Laman

Senin, 04 November 2013

Segumpal Jantung yang Lebih Besar dari Hidup


Caracas, 5 Maret 2013; Hugo Rafaef Chávez Frias, lebih dikenal sebagai Hugo Chávez, akhirnya harus menyerah pada kanker. Kematian Presiden Venezuela yang menggerakkan Revolusi Bolivarian untuk memperjuangkan hak-hak, antara lain, papan, layanan kesehatan, keberaksaraan, pendidikan dan kebudayaan itu membariskan 2 jutaan rakyat sepanjang lima mil dalam penghormatan terakhir. Bolivia, Argentina, Chili, Brasil, Cuba, Nicaragua,mengumumkan hari berkabung nasional selama dua sampai tujuh hari. Kanada, Aljazair, Mauritania, Afrika Selatan, Pakistan, Turkmenistan, Palestina, Vietnam, China, Inggris, Prancis, menyatakan duka mendalam. Bahkan Gambia menyatakan dua hari masa doa kabung nasional di masjid-masjid dan gereja-gereja.  Namun, Obama dalam pidatonya berjanji memajukan prinsip-prinsip demokrasi di Venezuela tanpa sepatah kata sungkawa. Seperti dikatakan Gloria La Riva, “Kematian Hugo Chávez yang tragis dan terlalu cepat  telah menggairahkan hasrat pemerintah Amerika Serikat, tapi kaum imperialis salah besar jika mereka berpikir dapat menggulung mundur sejarah”. 

Berikut adalah “kenangan” Slavoj Žižek untuk Hugo Chávez, A Heart Larger than Life, diterjemahkan dari http://blogdaboitempo.com.



        
Oleh: Slavoj Žižek


Aku harus akui bahwa aku sering tidak suka dengan apa yang Hugo Chávez perbuat, terutama pada tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Maksudku bukan tuduhan konyol tentang kediktatoran ‘totalitaraian’nya (pada orang-orang yang melancarkannya aku akan khotbahkan setahun atau dua tahun masa kediktatoran Stalinis). Tapi ya, ia melakukan banyak hal gila. Dalam politik luar negeri, pertemanannya dengan Lukashenko dan Ahmadinejad tak dapat dimaafkan; dalam politik ekonomi, sebuah rangkaian tindakan serampangan yang buruk lebih merupakan perbuatan menggerojokan uang untuk menutupi masalah daripada menyelesaikannya; kekeliruan penanganan tahanan-tahanan politik yang pantas menerima sanggahan dari Noam Chomsky sendiri; sampai pada – paling akhir dan penting – suatu tindakan kultural konyol seperti pelarangan penayangan Simpsons di TV. 

Tapi semua itu pudar menjadi tak bermakna bila dibandingkan dengan proyek utama yang ia kerjakan. Kita semua tahu bahwa dalam kapitalisme global hari ini, dengan perkembangannya yang spektakuler namun tak merata secara mendalam, ada lebih banyak masyarakat yang secara sistematis terusir dari keikutsertaan aktif dalam kehidupan sosial dan politik. Ledakan pertumbuhan lingkungan kumuh pada dekade-dekade terakhir, terutama di megalopolis-megalopolis Dunia Ketiga dari favela-favela di Mexico City dan ibu kota negara-negara Amerika Latin lain melintasi Afrika (Lagos, Chad) sampai India, China, Philipina dan Indonesia, barangkali merupakan peristiwa geopolitis krusial di masa kita. Karena, terkadang sangat lekas (atau mungkin, menimbulkan ketidaktepatan cacah jiwa Dunia Ketiga, sebagaimana telah terjadi), populasi urban dunia akan melebihi populasi pedesaan, dan karena penduduk lingkungan kumuh akan menyusun mayoritas populasi urban, membuat kita buntu menghadapi suatu fenomena marjinal. 

Kelompok-kelompok besar tersebut tentu saja merupakan obyek kesukaan para elit liberal untuk mengulurkan kepedulian dan bantuan kemanusiaan – ingat citra-citra emblematik yang salah satunya seperti Bill Gates memeluk seorang anak Indian lumpuh. Kita secara terus-menerus diajak untuk melupakan pembagian ideologis dan mempraktekannya – ketika kita ke Starbucks untuk secangkir kopi, kita belajar bahwa kita telah berbuat sesuatu, bahwa sebagian harga yang kita bayar didermakan untuk anak-anak Guatemala atau mana sajalah. 

Tapi Chávez melihat tidak cukup begitu. Ia melihat bayangan apartheid baru di cakrawala. Ia melihat betapa perjuangan kelas kembali muncul dalam samaran baru dan dengan pembagian-pembagian yang lebih kuat. Dan ia melakukan sesuatu di sini. Ia yang pertama yang tidak hanya “peduli terhadap kemiskinan” dalam gaya kaum Peronis populis lama, berbicara untuk mereka, dan dengan serius mengerahkan segala tenaganya untuk membangkitkan mereka dan secara efektif menggerakkan mereka sebagai agen-agen politik aktif dan otonom. Ia melihat dengan jelas bahwa, tanpa pelibatan mereka, masyarakat kita akan secara perlahan mendekati kondisi perang sipil permanen. Ingat akan pernyataan abadi dari Citizen Kane-nya Orson Welles, ketika Kane, didakwa berbicara untuk kaum papa melawan kelasnya sendiri, menjawab: “Bila aku tidak membela kepentingan kaum papa, orang lain akan melakukannya – mungkin seseorang tanpa sepeser uang atau secuil harta dan hal itu akan jadi sangat buruk.” “Orang lain” itu adalah Chávez. 

Jadi saat kita mendengar ocehan mengenai “warisan ambisius” Chávez, mengenai bagaimana ia “membagi bangsanya”, saat kita menelanjanginya dengan kritik bertubi, janganlah kita lupa sesungguhnya ini semua tentang apa. Ini semua benar-benar tentang masyarakat, tentang pemerintahan untuk rakyat dan oleh rakyat. Segala kekacauan adalah kekacauan yang tercipta oleh kesukaran mewujudkan pemerintahan semacam itu. Dengan semua retorika teaterikalnya, dalam hal ini Chávez tulus hati, ia benar-benar  memaksudkannya. Kegagalannya adalah milik kita. 

Ada suatu penyakit, aku dengar, jika jantung – sebagai organ – benar-benar tumbuh terlalu besar dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, tak mampu memompa darah melalui nadinya yang melebar. Mungkin Chávez mati karena punya jantung yang terlalu besar.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar