Caracas, 5 Maret 2013; Hugo Rafaef Chávez Frias, lebih dikenal sebagai Hugo Chávez, akhirnya harus menyerah pada kanker. Kematian Presiden Venezuela yang menggerakkan Revolusi Bolivarian untuk memperjuangkan hak-hak, antara lain, papan, layanan kesehatan, keberaksaraan, pendidikan dan kebudayaan itu membariskan 2 jutaan rakyat sepanjang lima mil dalam penghormatan terakhir. Bolivia, Argentina, Chili, Brasil, Cuba, Nicaragua,mengumumkan hari berkabung nasional selama dua sampai tujuh hari. Kanada, Aljazair, Mauritania, Afrika Selatan, Pakistan, Turkmenistan, Palestina, Vietnam, China, Inggris, Prancis, menyatakan duka mendalam. Bahkan Gambia menyatakan dua hari masa doa kabung nasional di masjid-masjid dan gereja-gereja. Namun, Obama dalam pidatonya berjanji memajukan prinsip-prinsip demokrasi di Venezuela tanpa sepatah kata sungkawa. Seperti dikatakan Gloria La Riva, “Kematian Hugo Chávez yang tragis dan terlalu cepat telah menggairahkan hasrat pemerintah Amerika Serikat, tapi kaum imperialis salah besar jika mereka berpikir dapat menggulung mundur sejarah”.
Berikut adalah “kenangan” Slavoj Žižek untuk Hugo Chávez, A Heart Larger than Life, diterjemahkan dari http://blogdaboitempo.com.
Oleh: Slavoj
Žižek
Aku harus akui bahwa aku sering tidak suka dengan
apa yang Hugo Chávez perbuat, terutama pada tahun-tahun terakhir
pemerintahannya. Maksudku bukan tuduhan konyol tentang kediktatoran ‘totalitaraian’nya
(pada orang-orang yang melancarkannya aku akan khotbahkan setahun atau dua
tahun masa kediktatoran Stalinis). Tapi ya, ia melakukan banyak hal gila. Dalam
politik luar negeri, pertemanannya dengan Lukashenko dan Ahmadinejad tak dapat
dimaafkan; dalam politik ekonomi, sebuah rangkaian tindakan serampangan yang
buruk lebih merupakan perbuatan menggerojokan uang untuk menutupi masalah
daripada menyelesaikannya; kekeliruan penanganan tahanan-tahanan politik yang
pantas menerima sanggahan dari Noam Chomsky sendiri; sampai pada – paling akhir
dan penting – suatu tindakan kultural konyol seperti pelarangan penayangan Simpsons di TV.
Tapi semua itu pudar menjadi tak bermakna bila dibandingkan
dengan proyek utama yang ia kerjakan. Kita semua tahu bahwa dalam kapitalisme
global hari ini, dengan perkembangannya yang spektakuler namun tak merata
secara mendalam, ada lebih banyak masyarakat yang secara sistematis terusir
dari keikutsertaan aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Ledakan pertumbuhan
lingkungan kumuh pada dekade-dekade terakhir, terutama di
megalopolis-megalopolis Dunia Ketiga dari favela-favela
di Mexico City dan ibu kota negara-negara Amerika Latin lain melintasi Afrika
(Lagos, Chad) sampai India, China, Philipina dan Indonesia, barangkali
merupakan peristiwa geopolitis krusial di masa kita. Karena, terkadang sangat
lekas (atau mungkin, menimbulkan ketidaktepatan cacah jiwa Dunia Ketiga,
sebagaimana telah terjadi), populasi urban dunia akan melebihi populasi
pedesaan, dan karena penduduk lingkungan kumuh akan menyusun mayoritas populasi
urban, membuat kita buntu menghadapi suatu fenomena marjinal.
Kelompok-kelompok besar tersebut tentu saja
merupakan obyek kesukaan para elit liberal untuk mengulurkan kepedulian dan
bantuan kemanusiaan – ingat citra-citra emblematik yang salah satunya seperti
Bill Gates memeluk seorang anak Indian lumpuh. Kita secara terus-menerus diajak
untuk melupakan pembagian ideologis dan mempraktekannya – ketika kita ke
Starbucks untuk secangkir kopi, kita belajar bahwa kita telah berbuat sesuatu,
bahwa sebagian harga yang kita bayar didermakan untuk anak-anak Guatemala atau
mana sajalah.
Tapi Chávez melihat tidak cukup begitu. Ia
melihat bayangan apartheid baru di cakrawala. Ia melihat betapa perjuangan
kelas kembali muncul dalam samaran baru dan dengan pembagian-pembagian yang
lebih kuat. Dan ia melakukan sesuatu di sini. Ia yang pertama yang tidak hanya
“peduli terhadap kemiskinan” dalam gaya kaum Peronis populis lama, berbicara
untuk mereka, dan dengan serius mengerahkan segala tenaganya untuk
membangkitkan mereka dan secara efektif menggerakkan mereka sebagai agen-agen
politik aktif dan otonom. Ia melihat dengan jelas bahwa, tanpa pelibatan
mereka, masyarakat kita akan secara perlahan mendekati kondisi perang sipil
permanen. Ingat akan pernyataan abadi dari Citizen
Kane-nya Orson Welles, ketika Kane, didakwa berbicara untuk kaum papa
melawan kelasnya sendiri, menjawab: “Bila aku tidak membela kepentingan kaum
papa, orang lain akan melakukannya – mungkin seseorang tanpa sepeser uang atau
secuil harta dan hal itu akan jadi sangat buruk.” “Orang lain” itu adalah Chávez.
Jadi saat kita mendengar ocehan mengenai “warisan
ambisius” Chávez, mengenai bagaimana ia “membagi bangsanya”, saat kita
menelanjanginya dengan kritik bertubi, janganlah kita lupa sesungguhnya ini
semua tentang apa. Ini semua benar-benar tentang masyarakat, tentang
pemerintahan untuk rakyat dan oleh rakyat. Segala kekacauan adalah kekacauan
yang tercipta oleh kesukaran mewujudkan pemerintahan semacam itu. Dengan semua
retorika teaterikalnya, dalam hal ini Chávez tulus hati, ia benar-benar memaksudkannya. Kegagalannya adalah milik
kita.
Ada suatu penyakit, aku dengar, jika jantung –
sebagai organ – benar-benar tumbuh terlalu besar dan tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, tak mampu memompa darah melalui nadinya yang melebar.
Mungkin Chávez mati karena punya jantung yang terlalu besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar