yang diyakini cukup lama. Ataukah sama sekali tidak aneh? Sebuah hal yang sangat penting. Menduga kaca cermin menampar, citraan yang menghilang, dan sosok romatis dengan kerinduan hutan hijau tak ada lagi, tapi cuma cangkang seseorang yang dilihat orang-orang lain – sangat tanpa gaya, dangkal, gersang, keutamaan dunia yang menjadi! Sebuah dunia yang bukan untuk ditinggali. Seperti kita bertemu dengan setiap orang lain di bis umum dan kereta api bawah tanah, kita sedang menatap di dalam cermin; menghitungkan kekaburan kilauan gelas kaca, di dalam mata kita. Dan penulis novel yang akan datang akan menyatakan lebih dan lebih penting lagi mengenai refleksi-refleksi ini, tentu bukan hanya satu, refleksi tapi tak terhitungkan; lebih dalam lagi mereka akan mencari, hantu-hantu akan mereka buru, lebih meninggalkan deskripsi realitas dan cerita-cerita mereka lebih keluar, sedah semestinya pengetahuan ada di dalamnya, seperti karya-karya dari Yunani dan Shakespeare – tapi penyamarataan ini sangat tidak berguna. Cukup kata dengan suara militer. Mengingat kembali artikel-artikel yang terdahulu, kabinet mentri-mentri – sebuah kelas yang sungguh-sungguh utuh seperti seorang kanak-kanak yang memikirkan sesuatu itu sendiri, standard suatu hal, suatu hal nyata, yang darinya seseorang tidak dapat meluputkan resiko kutukan yang tak terkatakan. Bagaimanapun kebiasaan membawa kembali hari Minggu ke London, plesiran di hari Minggu siang, jamuan siang di hari Minggu, dan juga bercakap mengenai kematian, tentang gaun-gaun, dan tentang hobi – seperti hobi duduk-duduk bersama di sebuah ruang dalam satu waktu tertentu, meski tak seorangpun yang menyukainya. Ada sebuah peraturan untk segala sesuatu. Peraturan untuk taplak meja yang aneh pada satu periode, saat itu taplak-taplak meja dibikin dari permadani dengan tanda kuning kecil, kamu dapat melihat foto-foto kapet di dalam lorong-lorong istana. Taplak meja pada bagian lain bukanlah taplak meja yang sesunggunya. Sangat mengagetkan, dan sangat mengagumkan untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya dari segala sesuatu, jamuan siang di hari Minggu, plesiran di hari Minggu, rumah-rumah di pedesaan, dan taplak meja, bukanlah kenyataan telanjang, ada separo hantu-hantu, dan kutukan yang menimpa para pengingkar yang di dalamnya cuma sebuah rasa kebebasan yang tak sah. Apa yang sekarang menggantikan segala sesuatu yang aku kagumi, segala hal standard yang nyata? Barangkali laki-laki, sehingga kau menjadi perempuan; sudut pandang kelaki-lakian mengatur hidup kami, mengatur standard-standard, menetapkan Whitaker’s Table of Precedency, yang sudah ada, aku kira, sejak perang separuh hantu pada banyak laki-laki dan perempuan, yang segera, seseorang mungkin berharap, akan ditertawakan di dalam gudang debu di mana hantu-hantu menyingkir, papan-papan mahoni dan cetakan-cetakan Landseer, Tuhan-tuhan dan Setan-setan, Neraka dan sebagainya, meninggalkan kita semua dengan sebentuk rasa kebebasan tak sah yang memabukan – jika kebebasan ada . . .</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Dalam sorot cahaya tertentu tanda di dinding kadang nampak sebagai proyeksi dari dinding. Tidak sama sekali bundar. Aku tidak yakin, tapi kelihatan membentuk sebuah bayangan yang dapat di amati, seolah jika aku gerakan jari telunjukku menuruni garis dinding, pada titik tertentu, jariku akan naik dan menuruni sebuah kuburan kecil, sebuah kuburan landai seperti gerobak-gerobak di South Downs yang mereka sebut sebagai kuburan-kuburan atau tenda-tenda. Dari dua sebutan tersebut aku lebih suka menyebut kuburan-kuburan, hasrat melankolis seperti kebanyakan orang-orang Inggris, dan menemukan tempat perjalanan penghabisan untuk membayangkan tulang-tulang berserak di bawah padang rumput. . . . Harus ada beberapa buku yang membahasnya. Sejumlah keantikan harus digali keluar dari tanah dan menamainya. . . . Apa anehnya seorang manusia adalah sebuah keantikan, aku heran? Pensiunan kolonel untuk bagian terbesarnya, aku kira, memimpin partai buruh lama ke puncaknya di sini, menguji gumpalan tanah dan batuan, dan terlibat korespondensi dengan pendeta tetangganya, yang menjadi terang-terangan pada waktu sarapan, membuatnya merasa penting, dan untuk memperbandingkan mata anak panah mengharuskannya mengembarai seluruh negeri sampai ke pelosoknya, kesepakatan diharuskan mereka pada istri-istri tua mereka, yang ingin membuat bubur buah plum atau menyingkirkan pendidikan, dan terus mempunyai dalih untuk menjaga agar pertanyaan besar mengenai kuburan atau tenda berada dalam kandungan kekekalan, sehingga Kolonel sendiri merasakan persetujuan filosofis dalam pengumpulan bukti pada kedua sisi pertanyaan. Kenyataannya ia akhirnya memilih tenda; dan menjadi penentang, mengarang sebuah pamflet yang akan ia bacakan pada pertemuan catur wulan perkumpulan lokal saat sebuah serangan jantung membuatnya terjungkal, dan kesadaran penghabisannya bukanlah memikirkan mengenai istri atau anak, melainkan tenda dan ujung anak panah yang sekarang berada di museum lokal bersama dengan kaki orang Cina yang menjadi korbannya, paku-paku buatan tangan zaman Elizabeth, pipa-pipa Tudor terbuat dari tanah yang melimpah, sebuah belanga Roma, dan gelas anggur bekas Nelson – membuktikan aku benar-benar tidak tahu apa-apa. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Tidak, tidak, tidak ada yang terbuktikan, tidak ada yang diketahui. Dan jika aku berdiri tepat pada saat ini untuk menentukan tanda di dinding yang sesungguhnya – Apa yang akan aku katakan? – kepala sebuah paku raksasa kuno, ditancapkan dua ratus tahun yang lalu, yang sekarang telah terkikis karena banyaknya babu yang berganti-ganti, menyingkap kepala paku di atas polesan cat, dan menjadikannya sebagai ciri kehidupan modern pertama pada tamasya ruang berdinding putih dan berpencahayaan terang, apa yang mau aku raih? Pengetahuan? Suatu hal untuk spekulasi lebih lanjut? Aku dapat berpikir dengan tetap duduk sebaik berpikir dengan berdiri. Dan apa itu pengetahuan? Apakah kita mempelajari laki-laki yang menyelamatkan tukang sihir perempuan dan pertapa yang bergumam dalam gua dan dalam hutan tumbuhan obat, mengusut cicitan tikus celurut dan menuliskan bahasa bintang-bintang? Dan setidaknya kita menghargai mereka karena ketakhayulan kita yang menurun serta penghormatan kami untuk keindahan dan kesehatan pikiran yang meningkat. . . . Ya, seseorang bisa membayangkan dunia yang biasa. Sebuah dunia yang sangat luas, dengan bunga-bunga yang sangat merah dan biru di padang terbuka. Sebuah dunia tanpa profesor atau pakar-pakar atau penjaga rumah yang bersosok polisi, sebuah dunia yang diiris oleh pikiran seperti seekor ikan mengiris air dengan siripnya, menyentuh batang-batang bunga bakung air, mengapung dalam sarang lautan putih telur. . . . Alangkah damainya di sini, berakar di pusat dunia dan merenung di dalam air abu-abu, dengan kilauan cahayanya yang datang tiba-tiba, dan pantulan-pantulannya – apa bukan untuk Whitaker’s Almanack – apa bukan untuk Table of Precedency!</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Aku harus melompat dan melihat untuk diriku sendiri apa sebenarnya tanda di dinding itu – sebuah paku, selembar daun mawar, sebuah celah kayu?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Di sini Alam sekali lagi berada dalam permainan kunonya untuk perlindungan dirinya sendiri. Kereta api pikiran, ia amati, merupakan sekedar ancaman penyiaan energi, semacam pelanggar kenyataan, bagi siapa yang akan mampu mengangkat jari telunjuknya melawan Whitaker’s Table of Precedency? Archbishop dari Canterbury diikuti oleh Lord High Chancellor; Lord High Chancellor diikuti oleh Archbishop dari York. Setiap orang mengikuti seseorang, seperti filosofi Whitaker; dan sesuatu yang besar mengetahui siapa mengikuti siapa. Whitaker tahu, dan membiarkannya, Alam memandu, memuaskanmu, dibandingkan membuatmu murka; dan jika kamu tak bisa dipuaskan, jika kamu harus menghancurkan saat-saat damai ini, pikirkanlah tanda di dinding.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Aku paham permainan Alam – desakannya untuk bertindak seperti sebuah jalan terakhir dari pikiran yang terancam untuk bergembira atau cemas. Karenanya, aku kira, mendatangkan kehinaan kita yang menjijikan sebagai laki-laki yang bertindak – laki-laki, aku duga, yang tidak berpikir. Tetap, tak ada kejahatan yang berhenti sempurna bagi seseorang yang tak disetujui untuk berpikir dengan melihat tanda di dinding.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;">Benar, sekarang aku telah tatapkan mataku padanya, aku merasa kalau aku mencengkeram sebuah papan di lautan; aku puas merasakan sebuah kenyataan karena pada saatnya mengubah dua Archbishop dan Lord High Chancellor menjadi bayang-bayang menggelap. Di sini sesuatu yang pasti, sesuatu yang nyata. Kemudian, terjaga dari mimpi tengah malam yang menakutkan, seseorang dengan tergesa menyalakan lampu dan berbaring sunyi, memujikan lemari berlaci, memujikan kekokohan, memujikan kenyataan, memujikan dunia impersonal yang merupakan bukti dari keberdaan lain selain diri kita. Inilah apa yang membuat orang ingin yakin akan. . . . Kayu merupakan suatu hal biasa untuk dipikirkan. Kayu berasal dari pohon; dan pohon tumbuh, dan kita tak tahu bagaimana mereka tumbuh. Bertahun-tahun dan bertahun-tahun mereka tumbuh, tanpa menghiraukan kita, di padang-padang rumput, di hutan-hutan, dan di tepian sungai-sungai – segala sesuatu yang orang suka memikirkannya. Sapi-sapi mengibaskan ekor-ekornya di bawah naungannya pada siang yang terik; pohon-pohon mewarnai sungai begitu hijaunya sehingga seekor ayam air menyelam dan berharap bulu-bulunya akan menjadi hijau seluruhnya saat timbul lagi. Aku suka memikirkan ikan yang berenang menentang arus laksana bendera berkibar; dan kumbang-kumbang sungai dengan perlahan menyembulkan kubah lumpur di atas dasar sungai. Aku suka berpikir tentang pohon itu sendiri: pertama menutupkan sensasi kering menjadi kayu; kemudian berkertak karena badai; lalu tenang, nikmatnya tetesan getah. Aku suka memikirkannya, sangat, pada malam musim gugur menegak di padang kosong dengan semua daun yang nyaris tergulung, tidak ada kelembutan yang diperlihatkan pada peluru besi bulan, sepancang tiang telanjang di atas bumi yang sedang terjungkir, menjungkirkan semua sepanjang malam. Nyanyian burung-burung mestinya terdengar sangat keras dan aneh pada bulan Juni; dan alangkah dinginnnya kaki serangga-serangga harus merasakan permukaannya, seolah-olah mereka para pekerja keras yang mengeriputkan kulit pohon, atau matahari sendiri berada di atas nako kurus hijau dedaunan, dan lihatlah lurus ke depan pada mereka yang bermata merah berkilauan. . . . Satu demi satu serabut-serabut terangkat tiba-tiba dari bawah tekanan bumi yang dingin, lalu badai terakhir datang dan, terjatuh, dahan tertinggi jatuh kembali ke dalam tanah. Begitulah, kehidupan yang tak berdaya; ada berjuta kesabaran, terus mengawas kehidupan sepokok pohon, di seluruh dunia, di kamar-kamar tidur, di kapal-kapal, di trotoar, reruang berlapis-berlapis, tempat laki-laki dan perempuan duduk di belakang teh, merokok. Penuh pikiran yang tenang, pikiran gembira, pohon ini. Aku akan senang memisahkan satu dengan lainnya – namun suatu hal sedang menyusur jalannya. . . . Dimana aku? Apa yang semua sudah terjadi? Sepokok pohon? Sebatang sungai? Rintangan? Whitaker’s Almanack? Padang bunga bakung? Aku tak bisa ingat sesuatu. Gerakan segala hal, keterjatuhannya, gelincirannya, kesirnaannya. . . . Ada ikhwal yang berpancaroba secara luas. Seseorang berdiri di depanku dan mengatakan – </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> “Aku akan beli koran”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> “Ya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> “Meskipun tidak ada gunanya beli koran. . . . Tidak ada yang pernah terjadi. Perang terkutuk; Perang jahanam! . . . Semua sama saja, aku tak tahu mengapa ada siput di dinding kita”. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Garamond","serif"; font-size: large;"> Ah tanda di dinding! Itu seekor siput. </span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-28648906545597453882011-03-07T04:28:00.000-08:002011-03-07T04:34:45.347-08:00Petaka Blambangan: Puputan Bayu, Minak Jinggo sampai Genjer-genjer<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr">b </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh6.googleusercontent.com/-EW1ssn_ct7A/TXTOaFyxrsI/AAAAAAAAADE/PN0uUbm-cZY/s1600/New+Picture+%25282%2529.bmp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="210" src="https://lh6.googleusercontent.com/-EW1ssn_ct7A/TXTOaFyxrsI/AAAAAAAAADE/PN0uUbm-cZY/s400/New+Picture+%25282%2529.bmp" width="400" /></a></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Blambangan tak bisa disamakan begitu saja dengan Banyuwangi hari ini. Kekuasaan kerajaan Blambangan kuno yang merentang dari Probolinggo, Lumajang, Jember, sampai ke timur berbatas Bali, tak sebanding dengan luas Kabupaten Banyuwangi sekarang. Wilayah kekuasaan Blambangan terus menciut dan semakin bergeser ke timur saat pemerintahan <i>trah </i>Mataram di Jawa Tengah berulang kali berusaha meruntuhkannya. Akhirnya ibu kota kerajaan Blambangan terakhir, Ulu Pampang, dipindahkan ke Banyuwangi oleh VOC. Dan dengan demikian punah sudah kekuasaan Blambangan, meski Mas Alit, Bupati pertama Banyuwangi, adalah wangsa Tawang Alun, Raja termashur di Blambangan.<a name='more'></a></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Seperti warna langit barat saat senjakala dimana lukisan warna-warni yang mengantar matahari menyungkur ke ufuk barat jadi menggetarkan. Menjelang keruntuhannya, <i>wong-wong</i> Blambangan memberikan perlawanan terakhirnya yang hebat. Dengan menduduki Bayu, bekas ibu kota kerajaan di zaman raja terbesar Tawang Alun, Rempeg membangun kekuatan masa rakyat untuk mematahkan kekuasaan VOC di Blambangan. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Tidak seperti Puputan Badung atau Puputan Margarana yang mendapat perhatian luas. Puputan<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[1]</span></span></span></a> Bayu, yang berlangsung di Blambangan (Banyuwangi) sejak Agustus 1771 sampai Desember 1772, hampir-hampir luput dari perhatian. Padahal perlawanan orang-orang Blambangan yang dipimpin Rempeg <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[2]</span></span></span></a> atau Jagapati (mengaku sebagai jelmaan tokoh pemberontak sebelumnya, Agung Wilis, yang telah dibuang ke Banda <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[3]</span></span></span></a>) terhadap kompeni dan Tumenggung Kartenagara serta Tumenggung Jaksanegara, Kasepuhan dan Kanoman, merupakan pertempuran hebat dan paling brutal yang pernah dialami oleh pasukan kompeni di pulau Jawa sejak perjanjian Giyanti. Raffles, dalam <i>History of Java</i> yang terkenal, menyatakan bahwa Banyuwangi yang pada tahun 1750 dihuni lebih dari 80.000 jiwa, pada tahun 1881 diketahui berkurang sampai hanya tersisa 8.000 jiwa <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[4]</span></span></span></a>. Meski pernyataan Raffles di atas banyak mendapatkan tentangan dikemudian hari. De Jong menyatakan pernyataan Raffles tersebut hanyalah berdasarkan cerita dari mulut ke mulut <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[5]</span></span></span></a>. Sedangkan I Made Sudjana, dalam <i>Nagari Tawon Madu</i>, menyatakan perkiraan Raffles tersebut terlalu kasar dan meletakan semua kesalahan terhadap VOC. Berkurangnya penduduk Banyuwangi memang bukan belaka disebabkan oleh bedil VOC, namun pembakaran gudang-gudang makanan dan pemusnahan tanaman-tanaman pangan yang dilakukan oleh VOC untuk melumpuhkan persediaan logistik para pemberontak di Bayu, bagaimanapun telah menyebabkan kelaparan hebat dan meluasnya wabah penyakit dalam masyarakat Banyuwangi sesudah perang Bayu.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Setelah beberapa penyerbuan VOC ke Bayu gagal memadamkan pemberontakan dan bahkan sering menderita kekalahan dengan kematian sebagian besar pasukan dan terlukanya komandan penyerbuan, VOC lantas berupaya mengisolasi Bayu dan memutus jalur-jalur logistik berikut membakar gudang-gudang makanan dan memusnahkan tanaman-tanaman pangan, seperti di Gambiran, Songgon, Temuguruh, dan Grajagan. Selain mencegat kereta-kereta kuda yang akan memasok logistik ke Bayu, VOC juga berupaya mendapatkan berbagai rincian informasi tentang kondisi Bayu yang misterius, dengan menculik beberapa pengikut Rempeg. Si Lakar, seorang <i>dayun</i> (pelayan setia) Rempeg yang diculik di rumah pembesar Blambangan, mantri Singadirana, mengalami proses interogasi yang dramatik. Setelah berulangkali teguh memberikan keterangan palsu mengenai rincian kondisi Bayu meski di bawah siksaan tubuh yang keji, Lakar akhirnya harus menyerah ketika ia diinterogasi dengan keadaan telanjang terikat di sepokok pohon dan diserbu ribuan semut merah besar.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Si Lakar merupakan salah satu potret ketangguhan para pejuang Bayu, (orang-orang Blambangan dibantu orang-orang Bugis, Mandar, Bali dan Cina) dalam melakukan perlawanan terhadap VOC meski, bersamaan itu, deraan kelaparan yang mematikan menghajar mereka juga. Di lain pihak VOC harus merogoh kas keuangan lebih dalam untuk mengongkosi perang disamping harus kehilangan para serdadunya, baik serdadu pribumi maupun Eropa, dalam jumlah besar. VOC pun harus rela kehilangan beberapa perwiranya dalam perang. Bahkan pada bulan November 1771 serbuan para pemberontak Bayu ke pelabuhan Ulupampang telah menyebabkan hal apa yang tak pernah terjadi pada perang-perang VOC di Jawa sebelumnya, yaitu tewasnya asisten resident, Biesheuvel (lihat Putu Praba Darana, <i>Menguak Kabut Kelam Bumi Blambangan</i>, makalah Seminar Sejarah Blambangan, 9 – 10 November 1993 di Banyuwangi)</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> 18 Desember 1771 pertempuran berkobar di Songgon dan Susukan mengakibatkan kekalahan pasukan VOC dan terbunuhnya letnan Reigers. Namun pertempuran paling brutal belum lagi pecah. Pada serangan pasukan VOC kedua di bulan yang sama, penyergapan mendadak yang dilakukan para pejuang Bayu bersaamaan dengan deras hujan menyebabkan pasukan VOC yang dikomandani Vaandrig Schaar menderita kekalahan parah. Para pemberontak dengan bersenjatakan bambu runcing dan tombak yang menyerbu mendadak dan bersamaan ke arah pasukan VOC membuat kalang kabut para seradadu yang harus melindungi senjatanya dari air hujan. 100 orang pasukan Madura gugur pada pertempuran itu, Vaandrig Schaar dan Cornet Tinne terbunuh. Menurut Wikkerman (kelak menjadi resident Banyuwangi) yang selamat dari pertempuran itu, tubuh Vaandrig Schaar diseret menuju markas pemberontak. Sesampai di markas, perut Vaandrig Schaar diburai dan diganyang isinya. Sementara kepalanya dipancang di ujung tombak dan dikelilingkan menjaya-jaya <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[6]</span></span></span></a>.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Setelah Puputan Bayu <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[7]</span></span></span></a>, wilayah Blambangan (Banyuwangi) menjadi lengang. Disamping amuk<i> </i>kematian yang disebabkan oleh bedil VOC, juga kelaparan, wabah penyakit, dan migrasi besar-besaran orang Blambangan ke luar daerah merupakan faktor berkurangnya jumlah penduduk Blambangan. Akhir tahun 1772 penduduk Blambangan tinggal 3.000 jiwa atau 8,3% dari jumlah penduduk yang ada sebelum pendudukan Belanda. (S. Margana, <i>The “Puputan Bayu”: War, Disease, and Demographic Catastrophe in Blambangan, 1771 – 1773</i>, paper Tanap workshop 2003, Xiamen).</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Sesungguhnya usainya perang Bayu yang disusul dengan jatuhnya pemerintahan Blambangan ke tangan VOC secara “mutlak” tak berarti perlawanan <i>wong-wong</i> Blambangan usai. Perlawanan terhadap VOC masih terus berlangsung secara sporadis dan terpecah-pecah. Bahkan para petanipun melakukan pembangkangan masal sehingga lahan-lahan persawahan terbengkalai. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Jumlah penduduk yang menurun drastis dan ketaksudian rakyat Blambangan untuk bekerja sama, membuat VOC sangat kekurangan tenaga kerja untuk menggarap wilayah Blambangan menjadi daerah produktif. Persoalan kurangnya tenaga kerja ini memaksa pemerintahan VOC untuk mendatangkan orang-orang Jawa (mataraman) dan Madura ke Blambangan. Terlebih VOC harus membangun ibu kota baru di Banyuwangi. Namun, gelombang pertama kedatangan tenaga kerja dari wilayah mataraman dan Madura mendapat gangguan dari rakyat Blambangan sehingga mereka terpaksa harus kembali ke daerah asal. Sulitnya VOC mendatangkan tenaga kerja dari wilayah lain karena gangguan rakyat Blambangan tersebut membuat VOC harus merayu para calon tenaga kerja “migran” dengan iming-iming imbalan uang. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Walaupun peringatan hari jadi kota Banyuwangi (versi pemerintah) kini ditetapkan bertepatan dengan berkobarnya salah satu serial perang Bayu paling brutal, namun “kenangan” atas Puputan Bayu nyaris tak dimilki oleh orang-orang Banyuwangi. Kenangan atas keberanian dan kepastian tragis peristiwa Bayu seolah diuapkan oleh perang <i>Damarwulan – Minakjinggo</i>. Realitas akhirnya harus menyerah pada kerajaan khayal. Hulu genealogi sosial yang melimpahkan inspirasi keteguhan, keberanian, sekaligus cermin pengkhianatan dan kepengecutan dipaksa harus menelan gambaran yang melulu hina-dina dengan riang gembira. Minakjinggo, tokoh rekaan yang buruk rupa dan berwatak angkara tumbuh meraksasa melampau dunia panggung senidrama dan mengeram dalam diri orang-orang Banyuwangi. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Tak sejak mula, kelompok senidrama <i>Kesenian Agawe Rukun Santoso (KARS)</i> yang didirikan oleh Madarji tahun 1920-an itu melakonkan Damarwulan – Minakjinggo, cerita yang diduga ditulis oleh Pangeran Pekik <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[8]</span></span></span></a> . Setelah pemanggungan di pendopo Kawedanan yang melakonkan cerita <i>Bhre Wirabhumi Gugat</i>, KARS dalam pemanggungan-pemanggungannya sekemudian harus hanya memanggungkan cerita Damarwulan – Minakjinggo. Naskah lakon yang diberikan sendiri oleh Asisten Wedana Banyuwangi kepada Madarji tersebut seterusnya penjadi penanda menggantikan nama KARS dan juga kelompok-kelompok dramatari sejenis yang kemudian mengikutinya. </span></div><div class="MsoNormal"> <span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Cerita Bhre Wirabhumi Gugat dilarang dilakonkan lagi. Menurut Asisten Wedana, cerita Bhre Wirabhumi Gugat (Raja Kedaton Wetan/Blambangan yang dikenal dalam geger Paregreg; memberontak kepada Majapahit karena menuntut hak tahta) tidak bagus. Panggantian lakon itu mencerminkan kecemasan bahwa pemberontakan Bhre Wirabhumi bakal menginspirasikan kembali perlawanan kolosal masyarakat Banyuwangi terhadap pemerintahan kolonial. Sejarah pahit Puputan Bayu, bagaimanapun, terus membayang dalam ingatan pemerintahan kolonial, dimana dalam satu dasawarsa lebih, dari sebelum perlawanan Bayu sampai bertahun sesudah dipindahkannya ibu kota dari Ulupampang (Benculuk) ke Banyuwangi, wilayah Banyuwangi tak menjadi daerah produktif. </span><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_edn1" name="_ednref1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: Symbol; font-size: 14pt;">*</span></span></a><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt;"></span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Mengkuti kepopuleran cerita Damarwulan – Minakjinggo yang bertahan berpuluh tahun, lambat-laun perilaku Minakjinggo dianggap benar-benar diwariskan kepada orang Banyuwangi. Raja Blambangan yang timpang, bongkok, bersuara sengau, buncit, berwajah serupa anjing, dan berwatak angkara sekaligus bejat moral itu dianggap mewakili gambaran umum orang Banyuwangi. Anggapan itu bukan hanya tumbuh dari orang-orang Banyuwangi, pun orang luar Banyuwangi. Semisal lakon-lakon Ketoprak atau Ludruk dimana wong Blambangan melakoni peran berangasan dan bejat dalam cerita yang hitam-putih, meski tak sedang memanggungkan cerita Damarwulan – Minakjinggo. Lihat juga bagaimana wong Belambangan dilukiskan dalam cerita <i>Digdaja</i> (<i>Coban</i>, sambungan) <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[9]</span></span></span></a> dan <i>Brandal Blambangan <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[10]</span></b></span></span></a></i>. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Gambaran tokoh Minakjinggo tersebut jauh dari apa yang dilukiskan John Scholte tentang orang Blambangan dalam <i>Gandroeng Van Banjoewangi</i>. John Scholte menyatakan bahwa rakyat Blambangan merupakan suku bangsa yang gagah fisiknya dan berkepribadian serta berkembang dengan cepat, berpegang kuat pada adat istiadat, tetapi juga mudah menerima peradaban baru. Lebih dari pujian yang dilayangkan John Scholte terhadap orang Banyuwangi, Dr. J. W. de Stoppelaar tahun 1927 melalui karya <i>Hukum Adat Blambangan</i> (terjemahan Pitoyo Boedhy Setiawan alias P. Schuitemaker, naskah ketikan) membuktikan bahwa masyarakat Blambangan bukan tak beradab.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Bagaimanapun, kisah Damarwulan dan Minakjinggo yang muncul pada akhir abad 17, walaupun mengambil latar belakang kerajaan Majapahit, merupakan cerminan usaha pendominasian trah Mataram atas seluruh tanah Jawa. De Graaf mencatat serbuan-serbuan militer Mataram atas Blambangan sejak abad 16. Pada masa Amangkurat I (Sultan Agung?), menurut Lekkerkerker dalam <i>Balambangan</i>, serangan Mataram berhasil menghancurkan Blambangan dan mengangkut 1500 orang Blambangan ke Mataram. Namun, ketika seluruh tanah Jawa tunduk terhadap VOC, termasuk Mataram yang “dijinakan” dengan perjanjian Giyanti, selain Malang Selatan yang terus bergolak, wilayah Blambangan tak juga bisa dikuasai VOC sampai paruh ketiga abad 18. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Tinjauan kritis Putu Praba Darana atas sejarah Ken Arok yang disebut sebagai bromocorah dan anak hasil hubungan gelap antara N’dok dan dewa </span><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 14pt;">ç</span><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">iwa merupakan tanda penindasan atas realitas sejarah yang sebenarnya (<i>Menguak Kabut Kelam Bumi Blambangan</i>), dapat disebandingkan dengan apa yang ada di balik penggambaran Minakjinggo. Ambisi politik dilahirkan melalui penyerangan-penyerangan militer, sedangkan penindasan budaya dinyatakan dengan gurat tajam ujung pena. <i>Babad Tawangalun</i> memerikan ketegangan budaya antara Mataram dan Blambangan ini dalam perang tanding ajaib antara rohaniawan Blambangan, Wangsakarya dan rohaniawan Mataram, Kadilangu.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Blambangan masa lalu memang tak dapat dibandingkan begitu saja dengan Banyuwangi hari ini. Tetapi represi atas rakyat Banyuwangi belum lagi selesai meski Blambangan sendiri akhirnya harus runtuh. Sebagaimana Mataram dan Belanda, pemerintah Indonesia sendiri, setelah peristiwa politik 1965 yang berdarah-darah, melakukan represi budaya yang hebat atas rakyat Banyuwangi. Sesudah peristiwa politik berdarah-darah itu, rakyat Banyuwangi, yang dianugrahi bakat musikal alamiah, (John Scholte, <i>Gandroeng Van Banjoewangi</i>) harus menyungkurkan gairah bermusiknya dan mengikat lidah mereka untuk bernyanyi. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Berpuluh tahun, film “pesanan” karya Arifin C. Noer, <i>Pemberontakan G 30 S/PKI,</i> laksana roman Damarwulan – Minakjinggo baru bagi rakyat Banyuwangi. Tafsir visual yang brutal atas <i>Genjer-genjer</i> menyepadani keburukrupaan dan keangkaraan Minakjinggo. Lagu yang digubah M. Arief tahun 1942 untuk memujikan kenikmatan sayur genjer dan penciptaanya berlatar krisis pangan di jaman Jepang itu berubah menjadi lagu yang mengerikan dan membawa serta orang-orang Banyuwangi ke dalam reka citra yang diperikannya.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Bersama Genjer-genjer, lagu-lagu gubahan M. Arief semacam <i>Nandur Jagung, Manuk Bethet, Semriwing Kembange Kopi, Adon-adone Sumping</i> hilang dari udara Banyuwangi. Padahal lagu-lagu ciptaan sang pemula musik <i>modern </i>Banyuwangi itu sangat diakrabi oleh masyarakat Banyuwangi. Syair-syair lagu yang melukiskan tamasya kehidupan ladang dan persawahan itu tiba-tiba menjadi penyebar kecemasan dan mencekik kerongkong. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Gandrung perempuan mewarisi gending-gending Gandrung pria seperti <i>Ayun-ayun, Jangkung Kuning, Celeng Mogok; </i>menyanyikan gending-gending Seblang seperti <i>Podo Nonton, Cengkir Gading, Seblang-seblang</i>; mewarisi gending-gending para Sanyang seperti <i>Ukir Kawin, Sekar Jenang, Sandal Sate</i>; menyanyikan tembang-tembang orang kulonan seperti <i>Pangkur, Puspawarna, Eling-eling</i>; menyanyikan lagu-lagu Bali seperti <i>Surung Dayung, Pecari Putih</i>; melantunkan lagu-lagu Ajrah (Hadrah) seperti <i>Gumukan, Guritan, Wangsalan</i> (John Scholte, <i>Gandroeng Van Banjoewangi</i>) <a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">[11]</span></span></span></a>. Sanyang dan Gandrung pria sudah punah, Seblang tersisa di dua desa, namun Gandrung perempuan masih menghidupkan gending-gending mereka. Sementara, M. Arief yang membuka lapangan baru seni musik di Banyuwangi, membuka babak baru setelah seni klasik Banyuwangi tak lagi dinamis, juga tak bisa dilepaskan dari seluruh kultur seni Banyuwangi yang mendahuluinya. Sebagaimana, gending-gending masa lalu, lagu-lagu M. Arief merupakan potret realitas sosial masyarakat Banyuwangi yang dihidupi oleh gairah agraris. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Hari ini mungkin sebagian kecil anak muda Banyuwangi yang mengetahui lagu-lagu M. Arief. Sementara para orang tua yang mengetahui lagu-lagu tersebut terlalu takut menyanyikannnya. Bibir-bibir layu mereka digemetarkan oleh trauma mengerikan yang menyertai lagu-lagu dan penggubahnya. Tahun 1965 berdarah yang disertai kebijakan stabilisasi politik yang menindas ekspresi kultural selama tiga dasawarsa lebih menyandera dan mencederai bangunan budaya Banyuwangi yang dibangun berabad-abad sejak Blambangan. </span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Namun, gairah musikal orang-orang Banyuwangi mungkin harus disetarakan dengan mendiang Endro Wilis yang keras kepala. Meski berada di medan konfrontasi Kalimantan Barat dan kemudian harus meringkuk dalam penjara politik di Lowok Waru, Malang, ia tak bisa meluputkan dirinya dari menggubah lagu. Seperti halnya M. Arief, lagu-lagu gubahannya dan ia sendiri harus berhadapan dengan trauma politik berkepanjangan. Lagu-lagu Endro Wilis memang akhirnya <i>dikasetkan</i>, namun lagu-lagu tersebut harus melalui sensor ketat, dan ia sendiri harus meniadakan namanya dalam lagu tersebut pada mulanya.</span></div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";"> Kurang dari sepuluh tahun belakangan ini, penggubah-penggubah muda Banyuwangi mulai bersemi kembali. Banyuwangi mulai bernyanyi lagi, harus dikatakan bahwa lagu-lagu baru gubahan Catur Arum dan Yon merupakan suatu upaya menggali kembali irama dan syair khas Blambangan dan mensintesakannya dengan kecenderungan musikal hari ini. Tak bisa dipungkiri, kurun waktu tiga puluh tahun lebih yang penuh tekanan membuat kesinambungan sejarah kultural harus digali lebih dalam; di bawah timbunan lagu-lagu dalam kurun masa tersebut yang diciptakan secara serampangan dan melulu melayani publik. </span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 200%; text-align: right;"><br />
</div><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> </span> <br />
<div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[1]</span></span></span></a> Sangat mungkin sekali istilah puputan yang melekat pada perang Bayu pertamakali digunakan oleh Endro Wilis dalam syair <i>Podo Nginang</i>. </div></div><div id="ftn2"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[2]</span></span></span></a> Menarik sekali apa yang dinyatakan Sri Margana dalam <i>The “Puputan Bayu”: War, Disease, and Demographic Catastrophe in Blambangan, 1771 – 1773: </i>bahwa peperangan ini dipicu oleh perselingkuhan antara gundik Jaksanegara dan Rempeg. Bahkan ketika sudah berada di Bayu, Rempeg masih menculik gundik-gundik Jaksanegara dan Kartanegara. Namun, “penguasaan” Rempeg atas sejumlah perempuan ini mungkin dapat dipahami sebagai salah satu upayanya untuk mengukuhkan diri sebagai Susuhunan.</div></div><div id="ftn3"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[3]</span></span></span></a> Berbagai informasi mengenai tempat pembuangan Agung Wilis sangat beragam; Cylon, Banda, dan Edam. Bahkan sejumlah informasi menyatakan bahwa Agung Wilis berhasil melarikan diri dari tempat pembuangannya dan kembali ke Mengwi hingga mangkatnya.</div></div><div id="ftn4"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[4]</span></span></span></a> Sri Margana, <i>The “Puputan Bayu”: War, Disease, and Demographic Catastrophe in Blambangan, 1771 – 1773</i>, paper Tanap workshop 2003, Xiamen</div></div><div id="ftn5"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[5]</span></span></span></a> <i>Tumbuhnya Kekuasaan Bangsa Belanda di Jawa</i>, Himpunan dari Naskah-naskah arsip Kolonial yang belum diterbitkan, disusun dan diterbitkan oleh J.K.J de Jong dan M. L van Deventer, Martinus Nijhoff, terjemahan Pitoyo Boedhy Setiawan, tulisan tangan 9 Mei 1996.</div></div><div id="ftn6"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[6]</span></span></span></a> Berita mengerikan yang disampaikan Wikkerman ini sangat meragukan. Sangat nekat, bahwa Wikkerman yang dalam keadaan terluka akibat perang masih dapat mengendap-endap, dari lokasi pertempuran ke markas pejuang dan menyaksikan peristiwa mengerikan tersebut. Padahal pada masa itu jalan menuju markas pejuang tak mudah ditempuh, apalagi dalam keadaan licin akibat hujan. </div></div><div id="ftn7"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[7]</span></span></span></a> Sisa laskar Bayu ini banyak melarikan diri ke hutan-hutan dan ke daerah selatan dan membuat suatu komunitas yang disebut orang <i>Gendong</i>; menurut kabar mereka berpakaian kulit kayu. Mungkin orang-orang di Curah Pinang, daerah kaki Gunung Raung, yang sampai sebelum pergantian alaf masih hidup dengan cara unik dan masih melakukan ritual kuno adalah sisa dari orang Gendong ini (sayang sekali laporan dan film dokumenter tentang hal ini yang dibuat oleh Fadli Rashid dengan didanai Ford Foundation tidak saya dapatkan). </div></div><div id="ftn8"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[8]</span></span></span></a> H.J. DE GRAFF, <i>Puncak Kekuasaan Mataram</i>, terjemahan, cetakan ke-3 hal. 254, PT Pustaka Utama Garfiti, Jakarta.</div></div><div id="ftn9"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[9]</span></span></span></a> Cerita oleh T.B.S (Tan Boen Soan), <i>Majalah Penghidupan</i> No.128, Agustus 1935 dan No. 133, Januari 1936, Tan’s Drukkerij, Surabaia.</div></div><div id="ftn10"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[10]</span></span></span></a> Cerita bersambung 1 - 45 oleh Purnawan Tjondronegoro, <i>Suara Pembaruan</i>, 1988.</div></div><div id="ftn11"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 10pt;">[11]</span></span></span></a> Banyak yang meragukan hasil kajian John Scholte yang dimuat di <i>Indische Gids</i> ini (terjemahan Indonesia oleh Pithoyo Boedhy Setiawan), meski demikian Pigeaud, ahli bahasa yang juga disegani dalam kajian sejarah, setidaknya menaruh perhatian atas upaya John Scholte ini. Sampai saat ini <i>Gandroeng Van Banjoewangi</i> masih merupakan hasil catatan upaya pengenalan yang paling awal atas Gandrung. </div></div></div><div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="edn1"><div class="MsoEndnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=9107860923207236544#_ednref1" name="_edn1" title=""><span class="MsoEndnoteReference"><span style="font-family: Symbol;">*</span></span></a> <i>Riwayat Madarji dan Kelompok senidrama KARS dituturkan oleh Achmad Aksoro (kerabat Madarji) pada penulis. </i></div></div></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-85085638431634081862011-03-07T04:01:00.000-08:002011-03-07T04:40:20.526-08:00The Choosen<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh6.googleusercontent.com/-Hsckeq410MA/TXTH4h2v3EI/AAAAAAAAADA/Bzb4LBi30xo/s1600/the+choosen.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://lh6.googleusercontent.com/-Hsckeq410MA/TXTH4h2v3EI/AAAAAAAAADA/Bzb4LBi30xo/s320/the+choosen.jpg" width="200" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif";">Diterjemahkan oleh Dwi Pranoto dari Bab 1, The Choosen, Chaim Potok, A Fawcett Crest Books, Edisi Pertama Ballantine Books, Desember 1982; </span></span><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
<br />
<br />
<br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"><b><span style="font-size: large;">BAB 1</span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Dalam lima belas tahun pertama hidupku, Danny dan aku tinggal berjarak lima blok dan kami tak saling kenal.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Blok Danny padat dihuni orang-orang pengikut ayahnya, orang-orang Yahudi Hasidik Rusia berbalut pakaian muram, tabiat-tabiat dan pandangan-pandangannya dilahirkan di tanah dari negeri yang mereka telah tinggalkan. Mereka minum teh dari samovar, menyeruputnya perlahan merembesi gula batu yang digigit diantara gigi-giginya; mereka makan makanan dari tanah asalnya, berbicara keras-keras, kadang dalam bahasa Rusia, seringkali dalam bahasa Yiddish Rusia, dan taklid pada ayah Danny.<a name='more'></a></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Satu blok berikutnya tinggal sekte Hasidik lain, Yahudi-Yahudi dari Polandia selatan yang menyusuri jalanan Brooklyn seibarat hantu-hantu dengan topi-topi hitam, jas panjang hitam, janggut hitam, dan kucir kuris. Yahudi-yahudi tersebut punya rabbi mereka sendiri, punya aturan kebaniannya sendiri, yang posisi keluarga pemimpin kerabbiannya dapat ditelusur mundur sampai Ba’al Shem Tov, pendiri Hasidism di abad delapan belas, yang mereka semua mengingatnya sebagai personalitas yang dirasuk Tuhan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Kira-kira ada tiga atau empat sekte Hasidik yang menghuni wilayah dimana Danny dan Aku tumbuh, setiap dari mereka punya rabbi sendiri, punya sinagog kecil sendiri, punya adatnya sendiri, ketaklidannya sendiri. Di hari Shabbat atau perayaan pagi, jamaah tiap sekte terlihat berjalan menuju sinagog mereka masing-masing, berbalut pakaian khas mereka, penuh hasrat berdoa bersama rabbi khusus mereka dan melupakan keriuhan pekan dan perburuan uang yang mereka perlukan untuk menafkahi keluarga besar mereka selama masa Depresi yang kelihatannya tanpa akhir.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;">Sisi pejalan kaki Williamsburg berlantai plester semen kotak-kotak, sedangkan jalanan dikeraskan dengan aspal yang melunak pada musim panas yang terik dan pecah berlubang lubang pada musim dingin yang sengit. Banyak rumah-rumah dibangun dari batu bata, tertata saling berhimpitan, tidak lebih tinggi dari tiga atau empat tingkat. Di dalam rumah-rumah ini tinggal orang-orang Yahudi, Irlandia, Jerman, dan beberapa keluarga pengungsi Perang Sipil Spanyol yang melarikan diri dari <i>rezim Franco</i> baru sebelum meletus Perang Dunia Ke-dua. Sebagian besar toko dikelola oleh orang bukan Yahudi, tapi sejumlah toko dimiliki oleh komunitas Yahudi Ortodoks, anggota sekte –sekte Hasidik di wilayah ini. Mereka dapat terlihat di belakang konter-konternya, mengenakan kupluk hitam, jenggot membelukar, dan kucir-kuris menjuntai, bersusah payah menutupi kurangnya penghidupan mereka serta mimpikan hari Shabbat juga ibadah-ibadah kala mereka dapat menutup toko-tokonya dan tertenung dalam doa-doanya, rabbinya, dan Tuhannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Setiap orang Yahudi Ortodoks mengirim anak laki-lakinya ke <i>yeshiva</i>, sekolah paroki Yahudi, tempat mereka belajar dari jam delapan pagi sampai jam empat atau jam lima sore. Di hari Jum’at para pelajar diistrirahatkan kira-kira satu jam untuk persiapan hari Shabbat. Pendidikan Yahudi diwajibkan bagi para Ortodoks, dan oleh karena di sini Amerika dan bukan Eropa, bahasa Inggris juga diwajibkan – sehingga setiap pelajar memanggul beban ganda: pelajaran bahasa <i>Hebrew</i> di pagi hari dan pelajaran bahasa Inggris di siang hari. Uji keistimewaan intelektual, bagaimanapun, telah direduksi tradisi dan kebulatan pendapat tanpa suara pada sebuah wilayah pembelajaran tunggal: <i>Talmud</i>. Keahlian mengenai Talmud merupakan kecakapan yang paling nampak pada setiap pelajar yeshiva, sebab hal ini merupakan jaminan otomatis untuk reputasi kejatmikaan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Danny masuk yeshiva kecil yang didirikan ayahnya, Sisi-luar wilayah Williamsburg, di Crown Heights, aku masuk yeshiva dimana ayahku mengajar. Yeshiva yang disebut terakhir agak diremehkan oleh para pelajar sekolah paroki Yahudi lain di Brooklyn: mengajarkan subyek bahasa Inggris lebih banyak dari kebutuhan minimum, dan mengajarkan subyek Yahudi dalam bahasa Hebrew dibanding dalam bahasa Yiddish. Kebanyakan pelajarnya adalah anak-anak imigran Yahudi yang lebih suka menghargai diri mereka sendiri karena terbebas dari kungkungan mentalitas ghetto yang khas sekolah-sekolah paroki Yahudi lain di Brooklyn.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Danny dan aku mungkin tak akan pernah ketemu – atau kami akan bertemu dalam kondisi yang berbeda sama sekali – hal ini tak terjadi sampai ikut sertanya Amerika dalam Perang Dunia Ke-dua dan keinginan mendidik pada sebagian dari sejumlah guru bahasa Inggris dalam sekolah-sekolah paroki Yahudi untuk menunjukan pada dunia orang-orang non-Yahudi bahwa para pelajar yeshiva pun bugar secara fisik, kendati jam pelajaran mereka panjang, seperti setiap pelajar Amerika lain. Mereka melakukan pembuktiannya dengan menghimpun sekolah-sekolah paroki Yahudi di dalam dan di sekitaran wilayah kami ke dalam liga-liga kompetisi, dan setiap dua pekan sekali sekolah-sekolah akan saling bertanding dalam beragam olahraga. Aku menjadi anggota regu baseball sekolahku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Minggu siang di awal Juni, lima belas anggota reguku bertemu dengan guru olahraga kami di lapangan pertandingan sekolah. Saat itu hari yang hangat, matahari mencerlang di atas lantai aspal lapangan. Guru olahraga kami adalah seorang yang pendek, bertubuh gempal, berumur awal tigapuluh-an yang mengajar pagi hari di sekolah tinggi umum terdekat dan menambah penghasilannya dengan mengajar di yeshiva kami selama siang hari. Ia mengenakan kaus polo putih, celana panjang putih, dan sweater putih, dan dari cara kupluk kecil hitam bertengger canggung di puncak kepalanya yang botak, nampak jelas ia tak biasa mengenakannya secara teratur. Ketika berbicara ia dengan berkala menumbukan kepalan tangan kanan ke telapak tangan kirinya untuk menegaskan maksud. Ia <span style="color: black;">jalan bersejingkat</span>, hampir menyerupa sikap seorang petinju di atas ring, dan ia dengan fanatik mencandu baseball profesional. Ia telah melatih regu baseball kami selama dua tahun, dengan gabungan kesabaran, keberuntungan, keahlian bersiasat saat pertandingan-pertandingan berjalan ketat, dan keras, pidato pengobar semangatnya yang telah diperhitungkan mendorong kami ke dalam jiwa patriotik mengenai pentingnya atletik dan kebugaran fisik untuk perang, ia mampu membentuk regu kami yang terdiri dari lima belas orang canggung menjadi regu top dalam liga. Ia bernama Pak Galanter, dan kami semua heran mengapa ia tak dikirim ke suatu medan pertempuran dalam perang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Selama dua tahun bersama regu, aku jadi sangat cekatan di base ke-dua dan juga melakukan lemparan bola rendah menderas yang akan menggoda seorang pemukul mengayunkan tongkat pemukulnya tapi bakal jatuh melengkung pada momen terakhir dan cuma menggelincir ke bawah tongkat pemukul yang terayun menyambar. Pak Galanter selalu memulai pertandingan dengan meletakanku pada base ke-dua dan akan memposisikanku sebagai pelempar hanya dalam saat-saat genting, karena, seperti yang ia katakan suatu kali, “Filosofi baseballku mendasar pada kebersamaan permainan bertahan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Siang ini kami punya jadwal bertanding dengan regu utama tetangga, regu dengan reputasi kekasaran, menyerang membabibuta dan bermain dengan buruk. Pak Galanter mengatakan ia memutuskan tim kami bermain dengan garis pertahanan ketat. Pada masa pemanasan, dengan hanya regu kami yang berada di lapangan, ia terus-terusan menumbukan tinju tangan kanan ke telapak tangan kirinya dan meneriaki kami agar membuat garis pertahanan ketat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Jangan ada celah”, ia berteriak dekat area home. “Jangan ada celah, kalian dengar? Goldberg, pertahanan ketat macam apa itu? Merapat. Penyerang dapat menembus antara kau dan Malter. Ya, begitu. Schwartz, apa yang kau lakukan, mencari penerjun-penerjun payung? Ini pertandingan. Musuh di atas tanah. Lemparannya melebar, Goldberg. Lempar selayak penembak jitu. Beri ia bola lagi. Lempar. Bagus. Bak penembak jitu. Sangat bagus. Pelihara permainan ketat. Jangan ada celah pertahanan dalam perang ini”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami terus memukul dan melempar bola, hari yang hangat dan melimpah cahaya, dan ada kelembutan, girang rasa musim panas segera tiba, gempar seru pertandingan. Kami ingin banyak rebut kemenangan, untuk kami sendiri dan terutama untuk Pak Galanter, karena kami semua suka kesungguhan hati tumbukan kepalan tinjunya. Bagi para rabbi yang mengajar di sekolah-sekolah paroki Yahudi, baseball adalah suatu kejahilan waktu luang, suatu potensi biakan kejahatan para penerima porsi bahasa Inggris di yeshiva. Dan bagi kebanyakan pelajar sekolah-sekolah paroki, kemenangan baseball antar liga hanya disambut sebagai suatu bayang yang tak punya arti besar dibanding peringkat teratas dalam Talmud, karenanya ada sebuah tanda tanya bagi seorang Amerikanis, dan untuk dianggap sebagai orang Amerika yang setia menjadi meningkat pentingnya bagi kami selama tahun-tahun akhir perang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Begitulah, Pak Galanter berdiri dekat <i>home plate</i>, meneriakan arahan-arahan dan kata-kata pembakar, kami terus memukul dan melempar bola. Aku jalan keluar lapangan sebentar memasang kacamata untuk tanding. Aku memakai kacamata bergagang kerang, dan jelang tiap tanding akan ku bengkokan cantolannya supaya kacamata akan tetap melekat di kepalaku sehingga tak menggelinciri batang hidung saat mulai berkeringat. Untuk membengkokan aku selalu menunggu sesaat nyaris dimulai pertandingan, karena akan menjepit kulit daun telingaku bagian atas, dan aku tak mau merasakan sakit lebih lama lagi dari yang seharusnya. Bagian atas daun telingaku akan lecet beberapa hari sesudah tiap pertandingan, tapi aku pikir lebih baik begitu daripada harus terus menekan kacamata diantara dua mataku atau mengambil resiko jatuh tiba-tiba sewaktu pertandingan penting.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Davey Cantor, salah seorang pemain pengganti jika pemukul utama harus keluar, sedang berdiri dekat pagar kawat di belakang lingkar home. Ia pendek dengan raut bulat, rambut hitam, berkacamata seperti burung hantu, dan berhidung sangat Semitis. Ia memperhatikanku mengepas kacamataku. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau akan nampak bagus di tengah lapangan sana, Reuven”, katanya padaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Terima kasih”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Semua pemain akan kelihatan bagus”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Pertandingan ini akan menarik”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sepasang matanya membelalak padaku menembus kacamatanya. “Kau pikir begitu?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar, kenapa tidak?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau pernah nonton mereka main, Reuven?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Belum”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka para pembunuh”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak, sungguh. Mereka liar”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau pernah nonton mereka main?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Dua kali. Mereka para pembunuh”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Setiap orang main untuk menang, Davey”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka tidak hanya main untuk menang. Mereka main selayak hal itu yang pertama dalam <i>Sepuluh Perintah</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku tertawa. “Begitu itu yeshiva?” kataku. “Ah, ayolah, Davey”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Begitulah nyatanya”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sungguh”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Reb Saunder memerintahkan mereka jangan pernah kalah karena akan memalukan yeshiva atau apapun. Aku tak tahu. Kau akan lihat”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Hey, Malter!” teriak Pak Galanter. “Apa yang sedang kau lakukan, menunggu buyar?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau akan lihat”, kata Davey Cantor.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar”, aku menyeringai padanya. “Perang suci”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia menatapku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau main?” aku bertanya padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Pak Galanter bilang aku akan masuk base kedua jika kau harus melempar”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baiklah, semoga beruntung”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Hey, Malter!” teriak Pak Galanter. “Ini perang, ingat?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ya, pak!” kataku, dan berlari kembali ke posisiku di base kedua.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami lempar bola berantai untuk beberapa saat, dan lalu aku ke lingkar home untuk melatih beberapa pukulan. Aku pukul satu bola jauh melambung keluar lapangan, dan kemudian satu bola pendek keras yang ditangkap dengan cekatan dan dilambaikan sesaat. Aku telah siap mengayunkan tongkat pemukul lagi ketika seseorang berkata, “Mereka datang”, lalu tongkat pemukul kupikulkan ke pundak, melihat regu yang akan kami lawan membelok blok kami menuju lapangan. Aku lihat Davey Cantor menendang-nendang pagar kawat dengan cemas di belakang lingkar home, kemudian menyakukan tangan di celana jengkinya. Sepasang matanya membulat-murung di balik kaca mata burung hantunya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat mereka masuk lapangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Mereka ada lima belas orang, berpakaian serupa; kaus putih, celana gelap, sweater putih, dan kupluk kecil hitam. Gaya mereka sangat Ortodoks, rambut tercukur nyaris, keculali rambut yang tak tersentuh dekat telinga yang tumbuh dengan cepat dan menggelincir bergulung menjadi kucir keriting yang panjang. Beberapa dari mereka mulai tumbuh brewok, sejumput jurai rambut yang memberkas terpisah di gumpal dagunya, tulang rahang, dan di atas bibirnya. Mereka semua kenakan pakaian dalam di balik bajunya, dan <i>tzitzit</i>, jejumbai panjang menjuntai di empat sudut pakaiannya, keluar dari ikat pinggang dan berayun menabrak pantalonnya saat mereka berjalan. Sangat Ortodoks dan sangat taat perintah Kitab Suci secara harfiah <i>Dan kau bakal melihatnya, hal yang berkenaan dengan jejumbai.</i></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sebaliknya, regu kami tak memakai pakaian khusus, dan setiap orang dari kami memakai apapun yang mereka ingin kenakan: celana jengki, celana pendek, pantalon, kaos berkerah, kaos oblong, bahkan kaos dalam. Beberapa orang dari kami memakai kemeja, dan yang lain tidak. Tak seorangpun dari kami memakai jejumbai yang menyampir di celana panjangnya. Satu-satunya seragam yang biasa kami pakai adalah kupluk hitam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Mereka berhenti di base pertama yang bersisian dengan pagar kawat di belakang home plate dan berdiri di sana sebagai gerombolan hitam-putih yang senyap, tangan mereka menggenggam tongkat pemukul, bola dan sarung tangan. Aku perhatikan mereka. Bagiku mereka tak menggambarkan kebuasaan. Aku lihat Davey Cantor menendang-nendang pagar kawat. Lalu menyingkir dari mereka ke baseline ketiga, tangannya memukul-mukul celana jengkinya dengan cemas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter tersenyum dan menghampiri mereka, bergerak dengan tangkas menghindari bola-bola di bawah kakinya, kupluknya bertengger genting di atas kepala botaknya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Seorang laki-laki menyeruak dari gerombolan pemain hitam-putih dan melangkah maju. Ia tampaknya berusia akhir dua puluhan, mengenakan setelan jas hitam dan topi hitam. Ia punya brewok hitam dan satu tangannya membawa sebuah buku. Jelas sekali ia seorang rabbi, dan aku heran sekali kenapa yeshiva malah menempatkan seorang rabbi dari pada seorang pelatih olah raga di regunya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galenter menghampirinya dan mengulurkan tangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kami siap main”, rabbi itu bicara dalam bahasa Yiddish, menjabat tangan Pak Galanter dengan sikap yang jelas tak bersahabat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baiklah”, Pak Galanter berkata dalam bahasa Inggris dan tersenyum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Rabi itu menebar pandang ke lapangan. “Kau sudah main?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Maksudnya?” kata Pak Galanter.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kalian sudah berlatih?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar, tentu – “.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kami ingin berlatih”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Maksudnya?” kata Pak Galanter lagi, nampak terkejut ia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kalian sudah berlatih, sekarang kami mau berlatih”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kalian tidak berlatih di lapangan kalian sendiri?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kami berlatih”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Nah, lalu – “.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tapi sebelumnya kami belum pernah main di lapanganmu. Kami butuh beberapa menit”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baik, cepatlah”, kata Pak Galanter. “Tak ada banyak waktu. Seharusnya tiap regu berlatih di lapangannya sendiri”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kami butuh lima menit”, tegas rabbi itu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baiklah – “, kata Pak Galanter. Senyumnya menghilang. Ia selalu ingin langsung bertanding saat kami main di kandang sendiri. Ia bilang hal itu menghindarkan kami dari pendinginan kembali.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Lima menit”, kata rabbi. “Bilang pada anak buahmu untuk meninggalkan lapangan”. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Maksudnya?” kata Pak Galanter.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kami tak bisa berlatih kalau anak buahmu masih ada di lapangan. Perintahkan mereka untuk tinggalkan lapangan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baiklah, cepat”, kata Pak Galanter, lalu termangu. Lama ia berpikir. Gerombolan pemain hitam-putih di belakang rabbi berdiri tegak, menunggu. Aku lihat Davey Cantor menyaruk-nyaruk aspal lapangan. “Baik, tak jadi soal. Lima menit. Hanya lima menit, cepatlah”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Perintahkan anak buahmu tinggalkan lapangan”, kata rabbi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter memandang lapangan dengan mata nanar, kelihatan agak terendahkan. “Semuanya keluar!” teriaknya, tidak sangat lantang. “Mereka mau pemanasan lima menit. Semangat, semangat. Terus gerakan tangan. Jaga tetap panas. Lempar bola berantai di belakang home. Ayo!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Para pemain menghambur keluar lapangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Gerombolan hitam-putih dekat pagar kawat masih berhimpun. Rabbi muda berbalik dan menatap regunya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia bicara dalam bahasa Yiddish. “Lapangan milik kalian selama lima menit”, katanya. “Camkan, kenapa dan untuk siapa kita bertanding”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lalu ia menyingkir ke pinggir, gerombolan hitam-putih pecah menjadi lima belas pemain individual yang masuk lapangan dengan bergegas. Salah seoran dari mereka adalah anak laki-laki tinggi dengan rambut warna pasir, lengan dan tungkai kakinya yang panjang kelihatan persegi penuh tulang, berdiri ia di home plate dan mulai memukul bola. Ia sambar bola agak menyusur tanah dan melambung, para penjaga berteriak saling menyemangati dalam bahasa Yiddish. Mereka menata diri mereka sendiri tak beraturan, menjatuhkan bola agak menyusur tanah, melempar liar, pontang-panting mengejar bola-bola yang melayang. Aku melihat ke arah rabbi muda. Duduk ia di bangku dekat pagar kawat sedang membaca bukunya. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Di belakang pagar kawat, di sebuah tanah lapang, Pak Galanter memastikan kami terus melempar bola berantai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Terus lempar bola!”, ia acungkan tinjunya pada kami. “Tak seorangpun boleh menghindar dari pertempuran ini! Jangan remehkan musuh!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Tapi sesimpul senyum masih melintang di wajahnya. Sekarang, saat memperhatikan regu lain, ia kelihatan sama sekali tak memperdulikan hasil pertandingan. Di jeda antara melempar, menangkap, dan melempar bola padaku, aku berkata pada diriku sendiri kalau aku suka Pak Galanter, aku heran alangkah teguhnya ia menggunakan ungkapan perang dan kenapa ia tak masuk tentara. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Davey Cantor melewatiku, mengejar bola yang bergulir di sela dua kakinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Para pembunuh”, aku menyeringai padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau akan lihat”, katanya seraya membungkuk pungut bola.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Pasti”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Khususnya ia yang sedang memukul. Kau akan lihat”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Bola meluncur kembali ke arahku, dan aku menangkapnya dengan sigap lalu melemparkannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Siapa yang sedang memukul itu?” aku bertanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Danny Saunders”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Maaf ketidaktahuanku, tapi siapa Danny Saunders?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Putra Reb Saunders”, kata Davey Cantor sambil mengerdip mata.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku terkesan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau akan lihat”, kata Davey Cantor, lalu berlalu dengan bolanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ayahku, yang tak suka sekali dengan komunitas Hasidik dan dinasti kerabbiannya, telah bercerita padaku tentang Rabbi Issac Saunders dan semangatnya mengurus umat serta menanggapi pertanyaan-pertanyaan tentang hukum Yahudi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat Pak Galanter melihat arlojinya, lalu menatap regu yang ada di lapangan. Rupanya lima menit telah usai, namun para pemain masih juga menyandera lapangan. Danny Saunders sekarang di base pertama, aku perhatikan lengan dan tungkai kakinya yang panjang yang dapat digunakan pada sebuah kesempatan bagus untuk meregang dan melompat sehingga ia bisa menangkap bola liar yang melintas di jalurnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter menghampiri rabbi muda yang masih duduk di bangku dan sedang membaca.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Lima menit sudah”, katanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Rabbi menebar pandang ke lapangan. Cukup!” teriaknya dalam bahasa Yiddish. “Sekarang saat bertanding!” lalu ia menyimak buku dan melanjutkan membacanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Para pemain berantai melempar bola selama satu atau dua menit lagi, lalu pelan-pelan mengosongkan lapangan. Danny Saunders berjalan melewatiku, masih memakai sarung tangan baseman pertama. Ia jauh lebih tinggi dariku, dan sangat berbeda dengan diriku yang serba biasa saja karena keserasian roman muka dan rambut gelapnya, wajahnya seperti terpahat dari batu. Dagu, rahang, dan tulang pipinya membentuk tonjolan garis tegas, hidungnya lurus menjulang, bibirnya yang penuh mendaki sudut curam dari titik pangkal di bawah hidungnya lalu melandai membentuk sebuah mulut yang lebar. Sepasang matanya biru menggelap dan sejumput rambut menyurai di dagu, tulang rahang, dan di atas bibirnya, rambut kepalanya tercukur nyaris, kucirnya yang menjuntai di sepanjang sisi kedua telinganya berwarna pasir. Ia bergabung dalam kumpulan yang terberai, berjalan seperti mengurai lengan dan kakinya, bicara dalam bahasa Yiddish pada seorang anggota regunya dan sama sekali mengabaikanku saat ia melintas. Aku katakan pada diriku sendiri kalau aku tak menyukai brewok Hasidiknya yang mengesankan keangkuhan, dan akan menyenangkan sekali untuk mempecundanginya sekaligus regunya dalam pertandingan siang ini. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Wasit, seorang instruktur olah raga dari sekolah paroki yang berjarak dua blok memanggil dua regu bersama-sama untuk menuntukan siapa yang akan memukul pertama. Aku lihat ia melempar tongkat pemukul ke udara. Tongkat pemukul itu tertangkap dan hampir dijatuhkan oleh seorang pemain dari regu lawan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sewaktu pengundian singkat Davey Cantor menghampiriku dan berdiri di sebelahku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana pendapatmu”, tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka gerombolan yang congkak”, kataku padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Apa pendapatmu mengenai permainan mereka?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka pecundang”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka pembunuh”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ah, ayolah, Davey”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau akan lihat”, kata Davey Cantor sambil menatapku masam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku baru saja lihat”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau tak lihat apapun”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sungguh”, kataku. “<i>Nabi Elijah</i> masuk regu mereka untuk melempar bola saat keadaan genting”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku tak sedang bercanda”, katanya, nampak jengkel.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Para pembunuh”, aku berkata padanya dan tertawa.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Dua regu mulai berpencar. Kami kalah undian, dan mereka putuskan memukul dulu. Aku menuju posisiku di base kedua. Rabbi aku lihat sedang duduk di bangku dekat pagar kawat sambil membaca. Dengan berantai kami melempar bola sesaat. Pak Galanter berdiri di tepi base ketiga, meneriakan kata-kata penyemangat pada kami. Hangat, aku sedikit berpeluh dan punya perasaan nyaman. Kemudian wasit, yang sudah mengambil posisi di belakang <i>pitcher</i>, meminta bola. Seseorang melemparkan padanya. Ia memberikannya pada pitcher dan berteriak, “Sekarang kita mulai! Mainkan bola!”. Kami mantapkan posisi kami.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter teriak, “Goldberg, masuk!” Dan Sidney Goldberg, <i>shortstop</i> kami, maju dua langkah dan bergeser sedikit lebih mendekati base ketiga. “Oke, bagus”, kata Pak Galanter. “Jangan lengah!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Anak laki-laki bertubuh pendek dan kurus menuju plate, berdiri di sana dengan sedua kaki rapat, dengan canggung memegang tongkat pemukul di atas kepalanya. Ia memakai kacamata berbingkai baja yang menjepit wajahnya, model orang tua. Sambarannya tak menyasar pada lemparan pertama, dan kekuatan ayunannya memelintirnya seputaran penuh. Di sisi kepala kucirnya berguncang, ikut berputar dalam lingkaran horisontal. Kemudian ia tata lagi dirinya, kembali ke posisinya di plate, kurus, pendek, tungkai kakinya merapat, memegang tongkat pemukulnya di atas kepala dengan genggaman canggung. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Wasit memanggil pemukul dengan suara keras jernih, dan aku lihat Sidney Goldberg melihatku, menyeringai lebar ia.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Jika ia belajar Talmud seperti itu, ia mampus”, kata Sidney Golberg.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku balik menyeringai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Jaga dengan ketat!” Pak Galanter berteriak dari base ketiga. “Malter, geser sedikit ke kiri! Bagus!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lemparan berikutnya sangat tinggi, dan anak itu menyambarnya, pukulannya meleset dan bola jatuh di atas tangannya. Sidney Goldberg dan aku saling berpandangan lagi. Sidney sekelas denganku. Kami tinggal di gedung yang sama, bertubuh kurus dan lentur, tangan dan kakinya cekatan. Ia bukan murid yang cakap, tapi ia shortstop yang istimewa. Kami bertempat tinggal di blok yang sama dan berhubungan baik meski bukan kawan karib. Ia memakai kaos dalam dan celana jengki, tak mengenakan baju bersudut empat. Aku pakai kaos biru muda, pantalon biru gelap, dan juga mengenakan baju bersudut empat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tinggal dua lagi seperti tadi!” aku berteriak menyemangati pitcher. “Dua lagi, Schwartzie!”. Dan aku bicara sendiri, para pembunuh.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat Danny Saunders menghampiri anak laki-laki yang baru saja gagal dan bicara padanya. Anak laki-laki itu menunduk dan kelihatan muram. Dengan menundukan kepala ia menyingkir ke belakang pagar kawat. Lagi, anak bertubuh pendek dan kurus mengambil posisi di plate. Aku mencari-cari Davey Cantor, tapi tak melihatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Anak itu menyambar dua lemparan pertama tanpa sasar. Ia sambar lagi lemparan ketiga, lalu aku dengar suara keras <i>thwak</i> saat tongkat pemukul menumbuk, selanjutnya bola tampak bergerak melintir, lurus ke arah Sidney Goldberg, dan ia menangkapnya, agak memantul dan akhirnya tergenggam dalam sarung tangannya. Ia mengirimkan padaku, dan kami melemparkannya berantai. Aku lihat ia lepas sarung tangannya dan memegang tangan kirinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sakit”, katanya, menyeringai ia padaku. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tangkapan bagus”, kataku padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ini sangat sakit sekali”, katanya sambil memakai kembali sarung tangannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pemukul yang sekarang berdiri di plate berpundak lebar, kekar seperti beruang. Ia menyambar lemparan pertama, meleset, lalu menyambar lagi lemparan kedua dan bola melesat lurus di atas kepala baseman ketiga menuju kiri lapangan. Aku meneriaki bola. Aku lihat penjaga sebelah kiri menangkapnya pada pantulan kedua dan meneruskan padaku. Bola datang agak melambung, aku acungkan sarung tanganku untuk meraih. Aku rasa pemukul itu tak hanya terlihat berupaya menuju base kedua, dan saat aku petik bola dengan sarung tanganku ia melanggarku seperti truk. Bola meluncur di atas kepalaku, aku tersungkur keras di atas aspal lapangan, lalu ia melewatiku menuju base ketiga, jejumbai berkibar di belakangnya, tangan kanannya memegangi kupluk di atas kepala supaya tidak terlepas. Abe Goodstein, baseman pertama kami memungut bola dan mencampakannya ke home. Pemukul itu berdiri di base ketiga dengan seringai lebar di wajahnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Regu yeshiva meledak dalam sorai liar, meneriakan kata-kata selamat dalam bahasa Yiddish kepada pemukul. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sidney Goldberg membantuku bangkit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ini curang”, katanya. “Kau tak halangi jalannya!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Wow”, kataku, lalu menghela nafas dalam. Telapak tangan kiriku terluka. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sangat curang”, kata Sidney Goldberg.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat Pak Galanter menghambur masuk lapangan untuk bicara pada wasit. “Permainan macam apa itu tadi?” tanyanya dengan sengit. “Bagimana kau terapkan peraturan?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aman di base ketiga”, kata wasit. “Pemainmu menghalangi jalan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Mulut Pak Galanter ternganga. “Bagaimana?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aman di base ketiga”, ulang wasit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter nampak siap mendebat, terdiam, lalu menatapku. “Kau baik-baik saja, Malter?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak apa-apa”, kataku, mengambil nafas dalam lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter jalan meninggalkan lapangan dengan marah.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mainkan bola”, seru wasit.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Regu yeshiva mereda. Aku lihat rabbi muda itu sekarang melepas pandangan dari bukunya dan tersenyum simpul.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pemain bertubuh tinggi kurus berjalan ke plate, menata kakinya dalam posisi yang benar, mengayun-ayunkan tongkat pemukulnya, lalu membungkuk bersiaga. Aku lihat ia adalah Danny Saunders. Tangan kiriku yang masih terasa sakit karena jatuh kugerak-gerakan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mundur! Mundur!” seru Pak Galanter dari pinggir base ketiga, dan aku ambil dua langkah ke belakang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku membungkuk, menunggu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lemparan pertama meliar, dan regu yeshiva meledak dalam tawa yang keras. Rabbi muda yang duduk di bangku memperhatikan Danny Saunders dengan seksama. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tenang, Schwartzie!”, aku berteriak menyemangati pitcher. “Tinggal sekali lagi”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lemparan berikutnya kira-kira satu kaki di atas kepala Danny Saunders, dan regu yeshiva riuh tertawa. Sidney Goldberg dan aku saling berpandangan. Aku lihat Pak Galanter berdiri mematung di pinggir base ketiga, memelototi pitcher. Rabbi masih memperhatikan Danny Saunders.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lemparan tangan kiri Schwartzie berikutnya bagus dan lurus melambat, sebelum bola separuh perjalanan ke plate aku tahu Danny Saunders akan berupaya menyambarnya. Aku tahu karena kaki kirinya bergerak bergerak maju dan tongkat pemukulnya condong ke belakang serta tubuhnya yang tinggi kurus mulai berpilin di sumbunya. Tegang aku menunggu suara tongkat pemukul menumbuk bola, dan ketika hal itu terjadi suaranya seperti tembakan. Dalam hitungan detik yang meliar, pandanganku pada bola menghilang. Lalu aku lihat Schwartzie tiarap di tanah dan bola menembus udara tepat dimana kepala Schwartzie pernah berada, aku berupaya menangkapnya, tapi bola terlalu menderas keras, dan aku baru meraihkan sarung tanganku sebelum bola itu sampai di tengah lapangan. Bola itu ditangkap pada sekali pantul dan dilemparkan ke Sidney Goldberg , tapi pada saat bersamaan Danny Saunders telah berdiri mantap di baseku, dan regu yeshiva kegirangan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter minta waktu dan berjalan untuk bicara pada Schwartzie. Sidney Goldberg mengangguk padaku, dan kami berdua menghampiri mereka.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bola itu bisa membunuhku!”, kata Schwartzie. Ia punya tubuh sedang, berwajah lonjong penuh jerawat. Diusapnya keringat di wajahnya. “Astaga, kau lihat bola itu?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku melihatnya”, kata pak Galanter dengan masam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bola itu terlalu deras untuk dihentikan Pak Galanter”, kataku membela Schwartzie.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku dengar tentang Danny Saunders itu”, kata Sidney Goldberg. “Ia selalu memukul bola ke pitcher”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Harusnya kau bilang padaku”, keluh Schwartzie. “Aku bisa bersiap”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku hanya mendengar tentang hal itu”, kata Sidney Goldberg. “Kau selalu percayai apapun yang kau dengar?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Astaga, bola itu bisa membunuhku!” kata Schwartzie lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau masih ingin melempar?” kata Pak Galanter. Kilau tipis keringat menyaput dahinya, ia nampak sangat masam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tentu, Pak Galanter”, kata Schwartzie. “Aku baik-baik saja”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau yakin?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Yakin, aku yakin”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Perang ini tak butuh pahlawan”, kata Pak Galanter. “Aku butuh serdadu-serdadu hidup, bukan pahlawan mati”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku bukan pahlawan”, kata Schwartzie, mulutnya nggerundel mengeluh. “Aku masih bisa menyelesaikannya, Pak Galanter. Astaga, ini baru <i>inning</i> pertama”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Baiklah prajurit”, kata Pak Galanter tak lagi sangat antusias. “Bertahanlah saja dalam pertempuran ini”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku akan lakukan yang terbaik, Pak Galanter”, kata Schwartzie.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter mengangguk, masih kelihatan masam, lalu melangkah keluar lapangan. Aku lihat ia keluarkan saputangan dari sakunya dan mengelap dahinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Astaga!” kata Schwartzie, sekarang Pak Galanter sudah di pinggir. “Bajingan itu menyasar tepat kepalaku!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ayolah Schwartzie”, kataku. “Siapa ia, <i>Babe Ruth</i>?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau dengar apa yang Sidney katakan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Jangan berikan mereka piring perak agar mereka tak menyantap seperti tadi”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Siapa berikan piring perak pada mereka?” keluh Schwartzie. “Tadi itu lemparan yang bagus”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Wasit datang menghampiri kami. “Kalian mau ngobrol di sini sepanjang siang?” tanyanya. Ia adalah seorang laki-laki yang pendek gemuk berumur akhir empat puluhan dan nampak tak sabaran.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak, Pak”, aku berkata sangat sopan, lalu aku dan Sidney lari kembali ke tempat kami masing-masing.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Danny Saunders berdiri di baseku, pakaian putihnya lengket di lengan dan punggungnya karena basah oleh keringat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Itu tadi tembakan yang bagus”, aku menukas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia melihat padaku curiga dan tak katakan apapun.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau selalu memukul ke arah pitcher?” aku bertanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia tersenyum simpul. “Kau Rauven Malter”, ia berkata dalam bahasa Inggris yang sempurna. Bersuara rendah dan sengau.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar”, kataku, terkejut, dimana ia dengar namaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ayahmu David Malter, orang yang menulis tentang Talmud?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ya”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku katakan pada reguku, siang ini kita akan membunuhmu <i>apikorsim</i>”, ia berkata datar, tanpa alunan ekspresi dalam suaranya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku melotot padanya, dan aku berharap perasaan dingin yang tiba-tiba mencengkeramku tak nampak di wajahku. “Pasti”, kataku. “Gosok tzitzitmu untuk keberuntungan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku menyingkir darinya, mengambil posisi dekat base. Di dekat pagar kawat aku lihat Davey Cantor berdiri menatap lapangan, tangannya di saku. Aku segera membungkuk. Schwartzie siap melempar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pemukul menyambar liar pada dua lemparan pertama, keduanya meleset. Lemparan berikutnya yang datang rendah dihantamnya, bola menumbuk tanah memantul ke arah baseman pertama, ia menjatuhkannya, pontang-panting mengejarnya, dan berhasil menangkapnya ketika Danny Saunders terlihat mengiris plate. Baseman pertama untuk sesaat berdiri terdiam, kuyup bermalu, lalu mengirim bola ke Schwartzie. Aku lihat Pak Galanter berdiri dekat base ketiga, menyeka dahinya. Regu yeshiva kembali bersorak riuh, mereka semua berusaha menghampiri Danny Saunders untuk menyalam tangannya. Aku lihat rabbi tersenyum lebar, lalu membaca buku lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sidney Goldberg menghampiriku. “Apa yang Saunders katakan padamu?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ia bilang siang ini mereka akan membunuh kita, apikorsim”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia menatap padaku. “Itulah orang-orang yang baik, itulah orang-orang yeshiva”, ia berkata dan berjalan perlahan kembali ke tempatnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pemukul berikutnya menyambar bola jauh melambung ke arah kanan lapangan. Bola itu dapat dipotong di udara.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Hore”, kata Sidney Goldberg masam saat kita di ujung luar lapangan. “Selanjutnya mereka meminta kita bergabung dengan mereka pada <i>Mincha Service</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak”, kataku. “Kita tak cukup suci”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Dimana mereka belajar memukul seperti itu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Siapa yang tahu?” kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami berdiri dekat pagar kawat, rapat melingkari Pak Galanter.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Cukup dua <i>run</i>”, kata Pak Galanter seraya meninjukan kepalan tangan kanannya ke tangan kiri. “Setelah mereka menghajar kita dengan segala yang mereka punya. Kini giliran kita, beri mereka senjata berat yang kita punya. Sekarang kita berondong mereka!”. Aku lihat ia nampak lega walau masih berpeluh. Kupluk melengket di kepalanya karena keringat. “Baik!” katanya. “Serbu!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lingkaran pecah, Sidney Goldberg berjalan ke plate, membawa tongkat pemukul. Aku lihat rabbi masih duduk di bangku, membaca. Aku berjalan mengitar di belakangnya untuk melihat buku apa ketika Davey Cantor menghampiri, dua tangannya masuk saku, sepasang matanya masih saja muram.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana apa?” kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku bilang mereka bisa memukul”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Begitulah yang kau katakan padaku. Lalu apa?” aku tak bergairah menanggapi perasaannya yang berantakan, dan aku biarkan suaraku memperlihatkannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia rasakan kejengkelanku. “Aku tak mau omong besar atau apapun”, katanya, nampak luka hati ia. “Aku hanya ingin tahu apa pendapatmu.”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka dapat memukul”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka para pembunuh”, katanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku perhatikan Sidney Goldberg membiarkan satu lemparan berlalu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana tanganmu?” tanya Davey Cantor.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tanganku luka”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Keras sekali ia menubrukmu”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Siapa ia?” </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Dov Shlomovitz”, kata Davey Cantor. “Sebagiamana namanya, begitulah ia”. Lalu ia jelaskan dalam bahasa Ibrani “Dov” berarti beruang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Apa aku menghalanginya?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Davey Cantor mengangkat bahu. “Kau menghalangi dan tak menghalangi. Wasit tak bisa putuskan lain hal”. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ia menabrak seperti truk”, kataku, sambil memperhatikan Sidney Goldberg menapak mundur karena lemparan yang mendekat.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau seharusnya lihat ayahnya. Ia salah seorang <i>shamashim</i> Reb Saunders. Tugasnya seperti bodyguard”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Reb Saunders punya bodyguard?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Benar, ia punya beberapa bodyguard”, kata Davey Cantor. “Mereka melindunginya dari popularitasnya sendiri. Di mana kau tinggal selama ini?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku tak ada urusan dengan mereka”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau melewatkan suatu hal, Rauven”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana bisa kau tahu banyak mengenai Reb Saunders?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ayahku memberi sokongan padanya”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Yah, itu bagus buat ayahmu”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ia tak sembah yang ada di sana atau apa pun. Ia hanya beri sokongan”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau ada di regu yang salah”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak, aku bukan, Rauven. Jangan seperti itu”, ia kelihatan sangat terpukul. “Ayahku bukan Hasid atau apapun. Ia hanya beri mereka sejumlah uang beberapa kali setahun”. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku cuma bercanda, Davey”, aku menyeringai padanya. “Jangan seriusi segala hal”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat wajahnya mengembangkan senyum riang, dan sejurus kemudian Sidney Goldberg memukul dengan keras, rendah menyusur tanah lalu ia lari ke base pertama. Bola melesat ke kanan, terpental kaki shortstop ke tengah lapangan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tahan di base pertama!” Pak Galanter meneriakinya, Sidney berhenti dan berdiri di base pertama.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Bola dikirimkan dengan cepat ke base kedua. Baseman kedua melihat ke arah base pertama, lalu melempar bola ke pitcher. Rabbi mengangkat wajahnya sesaat, lalu kembali ke bacaannya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Malter, latih ia dulu!” Pak Galanter berteriak dan aku lari menuju baseline.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Mereka dapat memukul, tapi tidak becus menjaga”, kata Sidney Goldberg, menyeringai padaku saat aku sampai di tepi base.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Davey Cantor bilang mereka para pembunuh”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Davey si malang dan pemurung tua”, kata Sidney Goldberg sambil menyeringai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Danny Saunders berdiri jauh dari base, bersikap abai pada kami berdua.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pemukul berikutnya menghantam bola melambung jauh ke arah baseman kedua. Ia menangkap, menjatuhkan, dan menangkapnya lagi, lalu pontang-panting mengejar Sidney Goldberg ketika ia berlalu melewatinya ke base kedua.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> <span style="color: maroon;">“</span><i>Safe all round!</i>” seru wasit, regu kami memekik girang. Pak Galanter tersenyum . Rabbi melanjutkan membaca, dan sekarang aku lihat tubuh bagian atasnya bergerak pelan ke depan dan belakang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Terus buka mata, Sidney!” aku berteriak dari pinggir base pertama. Aku lihat Danny Saunders memperhatikanku, lalu membuang pandang. Para pembunuh, pikirku. Lebih mirip orang-orang sinting.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bola akan lari kesetanan jika menyusur tanah”, kataku kepada pemukul yang berdiri di base pertama, ia mengangguk padaku. Ia baseman ketiga kami, tubuhnya kira-kira sebesar aku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kalau mereka terus menjaga seperti tadi kita akan di sini sampai besok”, katanya, dan aku menyeringai padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat Pak Galanter bicara pada pemukul berikutnya yang menganggukan kepala penuh semangat . Ia melangkah ke plate, memukul keras menyusur tanah ke arah pitcher yang gagal menangkapnya sesaat lalu melemparkannya ke base pertama. Aku lihat Danny Saunders meraih dan menangkapnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Keluar”, seru wasit. “<i>Safe on second and third!</i>”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sambil berlari ke plate untuk memukul aku hampir terbahak atas ketololan pitcher. Ia malah melemparkannya ke base pertama dari pada ke base kedua, dan sekarang kami punya Sidney Goldberg di base ketiga dan seorang lagi di base kedua. Aku pukul bola mendatar menyusur tanah ke arah shortstop dan ia malah melemparkannya ke base pertama daripada ke base kedua. Bola meluncur liar dan Danny Saunders kembali meregangkan tubuh dan menghentikannya. Tapi aku kalahkan lemparan dan ku dengar wasit menyeru, <span style="color: maroon;">“</span><i>Safe all round! One in!</i><span style="color: maroon;">”.</span> Dan semua orang dalam regu kami menepuk punggung Sidney Goldberg. Pak Galanter tersenyum lebar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Halo lagi”, kataku pada Danny Saunders yang berdiri di dekatku, menjaga basenya. “Sudah kau gosok tzitzitmu?”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia melihat padaku, lalu perlahan-lahan beralih, wajahnya tanpa ekspresi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Shwartzie di plate, mengayun-ayunkan tongkat pemukulnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tetap buka matamu!” teriakku pada <i>runner </i>di base ketiga. Ia kelihatan amat bernafsu menuju home. “Tinggal sekali lesat”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia lambaikan tangannya padaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Schwartzie menerima dua bola dan satu <i>strike</i>, lalu aku melihatnya mulai berputar pada lemparan keempat. Runner di base ketiga berlari untuk home. Ia hampir seperempat lagi sampai di baseline ketika pemukul mengirim bola menyusur garis lurus ke baseman ketiga, anak laki-laki bertubuh kurus pendek dengan kacamata dan muka tua, yang berdiri mengangkangi base dan sekarang menangkap bola dengan perutnya dari pada dengan sarung tangannya, berusaha begitu rupa untuk menggenggamnya, dan berdiri di sana, kelihatan bingung dan heran.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku kembali di base pertama dan melihat pemain kami yang sebelumnya di base ketiga, yang sekarang separuh jalan menuju home plate, berbelok tajam dan mulai panik berlari balik.</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh4.googleusercontent.com/-6YubMITgTsc/TXTHoo9JHEI/AAAAAAAAAC8/Y9qasmDNeGw/s1600/images+choosen.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://lh4.googleusercontent.com/-6YubMITgTsc/TXTHoo9JHEI/AAAAAAAAAC8/Y9qasmDNeGw/s320/images+choosen.jpg" width="232" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Berdiri di base!” seruan Danny Saunders dalam bahasa Yiddish mengiris lapangan, dan kelihatan lebih patuh dari pada mengerti, baseman ketiga memaku kakinya di base.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Regu yeshiva riuh kegirangan, menghambur keluar lapangan. Danny Saunders melihat padaku, mengatakan sesuatu yang bermaksud menghentikan , lalu bergegas menyingkir.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat Pak Galanter hendak kembali ke baseline ketiga, mukanya kecut. Rabbi mengangkat wajahnya dan tersenyum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku mengambil posisi dekat base kedua, Sidney Goldberg menghampiriku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kenapa ia harus keluar seperti itu?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku memelototi baseman ketiga kami yang berdiri dekat Pak Galanter dan terlihat sangat murung.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ia ingin cepat-cepat memenangkan pertempuran”, kataku dengan getir.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tolol sekali”, kata Sidney Goldberg.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Goldberg, kembali ke tempatmu!” bentak Pak Galanter. Di dalam suaranya tersimpan kemarahan. “Ayo, jaga pertahanan dengan ketat!”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sidney Goldberg segera kembali ke posisinya. Aku berdiri tegak dan menunggu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Cuaca panas, keringat mengalir di balik pakaianku. Aku merasa gagang kacamataku mengiris masuk kulit telinga atasku, aku lepas kacamataku sesaat dan mengosok-gosokan jariku pada permukaan kulit yang terjepit, kemudian memasangnya lagi dengan segera karena Schwartzie segera sampai di tempatnya. Aku merunduk ke bawah, mengingat janji Danny Saunders ke regunya bahwa mereka akan membunuh kami, <i>apikorsim</i>. Kata yang secara umum berarti seorang Yahudi yang terdidik Judaisme tapi mengingkari ajaran keyakinan dasar seperti keberadaan Tuhan, wahyu, dan kebangkitan setelah mati. Bagi orang seperti Reb Saunders, hal tersebut juga berlaku bagi kebanyakan orang Yahudi terdidik yang mungkin membaca apa yang <i>Darwin</i> tuliskan, dan yang tidak memakai kucir kuris dan jejumbai di luar pantalonnya. Aku adalah seorang <i>apikoros</i> bagi Danny Saunders, meskipun aku meyakini Tuhan dan Taurat, karena aku tak punya kucir kuris dan masuk sebuah sekolah paroki dimana terlalu banyak pelajaran berbahasa Inggris yang diberikan dan dimana pelajaran-pelajaran Yahudi diajarkan dalam bahasa Ibrani dari pada Yiddish, keduanya adalah dosa besar, yang pertama, karena hal itu menyia-nyiakan waktu tanpa mempelajari Taurat, berikutnya karena Ibrani adalah Bahasa Suci dan memakainya dalam pelajaran kelas umum adalah menodai nama Tuhan. Aku belum pernah benar-benar punya hubungan pribadi dengan orang Yahudi golongan ini sebelumnya. Ayahku pernah berkata padaku ia tidak ambil pusing dengan kepercayaan mereka. Apa yang paling menjengkelkan dari mereka adalah rasa fanatik mereka atas kebenaran, keyakinan absolut bahwa mereka dan hanya mereka sendiri yang mempunyai telinga Tuhan, dan semua Yahudi lain salah, salah mutlak, seorang pendosa, munafik, apikoros, dan sengsara, akhirnya terbakar di neraka. Aku sendiri merasa heran bagaimana mereka belajar memukul bola seperti itu kalau waktu untuk belajar Taurat teramat berharga dan mengapa mereka menyertakan seorang rabbi untuk meluangkan waktunya duduk di bangku sepanjang pertandingan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Dengan berdiri di atas lapangan dan memperhatikan seorang anak laki-laki yang menyambar sebuah bola dan gagal, aku merasakan diriku mendadak sangat marah, hal tersebut merupakan titik pangkal dimana bagiku pertandingan berhenti menjadi sekedar pertandingan dan menjelma peperangan. Kini kegembiraan dan keasyikan lenyap. Bagaimanapun regu yeshiva telah menganggap pertandingan baseball siang ini sebagai sebuah konflik antara apa yang mereka anggap sebagai kebenaran mereka dan keberdosaan kami. Aku dapati diriku tumbuh lebih dan lebih marah, aku merasa kemarahan mulai memusatkan diri kepada Danny Saunders, dan dengan tiba-tiba sangat gampang bagiku untuk membencinya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Schwartzie membiarkan lima pemain mereka berada di plate pada setengah inning dan membiarkan salah seorang dari mereka mencetak angka. Kadang selama setengah inning ini, seorang anggota regu yeshiva meneriaki kami dalam bahasa Yiddish, “Terbakar di neraka, kau apikorsim!” Setelah berlalunya setengah inning ini, kami berdiri mengitari Pak Galanter dekat pagar kawat, kami semua tahu kalau ini bukan hanya pertandingan lagi.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter basah berkeringat, wajahnya masam. Semua yang ia katakan adalah “Sekarang kita hati-hati. Jangan lagi ada kesalahan”. Ia mengatakannya dengan sangat tenang, kami semua diam, sangat diam, sampai pemukul menuju plate.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami meneruskan permainan dengan lambat, bertanding hati-hati, <span style="color: maroon;">bunting</span> kapanpun kami harus, mengorbankan pergerakan runner ke depan, mematuhi instruksi Pak Galanter. Aku perhatikan tak jadi masalah di base mana runner berada, regu yeshiva selalu melempar ke arah Danny Saunders, aku simpulkan mereka melakukan hal itu karena ia satu-satunya pemain bertahan yang dapat dipercaya menghentikan lemparan bola mereka yang ngawur. Kadang selama inning ini aku berjalan ke belakang rabbi dan melihat buku yang ia baca melalui bahunya. Aku melihat kata-kata berbahasa Yiddish, dan berjalan kembali ke pagar kawat. Davey Cantor menghampiri dan berdiri di sebelahku, tapi ia hanya diam.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami hanya mencetak sekali run pada inning ini, lalu kami berjalan ke lapangan untuk paruh pertama dari inning ketiga dengan perasaan lunglai.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Dov Shlomovitz menuju di plate. Ia berdiri di sana seperti seekor beruang, tongkat pemukul kelihatan seperti tongkat mainan di tangannya yang berdaging. Schwartzie melempar, dan ia memapras bola dengan cekatan ke atas kepala baseman ketiga. Regu yeshiva meriuh, dan lagi seorang dari mereka meneriaki kami dalam bahasa Yiddish, “Terbakar kau apikorsim!”. Sidney Goldberg dan aku berpandangan, tanpa berkata-kata.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter berdiri di tepi base ketiga, menyeka dahinya. Rabbi duduk dengan tenang, membaca buku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lepas kacamata dan mengusap bagian atas telingaku. Dengan tiba-tiba aku merasakan ketaknyataan sesaat, seolah lapangan pertandingan yang berlantai aspal hitam dan putih di baselinenya kini adalah segenap duniaku, seolah-olah seluruh tahun-tahun awal hidupku membimbingku sedemikian rupa pada pertandingan ini, dan seluruh tahun-tahun masa depan hidupku akan bergantung sepenuhnya pada hasil pertandingan ini. Aku berdiri di sana untuk sesaat, memasang kacamata dan merasa giris. Lalu aku ambil nafas dalam, perasaan tersebut berlalu. Ini cuma pertandingan, aku bilang pada diriku sendiri. Pertandingan baseball apa?</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter meneriaki kami agar bergerak mundur. Aku berdiri beberapa kaki di sebelah kiri base kedua, dan aku ambil dua langkah ke belakang. Danny Saunders aku lihat telah berada di plate, mengayun-ayunkan tongkat pemukulnya. Regu yeshiva berteriak padanya dalam bahasa Yiddish agar ia membunuh kami apikorsim.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Schwartzie menengok sekeliling untuk mencek lapangan. Ia terlihat cemas dan sedang mengambil waktu. Sidney Goldberg berdiri tegak, menunggu. Kami saling berpandangan, lalu memandang jauh. Pak Galanter sangat membeku di tepi base ketiga, memperhatikan Schwartzie.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Lemparan pertama sangat rendah, Danny Saunders mengabaikannya. Bola kedua mulai datang setinggi bahu, dan sebelum bola meluncur dua pertiga jalan menuju plate, aku telah bersiaga di base kedua. Sarung tanganku akan terangkat ketika tongkat pemukul membentur bola, aku lihat bola melesat dalam garis lurus langsung ke arah kepala Schwartzie, tinggi di atas kepalanya, meluncur sangat cepat sebelum ia punya waktu mendapatkan lagi keseimbangannya setelah melempar, bola telah melaluinya. Aku lihat Dov Shlomovitz bergerak ke arahku dan Danny Saunders melaju ke base pertama, aku dengar regu berteriak dan Sidney Goldberg menjerit, aku melompat, mendorong diriku sendiri naik mengatas tanah dengan seluruh kekuatan yang aku punya di tungkai kakiku, merentangkan sarung tanganku sampai aku perpikir akan lepas dari bahuku. Bola membentur sarung tanganku dengan satu tumbukan yang mengebaskan tanganku dan menyengatku seperti kejut listrik, lalu aku rasakan suatu kekuatan menarikku ke belakang dan menghempaskanku tanpa keseimbangan, aku terjengkang keras di atas pinggul dan sikuku. Aku lihat Dov Shlomovitz berputar dan mulai balik ke base pertama, lantas aku berupaya bangkit pada posisi duduk dan melempar bola sekenanya ke Sidney Goldberg yang menangkap dan menyentakannya ke baseman pertama. Aku dengar wasit menyeru, “Keluar!” lalu Sidney Goldberg lari menghampiri untuk membantuku berdiri, wajahnya terlihat tak percaya dan mabuk kegembiraan. Pak Galanter berteriak, “Waktu!” lantas berlari masuk lapangan. Schwartzie di posisi pitcher mulutnya ternganga. Danny Saunders berdiri di atas baseline beberapa kaki dari base pertama tempat ia terhenti setelah aku menangkap bola, menatap padaku, dan regu yeshiva sepi memati. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tangkapan hebat, Rauven!” kata Sidney Goldberg seraya menepuk bahuku. “Menakjubkan!”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku lihat regu kami yang semula loyo dengan tiba-tiba kembali hidup dan melempar bola berantai juga membahas pertandingan.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pak Galanter menghampiriku. “Kau baik-baik saja Malter?” tanyanya. “Biar aku lihat sikumu”. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku perlihatkan sikuku padanya. Sikuku tergores, tapi kulitnya belum terkelupas.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tadi permainan yang bagus”, kata Pak Galanter, berseri-seri padaku. Aku lihat wajahnya masih tersaput keringat, tapi ia tersenyum lebar sekarang.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Terima kasih, Pak Galanter”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Bagaimana tanganmu?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sedikit sakit”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Biar kulihat”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Sarung tangan kulepas, Pak Galanter memukul juga menekuk pergelangan dan jeriji tanganku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sakitkah?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tidak”, aku berbohong.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau ingin terus main?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Tentu, Pak Galanter”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Oke”, katanya, tersenyum padaku dan mengusap punggungku. “Kami akan beri kau <i>Purple Heart</i> untuk yang tadi, Malter”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku menyeringai padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Oke”, kata Pak Galanter. “Ayo, perketat pertahanan!”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia berjalan keluar, tersenyum.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku tak bakal bisa menangkap seperti kau tadi”, kata Sidney Goldberg.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau melempar bola ke baseman pertama dengan sangat bagus”, kataku padanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Yeah”, katanya. “Sementara itu kau sedang duduk di atas ekormu”.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Kami saling menyeringai dan menuju posisi kami masing-masing.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pada inning ini ada dua lagi dari regu yeshiva yang memukul. Yang pertama memukul lurus, dan yang kedua memukul melambung pendek, yang ditangkap Sidney Goldberg tanpa bergerak. Kami mencetak dua run pada inning ini, dan satu run di inning berikutnya, dan di paruh akhir inning kelima kami sudah memimpin lima:tiga. Empat pemain mereka sudah berdiri memukul pada akhir inning keempat, dan mereka hanya bisa menempatkan seorang di base pertama karena kesalahan kami. Saat kami mengambil lapangan pada paruh terakhir inning kelima, Pak Galanter berjalan hilir mudik di pinggir base ketiga di antara bola-bola di kakinya, berkeringat, tersenyum, menyeringai, mengusap kepalanya dengan cemas; rabbi tak lagi membaca; regu yeshiva senyap seperti mati. Davey Cantor bermain di base kedua, dan aku berdiri di posisi pitcher. Schwartzie mengaku sangat letih, dan semulai inning terakhir ini – jadwal sekolah paroki kami hanya mengijinkan kami bertanding lima inning – dan regu yeshiva punya kesempatan terakhir memukul, Pak Galanter tak ingin beri peluang dan memintaku untuk melempar. Davey Cantor adalah <i>fielder </i> yang buruk, namun Pak Galanter telah memperhitungkan lemparanku untuk mengakhiri pertandingan. Tangan kiriku masih luka karena menangkap, dan pergelangan tanganku terasa sakit kapanpun aku menangkap bola, tapi tangan kananku baik-baik saja, dan lemparan melesat cepat lalu akan jatuh melengkung hanya jika aku menghendakinya. Dov Shlomovitz berdiri di plate, menyambar tiga kali bola yang dilihatnya sebagai lemparan yang sempurna, dan tak memukul apapun kecuali angin. Ia berdiri di sana, kelihatan bingung setelah sambaran ketiga, lalu perlahan menyingkir. Kami melempar bola mengeliling pertahanan, dan Danny Saunders berdiri di plate.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Inilah hadiah dari seorang apikoros, pikirku, lalu bola kulempar. Bola menderas cepat dan keras, aku lihat kaki kiri Danny Saunders merentang, tongkat pemukulnya terangkat dan tubuhnya mulai berpilin. Ia baru menyambar ketika bola menggelincir membentuk lengkung, dan tongkat pemukul mengiris udara kosong dengan ganas, ia terpelintir dan sempoyongan. Kupluk hitamnya terlepas dari kepala, lalu ia berupaya menyeimbangkan dirinya dengan membungkuk secepatnya. Ia berdiri sesaat di sana, sangat membeku, menatapku. Lalu ia kembali ke posisinya di plate. Dari <i>catcher </i>bola kembali padaku, dan pergelangan tanganku terasa sakit ketika menangkap. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Regu yeshiva sangat senyap, dan rabbi mulai menggigit-gigit bibirnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku hilang kendali pada lemparan berikutnya dan melebar. Pada lemparan ketiga, aku melempar panjang, memperinci target dan mengirimkannya dengan pelan, bola lengkung menipu, pemukul pada umumnya selalu tergoda memukul dan selalu gagal. Ia benar-benar mengabaikannya dan wasit meminta bola.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Pergelangan tangan kiriku terasa mulai berdenyut ketika aku menangkap lemparan dari catcher. Aku terasa panas, berpeluh, dan gagang kacamataku mengiris hingga daging telingaku bagian atas akibat pergerakan kepalaku saat melempar.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Danny Saunders berdiri sangat membatu di plate, menunggu.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Oke, pikirku, membencinya dengan sangat. Inilah hadiah berikutnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Bola melaju ke plate dengan kencang, lurus, dan menggelincir sedikit di bawah sambarannnya. Susah payah ia mengendalikan dirinya sendiri agar tidak terpelintir, tapi ia jadi hilang keseimbangan lagi, sempoyongan dua atau tiga langkah ke depan sebelum ia bisa berdiri tegak.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Catcher mengembalikan bola, dan aku meringis karena nyeri di pergelangan tangan. Aku ambil bola dari sarung tanganku, menggenggam di tangan kanan lalu berputar sebentar untuk menebar pandang ke lapangan sambil menunggu nyeri di pergelangan tanganku reda. Saat aku berputar balik, aku lihat Danny Saunders tidak bergerak. Ia genggam tongkat pemukulnya di tangan kiri, berdiri sangat beku dan menatap padaku. Sepasang matanya menggelap, bibirnya terbelah seringai pandir yang gila. Aku dengar wasit menyeru, “Mainkan bola!” tapi Danny Saunders berdiri di sana, menatapku dan menyeringai. Aku berputar dan memperhatikan lapangan lagi, dan ketika aku berputar balik ia masih di sana, menatapku dan menyeringai. Aku bisa lihat barisan giginya diantara bibirnya yang terbelah. Aku ambil nafas dalam dan merasakan diriku basah berkeringat. Tangan kanan ku usapkan ke pantalonku dan melihat Danny Saunders melangkah perlahan ke plate, meletakan kaki di posisinya. Tak lagi ia menyeringai. Ia berdiri memperhatikanku lewat bahu kirinya, menunggu. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku ingin cepat menyelesaikannya karena nyeri di pergelanganku, lalu aku meluncurkan bola menderas lagi. Aku memperhatikannya melaju lurus ke plate. Danny Saunders aku lihat membungkuk mendadak, dan dalam hitungan detik sebelum ia memukul bola aku lihat ia telah mengantisipasi lengkung bola dan dengan hati-hati menyambar rendah. Aku agak oleng setelah melempar, tapi aku berupaya keras menghalangkan sarung tangan ke depan muka begitu ia menghajar bola. Aku lihat bola mengarah padaku dan tidak ada yang bisa kulakukan. Bola itu menumbuk jemari sarung tanganku, berbelok, menghajar bingkai lensa kiri kacamataku, memantul dahiku dan menjengkangkanku. Aku berjuang keras menangkap bola yang meliar, tapi bersamaan aku menggenggamnya Danny Saunders telah berdiri aman di base pertama.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku dengar Pak Galanter minta waktu, lalu semua orang di lapangan lari berhamburan ke arahku. Kacamataku tergeletak remuk di atas aspal, aku merasakan nyeri yang menggigit di mata kiriku saat aku mengerdip. Pergelanganku kebas, dan aku bisa merasakan sebuah benjolan sedang tumbuh di dahiku. Aku melihat ke arah base pertama, tapi tanpa kacamata Danny Saunders kelihatan samar. Aku bayangkan aku masih bisa melihatnya menyeringai. Pak Galanter ku lihat menghadapkan wajahnya di depan mukaku. Wajahnya berkeringat dan penuh perhatian. Aku heran, apa yang membuat semuanya sibuk. Aku hanya kehilangan kacamata, dan kami setidaknya masih punya dua pelempar lain yang cakap di regu kami.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau baik-baik saja, Nak?” kata Pak Galanter. Ia perhatikan wajah dan dahiku. “Salah seorang basahi saputangan dengan air dingin!” teriaknya. Aku heran kenapa ia berteriak. Suaranya memeningkan kepalaku dan mendenging dalam telingaku. Aku dengar Sidney Goldberg mengatakan sesuatu, tapi aku tak jelas kata-katanya. Pak Galanter melingkarkan lengannya ke pundakku dan memapahku keluar lapangan. Ia mendudukanku di bangku, bersebelahan dengan rabbi. Tanpa kacamata segala sesuatu yang berjarak lima kaki dariku mengabur. Aku kerdipkan mata dan heran kenapa mata kiriku perih. Aku mendengar suara-suara dan teriakan-teriakan, kemudian Pak Galanter meletakan saputangan basah di atas kepalaku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Kau kedinginan, Nak?” tanyanya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Aku menggelengkan kepala.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sekarang kau yakin?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Aku tak apa-apa”, kataku, dan keheranan kenapa suaraku terdengar gusar dan kenapa berbicara membuat kepalaku pening.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Sekarang duduklah dengan tenang”, kata Pak Galanter. Sekarang kau mulai kedinginan, kau mau aku meneruskan?”</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> “Ya, pak”, kataku.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> Ia pergi. Aku duduk di bangku bersebelahan dengan rabbi yang cuma melihatku sekali, lalu memandang kejauhan. Aku dengar teriakan-teriakan dalam bahasa Yiddish. Perih di mata kiriku yang terus-menerus terasa hingga tulang belakangku. Lama aku duduk di bangku, cukup lama untuk melihat kami kalah bertanding dengan angka delapan:tujuh, cukup lama untuk mendengar teriakan kegirangan regu yeshiva, cukup lama untuk menangisi perih di mata kiriku, cukup lama untuk menunggu Pak Galanter mendatangiku saat selesai pertandingan, memperhatikan mukaku sepintas lalu berlari keluar lapangan memanggil taksi. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: "Arial","sans-serif"; font-size: 12pt;"> </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><br />
</div><span id="goog_1084086727"></span><span id="goog_1084086728"></span>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-9107860923207236544.post-70594424171676889172011-03-04T04:42:00.000-08:002011-03-04T04:45:29.903-08:00Kritikus, Tekhnologi Produksi, Khalayak<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh6.googleusercontent.com/-GrY9kJfdAkc/TXDbumvLsMI/AAAAAAAAAC4/CG1VjVmboVA/s1600/100_1267.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://lh6.googleusercontent.com/-GrY9kJfdAkc/TXDbumvLsMI/AAAAAAAAAC4/CG1VjVmboVA/s320/100_1267.jpg" width="320" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Boleh jadi kritik memberi pemahaman atas karya seni. Tapi yang tak boleh dilupakan, kritik selalu mengandaikan pandangan ideal tertentu bagaimana seharusnya karya seni diproduksi. Oleh karenanya kritikus memiliki keterlibatan mendalam dalam proses produksi seni. Dalam hal ini kritikus tak belaka menjadi juru terang, tapi juga mengarahkan cahayanya pada ruas jalan terpilih yang seharusnya ditempuh oleh karya seni sebagai produk artistik yang beroperasi terhadap ideologi. <a name='more'></a></span></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kritikus berwenang dalam penilaian, namun silang sengkarut polemik krisis kritikus belakangan ini absen meletakan otoritas penilaian dalam suatu jaringan produksi seni (sastra) sebagai ideologi tertentu yang menopang bangunan kesusastraan modern. Kritikus hanya diperlakukan sebagai orang berkeahlian spesifik tertentu yang memisahkannya dirinya dari awam. Bukan sebagai lembaga fungsional yang memiliki wewenang guna menentukan seni bukan seni atau baik-buruk karya yang dengan itu suatu nilai seni tertentu dikukuhkan dan dilestarikan (direproduksi). Seolah-olah otoritas atau wewenang yang digenggam oleh kritikus diperoleh begitu saja melalui keahlian menimbang karya seni yang dikuasainya. Padahal wewenang yang memungkinkan kritikus melaksanakan fungsinya secara efektif justru kala ia merepresentasikan diri sebagai suatu institusi dalam jaringan (praktik) produksi seni. Dalam sistem jaringan produksi sastra yang mencakup dari produsen ke distributor hingga pasar, peran kritikus adalah memastikan suatu nilai seni tertentu, oleh Walter Benjamin disebut sebagai kekuatan produksi artistik, terus direproduksi guna menjamin terpenuhinya syarat-syarat produksi. Bagi Benjamin, yang mengembangkan teori Marx mengenai produksi dan syarat-syarat produksi yang lantas diterapkan dalam seni, relasi sosial dalam seni adalah hubungan antara produsen artistik dan khalayaknya atau pengarang dengan pembacanya. Hubungan antara seniman dan khlayaknya ini secara mendalam dipengaruhi oleh tekhnik produksi atau media produksi. Dalam esainya yang terkenal <i>The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction</i> (1936) Benjamin menyatakan surat kabar telah mengubah hubungan antara penulis dan pembaca; perbedaan antara penulis dan pembaca telah kehilangan watak dasarnya sebab pembaca selalu bersedia untuk menjadi penulis. Jadi, lebih tujuh puluh tahun lalu sesungguhnya demokratisasi sastra telah dinyatakan. Tentu saja, pada tujuh puluh tahun lalu itu, surat kabar dengan rubrik-rubrik yang disediakan bagi para pembaca untuk menulis merupakan suatu terobosan penting untuk mencairkan pemisahan antara yang ahli (elit) dan awam. Namun, sekarang kita tahu, kebebasan yang diberkahkan oleh demokrasi surat kabar itu bukan tak memiliki batas-batas. Para kritikus yang bekerja sebagai editor pada surat kabar, misalnya, tidak seperti penjaga langsir yang belaka bertugas mengarahkan lokomotif-lokomotif yang datang untuk meluncur pada jalur yang seharusnya. Namun para editor harus menyeleksi naskah-naskah yang datang ke mejanya berdasar suatu penilaian tertentu untuk menentukan layak tidaknya suatu naskah diterbitkan. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pencapaian tekhnologi yang mengubah secara bermakna alat-alat (re)produksi seni mengosongkan nilai kekeramatan (aura) seni. Mesin reproduksi yang mampu menggandakan produksi karya seni berlipat-lipat ganda menggerogoti basis kuasi-spiritualitasnya dan membentuk ulang hubungan sosial dalam seni. Jika Adorno menganggap mesin reproduksi (industrialisasi) karya seni telah membuka jalan bagi perendahan karya seni oleh komersialisasi dan menjawab tantangan tersebut dengan menganjurkan eksperimentasi-eksperimentasi bentuk seni yang rumit. Benjamin justru dengan sadar mencebur dalam kondisi reproduktif tersebut dan masuk mengganggu relasi antara seniman (karya seni) dengan khalayak yang sudah mapan dengan suatu komitmen politik yang dinyatakan dengan kekuatan artistik revolusioner yang dibentuk melalui kolaborasi seniman dan khalayaknya. Teater<i> epik</i> Bertold Brecht yang mengubah relasi fungsional antara panggung dan khalayaknya merupakan pelaksanaan dari gagasan Benjamin ini. Efek <i>keterasingan</i> dari tetaer <i>epik</i> Brecht mengganggu ilusi kenyataan yang tersaji pada panggung teater naturalis borjuis.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://lh5.googleusercontent.com/-Wn2Fxckp2Ks/TXDZ7vHmSqI/AAAAAAAAACw/Le6qTw1DqhA/s1600/klonnegatif.bmp" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://lh5.googleusercontent.com/-Wn2Fxckp2Ks/TXDZ7vHmSqI/AAAAAAAAACw/Le6qTw1DqhA/s320/klonnegatif.bmp" width="236" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Saat ini tekhnologi mencapai kemutakhiran yang belum pernah dicapai pada masa sebelumnya. Mesin cetak yang dulu hanya dikuasai oleh segelintir pemilik dengan prosedur kerja rumit yang membutuhkan banyak tenaga kerja dalam proses produksinya kini telah berkembang menjadi sangat sangat sederhana. Pasangan perangkat komputer dan mesin cetak meja yang kepemilikannya menyebar ke banyak orang telah membuka jalan bagi demokratisasi sastra berikutnya. Peran kritikus dalam jaringan produksi di masa jaya mesin cetak besar mengalami gugatan hebat pada praktik produksi yang kini makin praktis. Disamping itu, peran kritikus yang dianggap merepresentasi golongan elit yang menguasai jaringan produksi dan lembaga-lembaga seni dipandang menindas. Wacana ide sekarang sedang memihak dan bersimpati pada yang serba massa dan serba dipingirkan serta membuka pintu balas dendam bagi yang rendah dan jelata.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hadirnya dunia maya dengan ruang-ruang komunitasnya yang diberkahkan oleh pencapaian tekhnologi informasi semakin memberikan pukulan hebat pada posisi kritikus yang menjadi semacam “penyaring” dalam ruang yang terbentuk dari bentang jarak antara pengarang dan pembaca. Bila dibanding dengan keterbatasan jumlah halaman yang mungkin bisa dibukukan, ruang dunia maya yang “tanpa batas” dengan akses terhadapnya yang sangat terbuka telah mengubah model produksi (media) sastra dan membuahkan jarak berbeda dalam relasi pengarang – pembaca. Disamping itu perubahan model produksi ini juga mengubah prosedur produksi sastra. Jika di masa jaya tekhnik cetak relasi antara pengarang dan pembaca diantarai oleh prosedur seleksi (dilakukan oleh editor atau kritikus), penyuntingan, penjilidan, pendistribusian hingga tertata di rak toko-toko buku, kini pada produksi elektronis relasi antara pengarang dan pembaca hanya diantarai oleh monitor dan keyboard. Pencapaian tekhnologi informasi membuka kemungkinan siapapun dapat memampang atau mengumumkan karyanya pada blog-blog pribadi. Demikianlah, watak elitis sastra kini terguncang, seolah-olah tulisan apapun dapat disebut sastra, atau sebaliknya sastra bisa disebut tulisan biasa. Sebab wewenang lama yang dimiliki kritikus tak lagi mampu beroperasi secara efektif dan berwibawa dalam jaringan produksi yang menjadi cair, longgar dan praktis karena persebaran alat-alat produksi, baik produk cetak maupun elektronis, telah menjangkau kalangan biasa. Ugeng T. Moetidjo dalam esei panjang yang berbentuk tanya jawab imajiner, <i>Suatu Hari Kita Hanya Akan Mengenang Seluloid</i> (<i>www. Jurnalfootage.net</i>, 12 Agustus 2008) melukiskan perubahan persepsi filemis dari elitisme seluloid ke kemasalan video seperti ini; </span><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Tindak perenungan, yang dulu pernah mengintensikan perasaan mendalam tak terkatakan yang luar biasa, pecah oleh gemuruh dan riuh jalanan. Siapa saja kini dengan gampang boleh melayangkan pandangan dengan kamera di tangan menyusuri serbaneka pelosok-pelosok peristiwa dengan kadangkala menemukan kejutan pada kejadian yang terlalu biasa. </span></i><i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"> </span></i></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pembatas yang memisahkan seni tinggi dan seni rendah kini mengalami erosi hebat. Kedua kategori seni yang sebelumnya terbedakan secara hirarkis itu kini tak cuma terbaurkan seibarat program-program acara televisi atau monitor komputer yang menerima kiriman pesan “tanpa batas” dari seluruh penjuru bumi. Labih dari itu, karya seni sebagai produk artistik telah menjadi produk komoditas biasa. Bentuk-bentuk seni paling mengganggu semisal punk rock kini diterima secara luas dan memperoleh keberhasilan komersial. Begitu juga dangdut yang dulu dianggap jelata kini menjadi bahan kajian akademis dan didendangkan dari lokalisasi-lokalisasi remang pinggir kali sampai panggung-panggung gemerlap hotel berbintang. Sementara itu kritikus sebagai lembaga yang berfungsi menjaga elitisme sastra tinggi sedang menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam produksi artistik yang didesakan oleh pencapaian tekhnologi produksi. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kematian Pengarang</span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><a href="https://lh3.googleusercontent.com/-SyYMpvwPrXw/TXDazZihsEI/AAAAAAAAAC0/SUKDIXzH1vc/s1600/kafka.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://lh3.googleusercontent.com/-SyYMpvwPrXw/TXDazZihsEI/AAAAAAAAAC0/SUKDIXzH1vc/s320/kafka.jpg" width="280" /></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Benarlah, kematian pengarang yang dimaklumatkan Barthes telah menghapus mistifikasi pengarang. Meruntuhkan pandangan tradisional yang mengganggap pengarang sebagai asal-usul teks, sumber arti, satu-satunya otoritas penafsiran. Pengarang direduksi sebagai sebuah lokasi tempat bersimpangnya kutipan-kutipan, pantulan gema, dan lautan rujukan dari kerajaan bahasa. Oleh karenanya pembaca boleh menafsir tanpa mengikuti maksud pengarang. Namun kebebasan pembaca dalam menafsir bukan tanpa kendali. Kebebasan menafsir adalah kebebasan menghubungkan teks dengan sistem arti yang menuntun pemaknaan pada rujukan pengetahuan yang dimiliki pembaca. Dengan cara seperti ini penafsiran menjadi tak teramalkan dan tak tunggal. Barthes tak menggeser pusat penafsiran dari pengarang ke pembaca. Baik sebagai subyek yang nyata maupun sebagai kerajaan bahasa. Melainkan memindahkan pusat kepada teks. Laku penafsiran yang merupakan proses keterhubungan teks (bahan bacaan) dengan kerajaan bahasa yang bersemayam dalam diri pembaca ditentukan oleh tipe teks. Tiap teks memiliki perbedaan yang dihasilkan oleh keadaan teks yang berbeda-beda dalam merujuk kembali ke lautan karya lain yang melimpah. Sejumlah teks ditulis secara tertutup dengan arti terbatas (<i>readerly</i>). Sejumlah lain mendorong pembaca menghasilkan arti dengan mengijinkan persinggungan antara apa yang sedang dibaca dengan apa-apa yang telah dibaca (<i>writerly</i>). Teks, dengan demikian, tidak menghasilkan makna namun merupakan pesan pemakanaan; tidak merujuk ke realitas melainkan terhisap kembali ke dalam lubang hitam bahasa. Tidak ada yang terpisah di tempat Kebenaran. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kematian pengarang tidak serta merta diikuti oleh kematian kritikus yang lantas membuka kekhalayakan kritik sebagai kebebasan tanpa batas. Barthes hanya memberikan pukulan terakhir terhadap watak humanis yang tersisa pada strukturalisme naratologis dengan membongkar tapal pembacaan yang “tunggal” dan mendorongnya ke wilayah “plural”. Maksudnya, menyarankan teks jamak sebagai suatu standar baru estetika. Jenis teks terbuka yang menyuguhkan tamasya luas penanda yang memiliki titik-titik persinggungan sembarang dengan teks-teks lain di sekujur tubuhnya. Yakni teks yang mampu memberikan kenikmatan (“pleasure”) yang melampaui arti transparan yang tunggal dan kebahagiaan (“bliss”) yang mengguncang asumsi-asumsi budaya, sejarah, dan psikologis pembaca. Jelaslah sudah, kenikmatan dan kebahagiaan yang dimaksud tak bakal didapatkan dari karya-karya pasaran. Jadi “pembunuhan” pengarang merupakan upaya untuk menghindar lebih jauh dari tangkapan kekhalayakan, bukan sebaliknya.</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apa yang ikut “mati” dalam kematian pengarang adalah realitas. Sekali pengarang “dimatikan” oleh karyanya (kata) bersama itu tautan teks kepada realitas diputus. Teks terhisap dalam lubang hitam bahasa dan hanya membuka dirinya untuk referen-referen yang bersifat literal: kata di dalam kata di dalam kata . . .. Realitas menghilang dan bersama itu obsesi terhadap kata-kata sebagai materialitas menguat. Fredric Jameson menyebutnya hal ini sebagai bahasa scizofrenik. Suatu pengelanturan bahasa yang merujuk pada ujaran individual pengidap scizofrenia dimana “. . . terputusnya kontinyuitas waktu temporal membuat pengalaman waktu kini menjadi lebih kuat, bergejolak dan “material”: . . . Tapi apa yang bagi kita nampak sebagai suatu pengalaman yang dihasrati – menguatnya persepsi kita, intensifikasi libidinal atau hallucinogenic atas lingkungan kita yang biasanya monoton dan akrab – di sini dirasakan sebagai kehilangan, sebagai “ketaknyataan””. (Fredric Jameson, 1985).</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bagaimanapun, bentuk estetika mutakhir ini, walaupun nampak menghapus realitas namun tetap saja akarnya menghujam dalam dan kuat pada tanah realitas; mengekspresikan realitas. Ketertutupan orbital bahasa, terisolasinya <i>signifier</i>, amnesia sejarah, membuka pintu ke dalam imaji-imaji. Bagi kita di Indonesia hal ini cocok dengan apa yang disebut sebagai politik pencitraan. Politik yang belaka bersandar pada janji-janji politis tanpa melahirkan perbuatan-perbuatan nyata. Suatu tindakan politis yang memanfaatkan kondisi masyarakat hari ini yang terbentuk oleh pencapaian tekhnologi informasi dimana keluasan penyebaran, kemelimpahan dan kelesatan informasi membekukan sekuens waktu menjadi serial masa kini abadi. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span style="font-family: "Times New Roman","serif";"> </span></div>Dwi Pranotohttp://www.blogger.com/profile/09300770467933155426noreply@blogger.com0